Nekat Pergi

39 3 0
                                    

"SALAM DARI BINJAI!!" teriak Jevano yang tiba-tiba saja menendang pintu itu membuat kedua insan yang ada di dalamnya terlonjak kaget.

"Dasar monyet, gak tau etika. Balik ke kebun binatang saja sana," kata Haikal dengan kedua tangannya yang menyembunyikan luka di lehernya.

"Apa? Gua udah baik-baik buat ngucapin salam ya." Kedua tangannya lantas melipat di atas dada Jevano.

"Karepmu wes," ucap Haikal pertanda ia mau mengakhiri perdebatan sepele itu.

Marka yang sedari tadi diam, hanya mendengarkan ocehan mereka, kini ia meminta tolong pada Raden untuk membawakannya sebuah perban.

"Buat apa, bang?" Raden memasang wajah bingung untuk Marka.

"Ya, pokoknya ada. Ambilkan dulu sana," ucap Marka lembut.

Akhirnya, Raden menuruti perintah Marka. Raden berjalan ke arah lemari kamar yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Meraih kenop pintu dan memutarnya searah dengan jarum jam.

Raden mengacak-acak isi lemari itu, berusaha untuk menemukan apa yang Marka butuh kan. Setelah sedikit mengeluarkan niatnya untuk mencari benda yang dibutuhkan Marka itu, akhirnya ia berjalan ke arah Marka, dan memberikan perban itu ke tangannya.

"Emangnya buat apa sih, bang?" tanya Raden heran, sembaru menaikkan satu alisnya itu.

"Coba lihat sini, kalian semua," kata Marka menyuruh adik-adik nya itu mendekat padanya.

Saat mereka mendekat, alangkah terkejutnya mereka, masing-masing dari mereka memasang mata yang terbuka lebar.

"LO KECAKAR APA KAL?!" teriak Raden heboh. Sedangkan yang lainnya hanya mematung memandang cakaran di leher Haikal yang tak tau darimana asalnya.

Haikal hanya menggeleng kepalanya pelan, jujur saja ia tak tahu penyebab leher nya bisa tercakar.

"Lu tadi ada kerasa sesuatu yang nyakar gitu, gak?" tanya Jevano pada Haikal, dan akhirnya Haikal hanya menjawab dengan gelengan kecil.

"Tiba-tiba aja leher gua kena cakar gini. Gua gatau penyebab nya, asli."

"Positive thinking aja, guys. Bisa aja Haikal ke cakar benda tajam terus Haikal nya gak sadar," kata Marka mencoba untuk berpikir positif.

"Gak mungkin," kata seseorang yang tak lain itu adalah Candra.

"Aku juga ngalamin hal yang sama seperti Bang Haikal, itu saja berkali-kali," jata Candra sambil menunjukkan cakaran di perutnya.

"Gak cuma itu saja. Ini juga, tapi bedanya ini lebam," lanjut Candra sambil menunjukkan lebam di pergelangan tangannya.

"Kok gua baru tau? Kok lo gak ngomong sih?!" panik Cakra, sambil mengambil pergelangan tangan Candra untuk melihat lebam pada pergelangan tangan si adik.

"Maaf, soalnya gua gak mau kalian khawatir. Tapi intinya, masing-masing dari kita sudah mengalami peristiwa yang terbilang itu sudah gak normal."

"Bener apa yang Candra bilang. Masing-masing peristiwa yang sudah kita alami itu aneh. Gua rasa ini pertanda sesuatu yang jauh dari kata aman," jawab Marka serius.

"Malam nanti, satu orang ikut gua ke perpustakaan umum," kata Jevano tiba-tiba yang membuat Raden memelototkan matanya.

"Lu yakin? Kalau lu ketahuan sama pihak rumah sakit, yang ada malah dihukum," kata Raden.

"Yakin seratus persen. Jadi, siapa yang mau ikut gua?"

"Gua."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Teriakan di BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang