DLIM - 16 - Buket Lily

230 54 103
                                    

Bijaklah dalam memilih bacaan. Pastikan kamu sudah cukup umur untuk membaca cerita beradegan kekerasan ataupun adegan dewasa lainnya! Semua yang tertulis di cerita ini tidaklah untuk ditiru. Ini semua murni cerita fiksi dari khayalan ku.

Selamat membaca!
.
.
.
.

Gelapnya ruangan menjadi saksi sang pemimpin akan bergerak menjalankan aksi. Pakaian serba hitam kini ia kenakan dengan rapi. Sebelum keluar ruangan, matanya terpaut pada Raffaella yang masih terbaring pulas di ranjangnya. Dengan lembut, ia mencium kening wanita itu sebelum benar-benar pergi.

Di luar, beberapa orang anak buahnya menunggu dengan pakaian berwarna senada dengannya. Mereka mengangguk hormat saat Alessandro berbicara, "Jaga dia dengan baik. Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya!"

"Baik, Bos!" serentak mereka menjawab.

Langkah kakinya yang panjang memencah sunyinya koridor rumah sakit. Dua anak buahnya yang lain mengikuti di belakangnya, menciptakan aura tegang yang mengisyaratkan akan tindakan mendebarkan yang akan dilakukan.

Sesampainya di basement, Alessandro mengarah ke mobilnya yang terparkir dengan rapi di sudut ruangan. Langkahnya mantap saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, menyalakan mesin dengan gerakan yang terampil. Kedua anak buahnya pun telah siap di mobil yang berbeda.

Kedua mobil meluncur keluar dari basement dengan gesit, melintasi lorong-lorong yang redup dan sepi.

Alessandro mengambil ponselnya dari saku dan memasang AirPods sembari tetap fokus pada kemudi mobilnya yang melaju dengan cepat di malam yang sunyi. Ia berencana untuk menelepon adiknya, Sandra.

Beberapa kali mencoba, akhirnya Sandra mengangkat telepon dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur. "Ada apa, Kak? Apa terjadi sesuatu pada Raffaella?" tanyanya cepat, memastikan keadaan.

"Tidak. Ada urusan mendesak. Pagi nanti, datanglah ke rumah sakit," ucap Alessandro dengan suara serius.

"Kau gila meninggalkan Raffaella sendirian?" sahut Sandra dengan nada khawatir, matanya melebar.

"Ada tiga anak buahku di sana," jawab Alessandro dengan mantap.

"Tapi..."

"Aku tidak punya banyak waktu, Sandra. Cukup datang ke rumah sakit saat matahari muncul nanti," potong Alessandro tegas, lalu memutuskan sambungan telepon dengan tegas.

Alessandro kembali memusatkan perhatiannya pada jalan di depan. Tidak butuh waktu lama,  mobil hitam itu terparkir di depan gedung megah. Gedung itu baru saja menjadi saksi bisu atas insiden penembakan yang menimpa Raffaella. Alessandro dan kedua anak buahnya melangkah masuk melalui pintu utama, disambut oleh anggota lainnya yang memang berjaga di gedung itu.

Setibanya di sebuah ruangan, suasana tegang terasa begitu kental di udara. Meja bundar di tengah ruangan menjadi fokus utama, dikelilingi oleh beberapa kursi kosong yang menunggu untuk diduduki.

Beberapa anggota inti telah menunggu dengan ekspresi serius. Mereka mengangkat pandangannya saat Alessandro memasuki ruangan, menghormatinya dengan senyuman singkat atau anggukan kepala. Tanpa menunda lebih lama, Alessandro mempersilahkan semua orang untuk duduk dengan gerakan tegas namun ramah. Dirinya sendiri mengambil tempat di kursi kebanggaannya, menghadap ke meja.

"Apa yang sudah kalian dapatkan?" tanya Alessandro.

"Kami menyimpulkan bahwa mungkin saja Marino ada hubungannya dengan Fiamma," ujar Vincent membuat Alessandro terkejut.

"Apa ada bukti mendukung?" tanya Alessandro.

FLASHBACK ON (Vincent POV)

"Matteo telah mendapatkan wanita itu. Jemput dia secepat mungkin!" titah Don Arthur.

De Luca, Il Mafioso (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang