ℙᗅℛͲ ͲᗯℰℕͲℽ Ͳᗯ❆

459 51 7
                                    

💚💚💚

Sehun menunggu dengan gelisah. Seharian dia tidak pergi ke mana-mana. Dia terus memperhatikan jam dinding di ruangannya. Ketika sore hampir menjelang, dia makin khawatir karena Luhan tak kunjung datang. Dia tidak tahu apa yang menjadi halangan pemuda itu. Benaknya sudah diisi berbagai prasangka.

Entah sudah berapa kali Sehun mengubah posisi. Terkadang duduk dengan tegang, melangkah bolak-balik sambil berpikir apakah terus menunggu atau dia yang mendatangi lagi Luhan ke klub. Terkadang dia berbaring di sofa, terus membangun pikiran positif di kepalanya.

Sudah ketiga kalinya Sehun bangun dari sofa, duduk gelisah sambil melirik jam dinding.

Sudah jam 5. Kenapa Luhan belum datang?

Batinnya galau.

Apa dia berubah pikiran?

Sehun bangun dan melangkah ke arah jendela kaca. Berdiri dengan tangan di saku celana. Matanya memandangi suasana sore kota Tokyo. Memikirkan langkah selanjutnya jika harapannya ternyata jauh dari yang diinginkan. Dia hanya berharap Luhan memberinya kesempatan, baik dalam urusan hati maupun dalam bisnis.

Selama beberapa menit menunggu dalam kecemasan, ketukan di pintu ruangan membuat jantungnya berdebar. Dia berbalik dan melihat sekretarisnya muncul. Seketika matanya berbinar menyaksikan sosok yang mengikuti di belakangnya.

“Bawakan minum untuk kami,” ujarnya pada sekretaris yang mengangguk mengiyakan.

Setelah sekretarisnya meninggalkan ruangan, Sehun melangkah mendekat dan secara impulsif memeluk Luhan yang ia tunggu-tunggu.

“Aku pikir kau berubah pikiran. Aku gelisah menunggumu,” ujarnya.

“Kau menungguku atau menunggu kerja sama kita?” tanya Luhan.

“Luhan …” Sehun melepas pelukan, menatap Luhan yang tersenyum. “Aku benar-benar menunggumu, bahkan jika kerja sama itu tidak pernah ada.”

Sekali lagi Luhan tersenyum. “Aku ada urusan jadi terlambat datang kemari,” ia menjelaskan.

“Tidak masalah. Ayo, duduklah,” ajak Sehun. Dengan wajah ceria, dia membawa Luhan untuk menempati sofa. “Kau sudah makan?” tanyanya.

“Makan siang sudah lewat,” jawab Luhan.

“Kalau begitu, nanti malam kita makan bersama.”

“Hmm.”

Luhan mengangguk kemudian membuka tas yang ia bawa. Beberapa berkas ia keluarkan dari dalam tas.

“Aku sudah membicarakan beberapa hal dengan orangku dan juga menemui seseorang yang akan sangat membantu kita. Di sini tertulis syarat yang aku minta. Kau bisa melihatnya dan mempertimbangkan setuju atau tidak. Aku tidak terburu-buru untuk menerima jawaban.”

Luhan menyodorkan berkas yang ia letakkan di atas meja.

Tanpa banyak kata, Sehun mengambil berkas dan meneliti isinya. Cukup lama dia memahami keseluruhan berkas sampai minuman yang ia minta terhidang di depannya. Diam-diam cukup salut pada syarat yang diajukan.

Dalam berkas tersebut, pihak Michellin Star menginginkan namanya yang dipakai setelah menggabungkan bisnis mereka. Secara tidak langsung, cabang dari Shen Zia akan menjadi milik Michellin Star, di bawah kekuasaan Luhan. Cerdiknya, posisi pimpinan akan tetap diisi olehnya namun secara kepemilikan, cabang Shen Zia sudah tidak memiliki hak sendiri. Mau tidak mau, dia harus mengurus hal itu. Melepaskan cabang dari perusahaan induk. Sekilas matanya melirik pada Luhan yang meraih cangkir dan mencoba menikmati minuman.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝓜𝔂 𝓢𝓮𝔁𝔂 𝑨𝒔𝒔𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒕 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang