Chapter 4: Pawai budaya?

70 29 9
                                    

﹏𓊝﹏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

﹏𓊝﹏

Kenapa ini gelap sekali?

Pria itu tak sadarkan diri setelah ditarik secara paksa oleh lubang misterius. Menatap sekitar, ia mencari cahaya. Tangannya meraba-raba angin. Mencari apakah di sekitarnya ada yang bisa ia jadikan pegangan.

Asad mencoba membuka mata, ia berharap ada secercah cahaya yang bisa menembus kelopak matanya. Beberapa kali ia mencoba, tidak ada yang terjadi, sekitar pria itu gelap gulita, tak ada cahaya sedikit pun. Ia menghela napas kesal. Sekarang, badannya ia coba gerakan­­­­­­­­­­, KRETEK! punggungnya mengeluarkan bunyi. Itu sakit, bukan sensasi nikmat ketika pegal.

Asad mengaduh pelan, mencoba berdiri dengan kekuatan yang tersisa.

Kaki dan tangannya bergerak dengan hati-hati. Ia takut salah melangkah atau memegang sesuatu yang berbahaya.

"Kalau mimpi, seharusnya gue sudah bangun sekarang.... Lihatlah! Kenapa tidak terjadi apa pun?" Asad mendengus kesal. Tak ada orang yang mau memiliki mimpi seperti ini. Kakinya menendang angin. Melampiaskan amarah. Dia terus berjalan dan terus berharap menemukan ujung tempat gelap ini.

Asad telah berjalan sejauh satu kilometer, atau sekitar lima belas menit dari tempat awal ia terbaring. Asad yakin kalau dirinya masih memiliki harapan untuk keluar, kaki Asad berlari secepat mungkin. Melupakan tubuhnya yang sakit tadi. Peluhnya meluncur deras, membasahi baju yang ia kenakan. Sesaat kemudian, muncullah setitik cahaya. Asad tersenyum girang melihat cahaya itu. Kecepatan melaju yang kakinya hasilkan, semakin cepat. Sangat cepat, hampir seperti seekor cheetah.

Titik cahaya itu semakin besar. Sebesar buah semangka. Asad semakin semangat menggapai cahaya itu, ia tidak peduli dengan keringatnya yang terus mengucur. Dan semangat Asad membuahkan hasil, cahaya itu membesar, membuat Asad penasaran.

Namun, belum sampai di ujung, ada suara yang datang dari ujung. Mereka berteriak. Derap kakinya berisik sekali, banyak orang menuju kemari. Asad senang, sekaligus takut. Bagaimana jika mereka adalah orang jahat? Asad memberanikan diri, menembus kegelapan dan menghampiri orang-orang itu. Setidaknya ia memiliki bekal bela diri yang ia pelajari, walau tidak ahli.

Ia menghela napas dalam-dalam. Melangkah dengan perlahan. Cahaya yang awalnya berwarna putih, kini berubah menjadi merah-seperti matahari tenggelam.

"Tuan Anurak... Apakah Anda di dalam?" kata salah satu orang.

Asad tidak memedulikannya, ia tetap melanjutkan perjalanan. Sebentar lagi, batinnya. Suara berisik orang-orang mulai terdengar, membuat Asad semakin penasaran. Hingga.... "Astaga, Tuan! Anda kotor sekali! Cepat ambilkan baju yang ada di kereta kuda!"

Seorang pria menghampiri Asad dengan raut wajah panik. Ia memegang lengan Asad. Sebentar.... apa-apaan ini? Kenapa pria ini dengan akrabnya memegang tubuhnya? Anurak? Siapa lagi itu? Ia menatap semua orang. Bingung.

Hakikat (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang