Chapter 18 : Unicorn yang Malang

33 5 0
                                    

"Kau selalu berada di perpustakaan tapi PR herbologi mu masih kosong?" Nina mengunyah makan siangnya sambil melihat Yugata yang sibuk menulis di kertas tugas. "Aku mengumpulkan pencarianku di perpustakaan dan ini baru akan ku tulis." Jawab Yugata yang sudah mahir menulis dengan pena bulu -terima kasih kepada Snape yang terus menghina tulisan ceker ayamnya.

Sebetulnya tidak hanya Yugata yang masih mengerjakan tugas herbologi, Seamus, Ron, Si Pelupa Neville, bahkan anak emas Gryffindor -Harry Potter belum menyelesaikan tugasnya.

Nina namun terus menceramahi Yugata karena menurutnya Yugata terlalu banyak membaca hal-hal yang tidak penting di perpustakaan. Tentu saja Yugata tidak bisa mengatakan bahwa ia membaca buku yang menurutnya tidak penting itu untuk memberikan informasi pada para shinobi, jadi ia hanya terus menyeringai geli dan menjawab bahwa "Aku butuh hiburan, Nina."

"Tidak ada buku yang tidak penting, Nina." Saut suara anak perempuan yang duduk di seberang Yugata membela. Hermione dengan buku yang lebarnya bisa menutupi setengah badan anak itu menatap Yugata dan Nina. "Kan, Coba kau dengar Hermione, Nina. Bacaanku pasti ada gunanya." Timpal Yugata memberikan senyum terima kasih pada Hermione.

Nina hanya menghela napas dan lanjut menikmati makan siangnya. Yugata membereskan kertas dan pena bulunya setelah memastikan tinta di tugasnya sudah kering, menghabiskan roti isi yang masih tersisa di piring. Ia melihat Hermione yang terus fokus dengan bukunya, banyak siswa Gryffindor yang kesal padanya. Bukan hanya pada Hermione tapi juga Harry dan Ron yang sering melanggar jam malam siswa, membuat mereka sering mendapat tatapan sinis terutama dari siswa yang lebih tua.

"Apa yang kau baca, Hermione?" Tannya Yugata dengan mulut penuh dengan roti yang belum ia kunyah. "Hanya bacaan ringan." Jawabnya cepat. Ia lalu kembali berbisik-bisik dengan Ron dan Harry yang duduk tidak jauh darinya.

Yugata perlahan mengurangi kecepatannya mengunyah potongan roti isi dan sup kacangnya. Ia juga mengeluarkan buku tentang hewan gaib dari tasnya untuk mendengarkan percakapan trio yang sepertinya memiliki misi rahasia itu.

Yugata kembali mengingat bagaimana ia melihat Harry dan Ron bersembunyi di balik jubah tembus pandang bodoh mereka pada saat libur musim dingin kemarin, tidak mengetahui bahwa Yugata bisa melihat mereka dengan mata riugan yang ia aktifkan saat patroli di malam hari. Terlebih aksi Harry yang menyelinap masuk ke bagian terlarang perpustakaan di malam hari. Yugata dan Raka hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat itu semua dari wujud elangnya yang sedang berpatroli di malam hari.

"Batu bertuah, tentu saja itu yang mereka jaga. Semua cocok, Luka di kaki Snape dan manfaat dari batu itu, pasti dia ingin mencurinya." Bisik Hermione menunjukkan bukunya pada Harry dan Ron, Yugata semakin memperlambat kunyahannya saat mendengar kata batu yang ia curigai berada di lorong terlarang beserta nama walinya yang disebut akan mencuri batu itu. "Batu itu bisa memproduksi eliksir kehidupan, ramuan yang bisa memberikan hidup yang panjang bahkan keabadian." Lanjut Hermione semakin berbisik.

'Oh, ini bukan sesuatu yang baik bagi dunia shinobi. Bayangkan jika mereka tahu tentang laboratorium Orochimaru dan keberadaan Jinchuriki.' Yugata mendengar kata-kata Raka dengan seksama. Ia tidak menyangka keabadian menjadi sesuatu yang sangat dicari. Yugata tersadar dari lamunannya saat Hermione, Harry dan ron berdiri secara tiba-tiba meninggalkan aula.

Yugata memandang mereka keluar dari aula dengan pandangan menyelidik. Segera ia menyelesaikan makan siangnya dan bergegas ke ruang bawah tanah untuk menemui Snape, berharap ia mempunyai jawaban yang berguna.

'Dia pasti akan menghinamu, mengganggunya sepagi ini.' Ucap Raka saat Yugata mengetuk ruang kelas ramuan. Dengan tarikan kasar Snape berdiri di balik pintu menunduk memandang Yugata jengkel. "Sarapanmu kurang enak?" Tanyanya dengan nada sombong.

Yugata menggeleng "Aku ingin bertanya." Jawabnya masuk ke ruang kelas tanpa dipersilahkan. "Kau bisa buat ramuan eliksir kehidupan?" Tanya Yugata cepat menatap Snape dengan tajam, mengintrogasinya dengan gaya Anbu.

"Apa maksudmu?" Rahang Snape mengeras dengan mata melotot. "Kau dengar pertanyaanku, Profesor. Aku perlu tahu apakah waliku benar seorang ahli ramuan handal." Yugata menurunkan nada bicaranya dengan senyum jahil, berusaha mengurangi ketegangan Snape.

Snape memutar matanya malas. 'Tentu aku bisa, jika aku memiliki batu bertuah." Ucapnya kali ini datar. "Dan apakah kau ingin mendapatkan batu itu, Profesor?" Yugata berbisik, kali ini mencondongkan tubuhnya ke arah Snape dengan wajah jahil.

"Sekali lagi kutanya, Hayashi." Bola mata hitamnya memandang Yugata penuh benci. "Apa. Maksud. Pertanyaanmu?" Lanjutnya dengan nada mengintimidasi.

Yugata tidak menjawab, ia mengamati mata Snape yang penuh amarah dan benci lalu mengangguk. "Aku hanya baru saja selesai membaca buku mengenai benda-benda sihir, kupikir akan keren jika waliku bisa meramu elixir kehidupan." Jawabnya masih memandangi Snape.

"Kau memang tidak pernah diajarkan orang tuamu sopan santun! Kau datang dan masuk ke ruanganku tanpa undangan, lalu kau meremehkan kemampuanku! Keluar dan 50 poin diambil dari Gryffindor!" Teriak Snape dengan tangan yang menunjuk pada pintu di samping Yugata.

Dengan anggukkan kepala Yugata tersenyum dan meninggalkan ruang kelas ramuan. Pikirannya masih menimbang raut dan nada bicara Snape selama ia berjalan menuju ruang kelas mantra. 'Unicorn dan batu bertuah, semua menjamin hidup panjang kan? Apa menurutmu makhluk di hutan itu juga dia?' Pertanyaan Raka terus berputar di pikiran Yugata hingga ia hampir sampai di ruang kelas transfigurasi.

Memanfaatkan lorong yang sepi, Yugata membuat bunshin dan mengirimnya berkeliling Hogwarts dalam bentuk burung gereja sementara ia mengikuti kelas.

Yugata terbang melewati dedalu raksasa yang baru saja menghajar habis seekor tupai, membuat Yugata bergidik menjauh menuju gubuk Hagrid dan bertengger di sana. Ia memperhatikan keadaan sekitar kastil yang terlihat tenang karena seluruh siswa sedang mengikuti kelas.

Hagrid terlihat sibuk mengangkat sekop dan beberapa karung kosong di pundaknya, Yugata yang tertarik mengikuti Hagrid berjalan menuju hutan terlarang. Sinar matahari perlahan tertutup oleh rindangnya daun di dalam hutan, menyisakan sedikit cahaya untuk sedikit menerangi jalan yang dilalui Hagrid.

Hagrid terus berjalan lebih jauh ke dalam hutan hingga akhirnya ia berhenti setelah berjalan selama sepuluh menit. Yugata bertengger di sebuah dahan pohon yang kurang lebih berjarak empat meter dari tempat Hagrid berdiri. Ketika Hagrid menundukkan badannya untuk menaruh peralatan yang ia bawa, Yugata bisa melihat seekor unicorn pucat yang tergeletak mati di depan penjaga kunci Hogwarts itu.

Yugata terbang mendekat, mendarat di samping peralatan Hagrid. "Halo burung kecil, maaf kau harus melihat ini." Suara kasar Hagrid terdengar saat ia melihat seekor burung kecil yang berkicau pelan.

Hagrid menghembuskan nafas kasar sambil mengayunkan sekopnya ke tanah, menggali lubang untuk mengubur unicorn yang malang itu. "Aku sudah beritahu Profesor Dumbledore tentang ini, burung kecil. Dia bilang Profesor Quirrell akan membantuku menjaga unicorn-unicorn malang ini, tapi dia hanya menyuruhku untuk menyematkan penanda pada unicorn-unicorn yang tersisa supaya aku tahu dimana semua unicorn di wilayah hutan ini." Suaranya sangat terdengar sedih dengan air mata yang membasahi wajah dan jenggotnya.

Yugata terus berkicau memancing Hagrid untuk terus berbicara seolah-olah ia benar-benar seekor burung yang memang hidup di hutan ini. Hagrid dengan mudah mengangkat unicorn yang kehabisan darah itu lalu menaruhnya di lubang besar yang ia gali, berkali-kali ia mengusap air matanya dengan kain yang ia bawa.

"Tapi lihatlah burung kecil, ini unicorn kesembilan yang ku kubur. Penanda itu sama sekali tidak membantuku melindungi mereka, tapi itu hanya mempermudah untukku menemukan mayat-mayat unicorn ini." Ia terisak keras saat menutup lubang.

Yugata terbang mengelilingi area unicorn itu ditemukan, berusaha memecahkan apa yang memangsa makhluk seindah unicorn. Hingga matanya melihat sesuatu yang aneh di balik sebuah pohon. Ia mendarat pada sebuah akar besar untuk melihat lebih dekat, di sana ia melihat jelas robekan kain berwarna ungu gelap yang sangat mengingatkannya pada Profesor Quirrell. Dengan cepat ia terbang dengan mencapit kain itu menuju kastil.


Harry potter dan seluruh karakter serta dunianya milik J. K. Rowling

Naruto dan dunianya milik Masashi Kishimoto

Hidden Shinobi and The Half Blood PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang