Prolog

140 38 12
                                    

﹏𓊝﹏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

﹏𓊝﹏

"Aku hanya memberikan yang telah kuperoleh!"

Ruangan itu lengang. Semua orang menatap iba.

"Ini adalah permulaan dari sebuah perjalanan yang tidak hanya akan mempengaruhi masa lalu, tetapi juga masa depan."

Pria tinggi berjanggut putih panjang teguh pada perkataannya. Napasnya menggebu, menatap lurus ke arah pria di depannya.

"Bayaran atas tindakan itu akan mempengaruhi diri Anda."

Seorang pria bertelanjang dada dengan kain emas menggantung setengah badan, menghampiri seorang pria tua yang berdiri di depannya. Jabatannya sangat tinggi, pria itu menatap depan dengan tenang. Tangannya bersedekap.

"Aku tidak masalah. Jika itu yang membuat banyak nyawa selamat, maka aku pun tak masalah untuk membantu. Lagipula, apa salahnya membantu seorang teman?"

Ruangan lengang kembali. Mereka berbisik satu sama lain. Pria berkain emas itu menghela napas setelah mengucapkan kalimatnya, ia menghampiri pria tua yang sedang berdiri tegang di depan sana. Menepuk pundaknya pelan.

"Aku hanya tak ingin membuat dirimu mengambil keputusan yang salah.... Di dunia ini, tidak sedikit hal yang memiliki konsekuensi besar. Itu sangat banyak sekali, bahkan para biksu muda pun tak tahu jumlah pastinya. Terlebih melintasi waktu.... Itu sangat melawan Buddha." Yang lain mendengarkan sambil mengangguk setuju. Itu benar.

"Tetapi, aku tak ingin negeri ini hancur!" pria tua itu terlihat mengambil napas sejenak. Napasnya berat sekali, ia melanjutkan, "Keserakahan orang-orang menghabisi negeri ini, aku butuh seseorang untuk bisa menghentikannya."

"Mengapa tidak kau hentikan dengan tanganmu sendiri?" biksu itu bertanya.

"Takdir mengatakan bahwa 'mereka' yang hanya bisa mengubahnya."

Biksu yang mendengarnya terdiam. Menatap dengan tenang, membiarkan pria itu menyelesaikan ceritanya.

"Buku itu memperlihatkan tanah ini tenggelam. Airnya berwarna merah dan banyak mayat mengambang di atasnya. Negeri ini hancur lebur. Semuanya. Tidak ada yang tersisa. Kerajaan ini seperti sengaja dihancurkan oleh sesuatu." Pria tua itu berbicara dengan napas yang menderu.

Beberapa saat yang lalu.

Pria tadi bernama Prakash. Seorang Adipati dari wilayah bernama Nagaraksha di kerajaan Sriwijaya. Posisinya sangat tinggi, ia adalah pria yang penuh kasih. Prakash mengabdikan dirinya hanya untuk rakyat dan Kerajaan Sriwijaya.

Saat itu, Prakash sedang membuka sebuah kotak panjang yang terjaga rapi di bawah tumpukan kain songket berwarna merah. Ia mencari kayu untuk memasak—ia sedang membantu para pelayan.

Kerajaan Sriwijaya kini sedang dilanda hujan panjang. Biasanya saat musim penghujan datang, para pelayan melakukan pekerjaannya dua kali lebih sibuk dari musim kemarau. Udara musim hujan lebih dingin, semua orang butuh kayu untuk menghangatkan diri mereka. Itulah alasan kenapa Adipati ini membantu bawahannya.

Hakikat (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang