"Lama banget pulangnya," ujar Jeongwoo tanpa sadar, dengan suara yang merengek lucu sembari matanya terus tertuju pada layar ponselnya. Di sana, terpampang wajah sang suami yang selalu tampan dalam keadaan apapun.
Setelah bulan madu, Haruto harus kembali bekerja karena mendapat proyek penting yang membuatnya harus berpisah dengan sang istri selama beberapa bulan. Kini, sudah tiga minggu berlalu, dan Jeongwoo merasakan kekosongan yang dalam tanpa kehadiran suaminya di sampingnya.
Di seberang sana, Haruto terkekeh kecil, menatap lembut wajah cemberut Jeongwoo yang tampak penuh kerinduan, dengan mata berkaca-kaca.
“Mau mas bawain apa kalau udah pulang, hm?” tanya Haruto dengan nada lembut, mencoba menghibur.
Jeongwoo hanya menggeleng, lalu menelungkupkan wajahnya di atas bantal, seolah menahan air mata yang ingin tumpah.
“Enggak tau. Aku... masih nggak rela kamu pergi,” bisik Jeongwoo, suaranya nyaris tak terdengar, malu untuk mengakui perasaan rindu yang begitu dalam pada suaminya.
Walaupun tidak terlalu jelas terdengar Haruto mengerti sepenuhnya perasaan Jeongwoo, ia segera mendekatkan ponselnya ke wajah, menatap istrinya dengan penuh perhatian.
“Maaf ya, mas harus ninggalin kamu. Tapi di sini, mas nggak lirik siapa-siapa kok. Lihat nih, mas selalu pakai cincin pernikahan kita yang kamu pilih sendiri,” gurau Haruto, mencoba mengalihkan kesedihan Jeongwoo.
Jeongwoo mendengus pelan, namun tak bisa menahan senyum kecil yang muncul melihat usaha Haruto untuk menenangkannya.
“Sebal banget. Emang ada yang mau sama kamu yang sebentar lagi jadi calon papa?” ucap Jeongwoo setengah menggoda. Haruto terdiam sejenak di seberang sana, matanya membesar kaget.
“H-huh? Gimana? Mas nggak salah dengar, kan, dek?” Haruto masih terkejut, suaranya bergetar penuh harapan.
Namun, sebelum Jeongwoo bisa menjawab, suara lain yang lebih ceria terdengar dari ponsel.
“Mommy mau punya cucu, mas! Emang nggak sia-sia liburan kalian, haha. Ayo, cepat pulang. Anak Mommy rungsing banget kamu nggak ada, nangis terus kerjaannya,” seru sang mommy, tiba-tiba merebut ponsel dari tangan Jeongwoo.
Jeongwoo berusaha merebut kembali ponselnya, tetapi sang momny lebih gesit. Haruto yang masih terkejut hanya bisa diam, mencerna informasi yang baru saja ia dengar, sementara Jeongwoo dan ibunya berselisih kecil di seberang sana.
“Mom, jangan ganggu! Ini penting!” keluh Jeongwoo akhirnya berhasil merebut kembali ponselnya. Wajahnya memerah, malu sekaligus kesal. Ia kembali menatap layar, mencoba menenangkan diri. Setelah puas mengerjai anaknya, sang mommy nya langsung keluar dari kamarnya.
“Maaf ya, mas... mommy emang suka usil,” ujar Jeongwoo sembari berdesis, berusaha tersenyum meskipun hatinya masih berdebar-debar.
Haruto akhirnya tersenyum lembut setelah mencerna semuanya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi, matanya masih terpaku pada layar ponsel yang menampilkan wajah Jeongwoo yang sedang cemberut.
“Nggak apa-apa, dek. Justru mas senang kalau mommy sampai usil kaya gitu. Berarti... beneran, ya? Kita bakal jadi orang tua?” tanya Haruto dengan nada penuh harap, suaranya terdengar lembut namun ada getaran emosi yang tak bisa ia sembunyikan.
Jeongwoo mengangguk pelan, pipinya merona merah.
“Ehum, mas... aku baru tahu beberapa hari yang lalu. Mau kasih tahu kamu langsung, tapi... ya, kamu kan lagi sibuk,” bisiknya, menunduk sedikit, malu namun senang bisa berbagi kabar bahagia ini.
Haruto menatap Jeongwoo penuh cinta, matanya berkilauan seolah semua rasa lelah dan rindu selama ini seketika hilang digantikan oleh kebahagiaan yang meluap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Har%
FanfictionJeongwoo sang penakluk uke dijodohin sama orang yang kelakuannya monoton banget. Bahkan dia harus jadi pihak sub buat seumur hidup. Mc : Hajeongwoo