(06.10 WIB)
"Gila cape banget gua cok, ga ngotak banget rute jalan sehat nya!" protes Haikal pada teman temannya yang sedang duduk di lantai.
"Lah? Katanya anak tonti? Anak tonti itu ga kenal lelah. Kok lu begini? Apa jangan jangan lu tonti jadi jadian?" sindir Marka pada Haikal.
"Apasih! Tonta tonti tonta tonti terus. Iri bilang dek," jawab Haikal dengan nada nya yang sombong.
"Gak. Najis. Masa seorang Marka ini iri dengki kepada binatang?" lanjut Marka.
"Mulut lo dijaga deh! Yang paling tua, tapi sikapnya kayak embrio," sindir Raden pada Marka.
"Iya mah, maafin aku yah," goda Marka sambil menaik turunkan alisnya itu pada Raden.
Raden yang melihat Marka bertingkah seperti itu, hanya memutar kedua bola matanya malas. Jelas sekali di wajah Raden bahwa ia tersiksa berteman dengan Marka, apalagi si setan satu itu, alias Haikal.
"Gausah alay. Pantes masuk rumah sakit jiwa,"kata Raden dengan nadanya yang bisa menohok hati mungil Marka.
"Tapi, kan lo juga sekarang di rumah sakit jiwa?" kata Marka yang membuat Raden merasa terpojok. Kini sikap cool dan badass nya itu menguap entah kemana.
"Beda lagi. Gue sebenarnya gak gila, cuma penasaran aja sama rumah sakit jiwa itu gimana. Eh ternyata kaya gini ya. Isinya setan semua. Nyesel banget gue."
"Jangan gitu dong bang, gini gini, kita yang nemenin lu dari awal ya! Gausah ngelunjak," ucap Cakra pada Raden.
"Iya iya. Gue bercanda aja kok. Gausah pada baperan deh lu pada."
"Masalahnya bang, lu kalau bercanda pedes banget. Gue udah rapuh banget kalau dikata kataiin sama elu. Candaan lu ga pantes buat gue yang imut dan baperan ini," sela Jevano tiba tiba.
"Hah? Apaan sih Je? Kok imut? Gak nyambung. Pantes juga masuk rumah sakit jiwa. Kembarannya Marka Haikal ternyata," ejek Raden pada Jevano.
Sekali buka mulut saja, Raden sudah bisa menewaskan banyak korban karena kata kata pedas nya itu yang bisa membuat hati mungil orang lain terpecah belah,yang mungkin memerlukan waktu yang cukup lama untuk hati mungil mereka tersatu kembali.
"Kan, baru aja dibilangin! Bang, saran aja nih, omongan lu pedes nya kurangin dikit deh, eh- kurangin banyak," sambung Jevano lagi.
"Gak bisa, ini sudah sesuai kriteria," jawab Raden.
"Terserah bang. Cape gua," sambung Jevano.
Bintang yang sedari tadi menyimak percakapan mereka itu, dalam benaknya terlewat sesuatu yang membuat nya sangat penasaran.
"Eh bang, kalian nyadar, gak sih? Kalau nih rumah sakit jiwa agak aneh gitu," sela Bintang pada teman teman sekamarnya itu, mencoba untuk meyakinkan mereka bahwa rumah sakit jiwa ini selalu aneh.
Haikal lalu mengangguk heboh, tanda ia juga merasakan hal yang sama dengan Bintang.
"Iya anjir! Ni rumah sakit jiwa lebih aneh daripada kata aneh. Pokoknya aneh banget!" kata Haikal dengan setiap tekanan per kata nya.
"Gue juga ngerasa aneh. Setiap malem, ada aja yang teriak teriak. Gak cuma malam aja, siang sama sore kadang kadang ada," sambung Raden.
"Coba kalian ceritaiin satu satu pengalaman di rumah sakit jiwa ini yang menurut kalian itu aneh," pinta Marka selaku yang tertua disana.
"Dimulai dari gue ya, bang," kata Bintang, yang termuda diantara mereka bertujuh.
Lalu perkataan disetujui oleh teman temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teriakan di Bandung
Mystery / Thriller"Kita bakal bertujuh terus, kan?" "Gue gatau pasti, tapi gue harap begitu." "Kita akan tetap 7, selalu lengkap."