CHAPTER 3 : KULKAS 12 PINTU

93 8 0
                                    


Jam istirahat tiba, semua siswa dan siswi berhamburan keluar kelas, berbeda hal nya dengan ami, gadis itu masih setia dengan buku catatan nya dan juga pulpen yang masih berada di genggamannya sedari tadi dengan cekatan ia menulis materi yang tadi di terangkan oleh guru

“mau ikut ke kantin ga?” Tanya wina, yang di jawab gelengan oleh ami, gadis itu masih fokus dengan catatannya seperti biasa

“rajin amat sih lo, tapi ya udah gue duluan bye” ujar wina lalu berlalu pergi meninggalkan ami sendirian di ruang kelas

Sementara gadis itu masih menulis dengan tenang, sesekali juga ia meregangkan jarinya yang pegal karena menulis materi tersebut

“nilai segitu saja kamu udah bangga?betapa naïf nya diri mu, hal itu tidak ada apa apa nya di mata saya, lebih baik ambil kertas nilai ujian mu sebelum saya bakar

Deg!!

Ami berhenti menulis, dadanya terasa sangat tercekat ketika kalimat kalimat itu masuk dan menggema di kepalanya

ia menjatuhkan pulpen yang ia pegang, mata gadis itu memanas mengingat kata kata yang di lontarkan orang yang sangat berharga di hidupnya.

  “nilai segitu saja kamu sudah bangga”

  “nilai segitu saja kamu sudah bangga…”

  “kamu sudah bangga….”

Kalimat itu terus menggema di telinga ami, seolah olah itu adalah sebuah musik yang mengalun indah yang sebenarnya seperti musik yang membawa sebuah ke kekecewaan yang sudah bersarang lama di dalam gadis itu

ami hanya terdiam terpaku, ia menggigit bibir bawahnya sampai mengeluar kan darah

Tes….tes..tes..

Satu satu butiran air mata turun membasahi pipi  ami, gadis itu masih terdiam terpaku seolah olah waktu di sekitarnya terhenti dan tak berjalan sama sekali, di sertai dengan rasa yang sangat sesak di dadanya, nafas gadis itu tercekat, dan juga rasa besi  yang masuk ke indra pengecap nya karena menggigit bibirnya dengan kuat

Dengan air mata yang masih mengalir di pipinya, gadis itu hanya menatap kosong buku catatan miliknya

kenapa kalimat itu harus menggema di kepala nya, berputar putar seolah olah sedang mengejek dirinya yang tak bisa berbuat apa apa saat itu

pikiran gadis itu kosong ia tidak bisa memikirkan apa apa selain kalimat itu yang terus berada di kepalanya.

“ami”

“ami”

“AMI!”

Sebuah suara yang sangat familiar menerobos masuk ke dalam telinga ami , gadis itu dengan cepat menoleh kesamping dengan air mata yang terus menerus turun membasahi pipi  gadis cantik itu,  suara ini, suara yang sangat ia kenali, suara yang membuat ia tenang

benar itu adalah suara eaven yang meneriaki namanya.

“lo kenapa? Kenapa lo nangis? Siapa yang buat lo nangis? Kasih tau gue, biar gue hajar orangnya” terdengar suara pemuda itu bergetar karena khawatir

bagaimana ia tidak khawatir, ia berniat untuk mengajak ami untuk makan siang bersama di rooftop sekolah tapi ia malah menemukan gadis ini menangis seorang diri di kelas nya

Padahal tadi pagi gadis itu tersenyum setelah memukul punggungnya dengan keras, dan sekarang gadis itu malah menangis seperti ini

Eaven tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan gadis nya ini, tapi dia sadar satu hal yaitu pasti ini ada hubungannya dengan masalah keluarga yang gadis itu bilang tadi pagi

VENAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang