15

236 13 2
                                    

Waktu berjalan dengan cepat dan tidak terasa waktu istirahat telah tiba. Semua siswi perempuan yang berada di kelas X 3 tengah berkerumum di meja milik Ranka. Mereka menanyakan berbagai macam pertanyaan yang tidak berguna.

"Ranka apa alasanmu pindah ke sini sebenarnya?"

"Ranka bolehkah kita bertukar nomor telepon?"

"Kamu mau nggak ke kantin sama gue?"

Namun segala macam pertanyaan yang dilayangkan tidak mendapat jawaban oleh Ranka. Pria itu hanya diam sembari menatap ke depan.

"Ck ganjen banget deh mereka tuh." Ucap Steff yang melihat semua itu. "Bukannya dia udah ada pacara kakak kelas? Kenapa masih godain anak baru sih." Kesalnya melihat betapa teman-teman perempuannya yang ganjen.

"Udahlah. Ayo kita ke kantin gue udah laper." Ajak Vaxie yang bangkit dari tempat duduknya. Tindakannya ini tidak lepas dari pandangan Ranka yang melihatnya.

"Eh tungguin gue dong Xie." Steff mengejar Vaxie yang sudah berjalan menuju pintu keluar kelas. Mereka berjalan dengan santainya menuju kantin berada. Namun saat berbelok di sebuah lorong tiba-tiba Vaxie menabrak seseorang yang berjalan tepat di hadapanya.

Bruk

Semua buku yang dibawa siswa itu jatuh berceceran di lantai. "Astaga gue minta maaf." Vaxie buru-buru berjongkok lalu membantu siswa itu mengumpulkan buku-bukunya, tidak lupa Steff juga ikut serta membantu.

"Nih." Ucap Vaxie sembari memberikan buku itu kepada siswa yang ditabraknya. "Sekali lagi gue minta maaf." Sesalnya.

"Maafin temen gue ya kak." Steff memanggil siswa itu dengan sebutan Kak? Berarti dia adalah kakak kelasnya yang entah berada di tingkat berapa.

Siswa laki-laki dengan poni panjang itu membenahi kacamatanya yang hampir jatuh. Karena poni yang panjang kedua matanya hampir tidak kelihatan. "A-ah ga-gapapa kok."

"Permisi." Ucapnya buru-buru seperti sedang dikerjar oleh sesuatu. Setelah siswa laki-laki itu pergi Vaxie dan Steff melanjutkan perjalanannya menuju kantin yang tertunda. Seperi bias ajika terlambat datang kantin sudah pasti akan sangat ramai dan mereka kesusahan mencari bangku untuk duduk.

"Eh itu si Aldo! Kita gabung sama dia saja soalnya meja udah pada penuh." Steff menarik Vaxie menuju ke meja tempat Aldo dan teman-temannya berada. "Guys kitab oleh gabung nggak?" tanyanya.

"Gabung aja elah kayak siapa aja." Ucap Derri teman Aldo. "Kan ada Vaxie si Aldo pasti juga ga keberatan." Ejeknya kepada Aldo yang mendapat tatapan tajam.

"Gausah kayak gitu Do kalo suka ya bilang suka takut ntar diambil orang haha." Meski topik pembicaraan mereka adalah dirinya, Vaxie tidak terlalu peduli. Lagipula dia menganggap Aldo hanyalah sebagai temannya tidak lebih, mungkin bisa dikatakan lebih karena dia menganggap Aldo seperti saudaranya. Aldo yang menemaninya disaat dirinya tengah menderita juga memiliki tempat di hati Vaxie.

"Cie cie Aldo ternyata suka sama Vaxie ya." goda Steff kepada Aldo yang tengah makan.

"Gak."

"Ulu ulu gausah gitu, dari perilaku lo kepada Vaxie udah ngebuktiin semuanya haha." Ejaknya sekali lagi hingga membuat Aldo kesal. "Bisa diem?" tekannya namun Steff hanya tertawa, menurutnya Aldo lucu kalo tengah marah atau kesal.

"Eh anak baru itu langsung populer njir, di kerumunin cewe-cewe cantik." Ucap Derri yang melihat Ranka di depan pintu kantin. "Gue juga pengen digituin." Ucapnya sok sedih.

"Wajar Ranka di rebutin karena cakep lha elo? Burik gitu mau di rebutin ya pada ogah lah." Ucap Steff dengan entengnya.

"Pedes juga ya kata-kata lo Steff. Sakit hati dedek ini."

"Jangan ya dek ya."

Vaxie tidak memperdulikan Ranka atau pun yang lain, dia hanya fokus untuk makan makanan yang telah dipesannya. Tanpa menyadari bahwa Ranka menatapnya dan berjalan menuju ke arahnya. Aldo yang melihat Ranka berjalan ke sini bertanya-tanya apalagi tatapan Ranka yang tidak dapat dia mengerti. Tatapan rindu yang amat dalam terlihat di wajah datarnya.

"Eh Ranka ada apa nih?" tanya Steff yang hanya di diamin oleh Ranka. Tatapan Ranka sekaranghanya terfokus ke arah Vaxie yang tengah makan dengan imutnya.

"Jangan senyum-senyum bang ntar kesambet setan." Ucap Steff namun saat Ranka menatapnya tajam dirinya langsung terdiam, ada rasa ketakutan saat Ranka menatapnya.

Vaxie yang ditatap terus oleh Ranka merasa risih. "Ada apa?" sembari menatap Ranka yang berdiri di samping Derri. "Akhirnya kamu lihat aku Xie." Ucapnya dengan nada rindu dan wajah yang sedih.

Deg

Apa-apaan ekspresinya itu?

"Ada perlu apa?" tanya Vaxie sekali-lagi degan nada datar seperti saat pertama kali bertemu dengan Ranka yang membuat hati pria itu sakit. "Jangan seperti ini Xie."

"Ayo kita bicara berdua." Ajak Ranka namun Vaxie menggelengkan kepala. "Gue gabisa masih ada urusan." Vaxie bangkit dari tempat duduknya, berdiri lalu hendak pergi dari sana namun tangannya dihentikan oleh Ranka.

"Tunggu."

"Lepasin Ran." Ucap Vaxie yang ingin melepaskan genggaman Ranka namun sangat erat. "Ayo kita bicara mengenai kesalahpaham ini." Ucapnya sekali lagi.

Ctas

Tiba-tiba Aldo berdiri lalu menyentak genggang tangan Ranka kepada Vaxie. Tatapan tajam Ranka langsung tertuju ke arah Aldo. "Dia udah bilang gamau jadi jangan di paksa."

"Ternyata seperti ini wujudmu." Mendengar ini Aldo mengenyit tidak tahu apa maksud perkataan Ranka. "Apa maksud lo?" sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian di kantin.

Namun sayangnya Ranka tidak menjawab pertanyaan Aldo, dia memilih mengikuti Vaxie yang berjalan keluar dari kantin bersama Steff.

"Jangan sakitin dia kalo gamau berurusan sama gue." Ucapan Aldo membuat langkah kaki Ranka berhenti. Ranka tersenyum lebar namun terlihat mengerikan. "Seharusnya gue yang bilang gitu." Mengikuti gaya bicara Aldo.

"Kalo lo ikut cambur, jangan salahin kalo gue bisa bikin lo mati dengan mudah." Berbisik yang hanya dapat di dengar oleh Aldo.

Aldo menatap tajam kepergian Ranka, ada yang aneh dengan laki-laki itu menurutnya. Tingkat Vaxie juga sangat aneh hari ini terutama eskpresi wajahnya saat melihat Ranka. Sepertinya Aldo harus mencari tahu mengenai hal ini.

"VAXIE JANGAN LARI GUE CAPEK." Ucap Steff yang mengejar Vaxie. "Ayo duduk dulu." Ajak Steff menyuruh duduk di salah satu bangku di taman.

"Hosh hosh kenapa lo lari deh?"

"Gapapa."

"Lo ada masalah apa sama Ranka Xie? Kayaknya kalian deket."

Deket? Dulu memang dia dekat namun sekarang berbeda. "Nggak."

"Tapi dia kaya kangen banget sama lo Xie, yakin kalian nggak kenal sama sekali sebelumnya?" tanya Steff namun Vaxie terdiam. "Nggak. Gue gakenal dia."

Deg

Ranka yang baru saja tiba di dekat mereka terdiam, hatinya terasa sakit, kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya, wajahnya mengeras tanpa sadar dia mengucapkan sebuah mantra yang menghentikkan waktu selama lima menit.

Vaxie menatap Steff yang terdiam seperti patung, "Steff.' Ucapnya memanggil nama temannya itu namun tidak di jawab. Vaxie melihat ke sekeliling dan semuanya mematung seakan waktu tengah berhenti. "Jangan-jangan?"

Vaxie berdiri, melihat kesekelilingnya lalu tatapannya tertuju kepada Ranka yang berada tepat di belakangnya. "Ranka!"

"Lo kan yang ngelakuin ini semua menghentikkan waktu?" tanya Vaxie dengan lantang namun Ranka tidak menjawabnya. Laki-laki itu berjalan dengan cepat kehadapan Vaxie. "Aku sakit."

"Selama ini aku merindukanmu namun kamu mencoba untuk melupakanku Xie." Wajahnya marah namun terlihat sangat sedih dengan satu tangan memegang dadanya. "Betapa sakitnya diriku saat menahan rasa rindu terhadapmu."

"Xie." Tatapan mata Ranka menjadi sendu.

"Ayo kembali bersamaku, mari hidup bersama selamanya."

ACADEMY MUSHLE of GENIUS PEOPLE IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang