#3

517 114 24
                                    

Sejak kunjungan Pangeran Naruto, keadaan Hinata kembali memburuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kunjungan Pangeran Naruto, keadaan Hinata kembali memburuk. Butuh waktu satu minggu lebih untuk menurunkan demam yang entah dari mana datangnya.

Hinata tidak mengingat berapa kali dia dipaksa minum obat. Siang telah menjadi malam, dan malam menjadi kegelapan tak berujung. Kelopak matanya terasa berat untuk menangkap apa yang tengah orang-orang ributkan.

“Aku sudah memberikannya tonik secara berkala, tapi sampai batas ini belum menunjukkan efek apa-apa. Jika dia terus seperti ini, Nona akan berada dalam bahaya.” Dokter Tsunade menjelaskan. “Sebaiknya Anda bersiap, Count.”

Count Hiashi ambruk. Terduduk di kursi. Sungguh, apa gerangan yang telah pangeran lakukan pada putrinya? Kenapa Hinata sakit lagi?

“Jadi tidak hanya hilang ingatan, tapi Hinataku berpotensi mengidap efek samping lain?”

“Sungguh menyesal mengatakannya, tapi Anda benar, Count.”

Hiashi menangkupkan kedua tangan. Menangis. Jika Hinata tidak selamat, bagaimana dia bisa bertemu dengan Hikari? Putra sulungnya dikirim ke perbatasan, sedangkan kini putrinya sakit-sakitan. Dia benar-benar merasa telah menjadi ayah yang gagal.

“Tolong selamatkan putriku.” Suara Hiashi sangat parau. Dia semakin kacau melihat bagaimana Hinata hanya bisa berbaring dengan napas putus-putus.

“Aku akan berusaha.”

.

Hinata mengedipkan kedua matanya pelan. Mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia sedang berdebat dengan Uzumaki Naruto ketika ingatan Hinata mendadak memasuki kepalanya. Membuat kepalanya sakit hingga tubuhnya jatuh tak berdaya.

“Anda sudah bangun, Nona?” Shizune yang masuk membawa tonik, lagi-lagi terkejut.

Hinata merasakan perasaan deja vu. Sepertinya dia pernah melihat Shizune melakukan hal serupa.

“Bagaimana keadaan Anda? Apakah ada yang terasa sakit?” Shizune mendekatinya dengan hati-hati. Meletakkan tonik di atas nakas.

“Tidak. Tubuhku lebih bertenaga dari sebelumnya.”

“Syukurlah.” Helaan napas Shizune, entah mengapa membuat hati Hinata lega. “Kalau begitu, mari kita minum obat. Nona, silakan.”

Hinata menatap cairan kental berwarna hijau dengan ngeri. Dia paling benci rasa pahit. Salah satunya obat.

“Aku sudah sangat sehat. Bagaimana kalau meminumnya di lain hari?”

Sambil tersenyum, Shizune menyodorkan mangkuk ke tangan majikannya. “Tahan napas Anda, teguk lalu habiskan.”

Hinata menolak dengan seluruh jiwa raganya. Tapi Shizune tetaplah Shizune. Pelayan ini tidak akan mundur sampai dia menghabiskan toniknya. Sehingga dia pun menuruti perkataan Shizune dengan meminumnya dalam satu kali teguk.

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang