DLIM - 24 - Pencarian Marino

77 8 20
                                    

Ciao a tutti!

Kita ketemu lagi di chapter ini!

Terima kasih sudah baca sejauh ini.

.
.
.

Selamat membaca!

Tiba di mansion pukul 2 pagi, Alessandro melangkahkan kakinya menuju dapur. Di sana, ia melihat punggung wanita yang ia kenali sedang menyeduh teh. Langkahnya semakin mendekat hingga tiba di belakangnya.

"Raffaella," sapanya, lalu ia bergerak ke arah French press di meja.

"Ku pikir Kau akan pulang nanti," ujar Raffaella.

"Pekerjaanku telah selesai," jawab Alessandro.

Alessandro membuka laci meja dan mengambil wadah berisi bubuk kopi. Ia menuangkan bubuk kopi ke dalam French press, lalu menambahkan air panas yang baru direbus. Setelah membiarkan kopi terendam selama beberapa menit, ia menekan plunger perlahan untuk memisahkan ampas dari cairan. Ia menuangkan kopi ke dalam cangkir dan melirik Raffaella.

"Bagaimana denganmu?" tanya Alessandro.

"Aku baru saja selesai menonton film. Ku pikir meminum teh adalah pilihan tepat," ujar Raffaella.

Alessandro mengangguk, lalu berjalan menuju meja makan dengan secangkir kopinya, diikuti Raffaella dengan teh di tangannya. Mereka duduk dalam keheningan, menikmati minuman mereka masing-masing. Alessandro tampak merenung, seolah ada yang mengganjal di pikirannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Sebenarnya ada sesuatu yang ingin ku ketahui darimu, Raffaella," ujar Alessandro.

Raffaella mengerutkan keningnya. "Apa itu?" tanyanya.

"Ini tentang... ayahmu," ujar Alessandro, dengan hati-hati.

Raffaella yang semula tenang, perlahan menunjukkan perubahan ekspresinya. "Ayahku?" tanyanya.

"Ya, maksudku, bagaimana awal mula ia menjadi seorang detektif. Dan..." Alessandro terpotong, tampak ragu.

"Apa alasanmu menanyakan hal ini?" tanya Raffaella dengan tegas.

"Tidak ada. Aku hanya penasaran. Kalau Kau tidak ingin menceritakannya, tidak apa-apa. Aku mengerti," ujar Alessandro, mencoba terdengar tidak memaksa.

Raffaella menghela napas dalam-dalam, tampak sedang mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya.

"Ibuku pernah mengatakan bahwa ketika masih muda, ayah sangat berambisi untuk menjadi detektif. Namun, ia sering kali mengalami kegagalan pada awalnya," ujar Raffaella.

"Kemudian, entah bagaimana, keberuntungan berpihak kepadanya. Ia bertemu dengan seseorang yang bersedia membantunya hingga akhirnya berhasil menjadi detektif," lanjutnya, sementara Alessandro mengernyit.

"Sayangnya, aku tidak ingat nama orang tersebut," tambah Raffaella.

Alessandro mengangguk, mencoba mencerna informasi tersebut dengan hati-hati. "Lalu... Mengapa ayahmu pergi ke Cagliari? Bukankah ia detektif yang beroperasi di Palermo?" tanya Alessandro dengan serius.

Raffaella menatap Alessandro dengan waspada. Entah mengapa, ia merasa sedikit khawatir bahwa apa yang ia katakan bisa menjadi masalah bagi dirinya dan keluarganya.

"Aku tidak mengerti tentang hal itu," jawab Raffaella, membuat wajah Alessandro tampak kecewa.

"Sangat aneh. Polisi dan detektif di Cagliari sebenarnya bisa menangani tugas mereka sendiri dalam mencari sindikat kriminal. Namun, bagaimana bisa ayahmu terlibat di sini? Itu sangat tidak biasa," ujar Alessandro, menekankan keanehan situasi tersebut.

De Luca, Il Mafioso (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang