Chapter 9

318 41 2
                                    

Warning!
Masa lalu di bawah murni imajinasi author, dan tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu idol di dunia nyata.
Terima kasih, dan selamat menikmati.
---

Jeongwoo’s POV

~~~

Dulu, aku tidak pernah bermimpi menjadi penyanyi. Hidupku sudah cukup bahagia tanpa itu. Namun, karena aku tidak memiliki mimpi lain, tidak ada keahlian khusus, aku akhirnya mengikuti audisi.

Orangtuaku berkata, "lebih baik dicoba saja," dan pada akhirnya aku menyesal mengikuti kata-kata mereka.

Masa-masa sebagai trainee menjadi titik balik segalanya. Aku yang dulu merasa bahagia berubah menjadi merana, menjadikan tangisan sebagai teman malam. Aku menangis bukan karena aku tidak bisa, melainkan karena aku lemah.

Bakat bukanlah segalanya. Saat kau memilikinya, pandanganmu terhadap dunia berubah. Akan sulit membedakan mana yang tulus dan mana yang palsu. Semua orang memakai topeng, berusaha mempertaruhkan nasib mereka pada seorang anak yang baru memasuki dunia hiburan.

Meski sulit, aku mencoba bertahan. Aku hanya tahu satu hal—selama 15 tahun hidupku, menyanyi adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Sudah saatnya aku membuat orangtuaku bangga, dan tidak menyia-nyiakan waktu yang telah kuhabiskan. Pikirku, selama aku punya bakat, segalanya akan mudah ke depan. Topeng-topeng itu tak lagi penting; aku harus fokus.

Aku menyerahkan diri pada takdir, menerima nasib apapun yang akan datang.

Hingga akhirnya, tim trainee dari Jepang datang ke Korea. Memperkenalkanku dengan sosok bernama Kanemoto Yoshinori.

Hal pertama yang menarik perhatianku adalah wajahnya. Fitur wajahnya unik—mata dan alis yang tegas, serta rahang yang tajam. Wajahnya tampan, melebihi idol pada umumnya. Namun, itu saja. Jika dilihat dari kemampuannya, aku yakin ia akan tereliminasi.

Satu-satunya cara untuk bertahan adalah bergantung pada trainee yang konstan seperti Yedam hyung, Yoonbin, Junkyu hyung, Haruto, Junghwan, dan aku. Tapi, seiring berjalannya waktu, Yoshi hyung tidak pernah mencoba mendekati kami. Tidak seperti trainee yang lain. Entah dia polos atau terlalu lugu, Yoshi hyung hanya tertawa, menunjukkan senyum bodohnya di tengah persaingan ketat menuju debut.

Pada suatu kesempatan, aku menghampirinya, murni karena penasaran.

"Hyung tidak apa?" tanyaku setelah evaluasi bulanan berakhir, dan hyung mendapat penilaian buruk.

Yoshi hyung hanya menunduk. "Terima kasih sudah bertanya," jawabnya pelan. "Aku tidak apa."

"Sudah kukatakan untuk lebih banyak bergantung pada kami," balasku dengan nada sedikit kecewa. "Jika dari awal hyung melakukannya, hyung tidak akan berakhir seperti ini."

Mendengar ucapanku, Yoshi hyung bukannya menyesal, malah mengeluarkan senyum bodohnya lagi.

"Entah apa yang membuatmu peduli seperti ini padaku."

‘Aku tidak peduli,’ batinku.

"Terima kasih," katanya.

Aku hanya tidak suka melihat hyung berbeda dari yang lain,’ gumamku dalam hati.

Yoshi hyung mengulurkan tangannya, merapikan dan mengelus rambutku.

"Sudah berapa banyak hubungan yang kau jalani tanpa ketulusan? Sampai-sampai kau merasa lebih nyaman pada orang yang mendekatimu dengan alasan tertentu. Jeongwoo-ya, meski kita belum lama mengenal, aku harap kau bisa menghapus cara pikir seperti itu. Tidak semua orang sama seperti yang kau pikirkan.  Aku ingin dekat denganmu, tetapi tidak dengan cara yang kau katakan."

Unspoken Feelings (Jeongshi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang