Valentine menarik selimut menutupi tubuhnya, matanya terpaku menonton permainan dua laki-laki dihadapannya. Suara gemuruh pertempuran digital terdengar dari layar besar, mengisi ruangan dengan energi yang hidup. Max dan Vincent tengah asyik memainkan PS5 yang baru saja dibeli sore tadi.
Max, dengan ekspresi serius, menggerakkan stik kontroler dengan lincah, sesekali melirik ke arah Vincent yang duduk di sebelahnya. Vincent, meskipun lebih muda, tidak kalah gesitnya.
Vincent tertawa lepas ketika berhasil memenangkan sebuah ronde, "Yes! Kena, tuh!" serunya penuh semangat, tangan kecilnya meninju udara.
Valentine mengerling ke arah jam dinding, yang menunjukkan pukul 11:28 malam, "Kalian berdua nggak capek?" tanyanya lembut, meski dalam hati merasa senang melihat interaksi hangat antara dua orang yang ia sayangi.
"Enggak, Ce!" Vincent menjawab cepat, matanya tidak lepas dari layar, "Ko Max udah hampir kalah, jadi aku harus kasih pelajaran!" katanya dengan nada penuh percaya diri.
Max terkekeh, lalu mengacak rambut Vincent dengan tangan bebasnya, "Jangan terlalu percaya diri, Vince," ucapnya sambil menghindari serangan di layar, "Saya belum ngeluarin jurus andalan saya."
Valentine menahan tawa melihat kedua laki-laki itu bercanda. Ia menyandarkan kepala di bantal, "Tapi jangan sampai lupa waktu ya. Besok pagi katanya mau ke pantai."
Max menoleh sejenak ke arah Valentine, tersenyum lembut, lalu kembali fokus ke permainan. "Tenang aja, sayang. Kita cuma mau main satu ronde lagi."
Vincent mengangguk cepat, meskipun jelas sekali bahwa ia berharap bisa bermain lebih lama lagi. "Satu ronde aja, Ce Val. Janji!"
Valentine menghela napas kecil tapi senyum masih terukir di wajahnya, "Oke, satu ronde lagi. Tapi habis itu, tidur ya," katanya dengan nada setengah mengancam.
Setelah beberapa menit yang penuh ketegangan di layar, ronde terakhir akhirnya selesai dengan Vincent keluar sebagai pemenang, "Yes! Aku menang lagi!" seru Vincent dengan penuh kebanggaan.
Max tertawa kecil dan meletakkan kontrolernya, "Hebat, Vince. Sekarang, waktunya tidur."
Vincent mengerutkan kening sejenak tapi akhirnya mengangguk, "Oke, Ko Max. Tapi besok kita main lagi ya?"
Max mengangguk, lalu beranjak dari tempat duduknya, "Pasti, tapi sekarang waktunya istirahat."
Vincent beranjak menuju kamarnya, yang sebelumnya adalah gudang kecil. Namun, ruangan itu disulap menjadi kamar yang nyaman setelah ia tahu adiknya akan tinggal di sini selama liburan.
Sementara itu, di ruang tengah, Valentine, yang sudah hampir terlelap, tersenyum lembut mendengar percakapan mereka. Valentine merasa hangat, damai, dan bahagia melihat interaksi manis antara Max dan Vincent.
Max mendekati sofa, lalu duduk di samping Valentine, "Kamu udah ngantuk, ya?" tanyanya lembut, suaranya penuh perhatian.
Valentine mengangguk pelan, matanya mulai berat, "Sedikit. Tapi senang lihat kalian berdua akur," jawabnya sambil memejamkan mata.
Tanpa banyak kata, Max beralih mengangkat tubuh Valentine dengan lembut. Ia membawanya ke kamar mereka, langkah-langkahnya hati-hati agar tidak membangunkan Valentine sepenuhnya.
Setibanya di kamar, Max meletakkan Valentine di kasur dengan hati-hati, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Mata Valentine hampir tertutup sepenuhnya, tapi Max tahu ia masih setengah terjaga.
"Sayang," panggil Max dengan suara lembut, tangannya masih menyentuh lembut pipi Valentine.
"Hmm?" jawab Valentine bergumam pelan, mencoba melawan rasa kantuknya yang semakin kuat.
Max menatap Valentine dengan penuh kasih, matanya berbinar dalam remang kamar, "Sebenernya, saya kangen kamu," ucapnya, suaranya sedikit berbisik.
Valentine membuka matanya sedikit lebih lebar, menatap Max dengan keheranan manis, "Kan setiap hari kita ketemu, Maxie," jawabnya, sedikit bingung dengan pernyataan Max.
Max tersenyum, namun ada kerinduan yang terpancar dari sorot matanya. "I miss the sound of you moaning my name, Val," bisiknya lembut, suaranya dalam dan menggoda, "I miss making you constantly ask me to make you scream for pleasure."
Wajah Valentine memerah mendengar kata-kata Max. Meski masih setengah mengantuk, ia merasakan kehangatan merayap di wajahnya. Valentine menelan ludah, lalu berbisik kembali, "No, Maxie, we can't do it now, Vincent is here," jawabnya dengan suara pelan, mencoba menahan rasa yang mulai timbul.
Max tersenyum, lalu beralih mengecup bibir Valentine dengan lembut, memberikan lumatan-lumatan kecil. Valentine merespons, matanya terpejam menikmati bagaimana bibir Max bergerak menguasai bibirnya.
Max benar-benar tahu cara bagaimana membuat Valentine menyerah pada perasaannya. Max melumat bibir Valentine dengan semakin dalam, membuat jantungnya berdegup kencang. Valentine resistensi perlahan memudar, dan ia mulai merasa terbawa oleh perasaan yang semakin menguat.
Valentine menarik diri dengan lembut, meletakkan tangannya di dada Max, "Maxie...," bisiknya dengan napas yang masih tersengal, "Please... Vincent ada di sini."
Max menatapnya dengan mata yang penuh pengertian, namun juga dengan rasa tidak puas yang tak bisa disembunyikan. Max mengangguk pelan, lalu mengecup dahi Valentine dengan penuh kasih, "Baiklah, sayang," ujarnya, suaranya kembali lembut dan penuh kehangatan.
Valentine mengangguk pelan, lalu kembali berbaring dengan nyaman. Max menarik selimut menutupi tubuhnya, memastikan ia merasa hangat dan aman sebelum akhirnya mematikan lampu.
"Good night, Maxie," bisik Valentine, sebelum matanya tertutup sepenuhnya, dan ia tenggelam dalam tidur yang tenang.
"Good night, Val. I love you," balas Max dengan lembut, lalu ia berbaring di samping Valentine, memeluknya dengan erat.
💐🍪💐🍪💐🍪
udah 20 part dan 5 ribu pembaca, gimana book ini gusy? apakah seru??? apakah kalian eNJOYYYYY????? terima kasih banyak banyak buat yang selalu vote n comment cerita gabutku ini yah, vomment kalian berarti banget buat aku (muah)
lop you pul <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Val
FanficAwalnya Max tidak ingin memiliki pacar dalam waktu dekat, namun karena pertemuan tidak disengajanya dengan Valerie membuat hatinya bergejolak. ©2024, written by neverraven.