"Nice to meet you, Mrs. Hawthorne," sapa Vincent dengan sedikit gugup saat pertama kali bertemu Esme. Dengan sopan, ia mengambil tangan Esme dan menciumnya lembut.
Esme tersenyum lembut, menatap Vincent dengan penuh perhatian. Ada kilatan keibuan dalam matanya, dan walaupun baru pertama kali bertemu dengan Vincent, Esme sudah bisa merasakan kehangatan dalam diri pemuda itu. Tanpa ragu, Esme menarik Vincent ke dalam pelukan, "Welcome, Vincent. I'm glad to finally meet you," ujarnya dengan nada ramah.
Vincent sedikit terkejut oleh kehangatan tersebut, tetapi dengan cepat ia membalas pelukan itu, merasa lega bahwa Esme, ibu dari kekasih kakaknya, begitu hangat dan terbuka, "Terima kasih, Mrs. Hawthorne," jawab Vincent, suaranya masih sedikit gugup tapi penuh rasa hormat, "I'm also happy to be here."
Valentine, yang sejak tadi berdiri di samping Vincent, tersenyum lebar melihat interaksi pertama antara ibu Max dan adiknya. "Hai, Ma," sapa Valentine, kemudian beralih memeluk Esme dengan penuh kasih.
"Hai darling, how are you?" tanya Esme, tangannya dengan lembut mengusap punggung Valentine, menatap Valentine dengan kehangatan yang hanya bisa dimiliki seorang ibu.
"Aku baik, Ma. Gimana keadaan Mama?" balas Valentine dengan senyum ceria, terlihat senang bisa berkumpul lagi bersama keluarga.
"Tidak pernah sebaik ini," jawab Esme dengan tawa kecil yang lembut. "Kalian pasti lapar, ayo masuk. Makan malam sudah siap," lanjutnya sambil menggandeng lengan Valentine, mengarahkan mereka masuk ke rumah yang hangat dan nyaman.
Valentine tersenyum hangat, pipinya sedikit memerah mendengar kehangatan dalam suara Esme. Valentine melirik ke arah Vincent yang masih sedikit canggung, tetapi terlihat lega setelah pertemuan pertama dengan Esme berjalan dengan baik. Bagaimanapun, ini adalah pertemuan penting bagi Vincent—bertemu dengan keluarga pacar kakaknya yang juga akan menjadi keluarganya suatu hari nanti.
Sebelumnya, saat Valentine dan Vincent sedang berbelanja sore ini, Max, memberi tahu bahwa kedua orang tuanya, termasuk Esme, mengundang mereka untuk makan malam di rumah keluarga Max. Ini adalah kali pertama Vincent bertemu dengan keluarga Max secara langsung, jadi momen ini terasa sangat spesial dan sedikit mendebarkan bagi Vincent.
Saat mereka berjalan masuk, suara pintu depan terdengar terbuka. Langkah kaki berat menggema di lantai kayu, dan dari balik pintu muncul Phoenix, ayah Max dan suami Esme. Phoenix adalah pria yang tinggi dan berwibawa, rambutnya sedikit beruban, namun wajahnya tetap memancarkan ketegasan. Phoenix baru saja tiba dari perjalanan bisnis panjang, namun senyumnya hangat saat melihat keluarganya berkumpul.
"Maaf, aku sedikit terlambat," ucap Phoenix dengan suara dalam yang ramah, sambil melepas jasnya dan menggantungkannya di dekat pintu.
Esme segera menghampiri suaminya dan memeluknya dengan erat, "Tidak apa-apa, yang penting kamu di sini sekarang," jawab Esme lembut, matanya berbinar penuh cinta. Esme sangat merindukan Phoenix setelah beberapa hari suaminya pergi.
Max, yang berdiri di atas tangga, turun dengan senyum lebar. Tatapannya langsung tertuju pada Valentine, kekasihnya, yang mengenakan dress hitam sederhana namun elegan. Max berhenti sejenak, matanya menyelidik Valentine dengan penuh kekaguman. Wajah Max seolah bersinar ketika melihat kekasihnya.
"You look very beautiful tonight, baby," ucap Max dengan nada lembut, senyumannya menambah kehangatan suasana.
Valentine tersipu, pipinya memerah oleh pujian kekasihnya, "Thank you," balasnya pelan sambil tersenyum, rasa cinta terpancar dari matanya.
Vincent yang berdiri di samping mereka hanya bisa tersenyum melihat interaksi romantis kakaknya, "Dunia serasa milik berdua, ya," godanya dengan nada ringan, berusaha mencairkan suasana.
Max tertawa kecil dan merangkul Vincent dengan akrab, "Iri aja kamu," balasnya dengan nada bercanda sambil menepuk-nepuk bahu Vincent.
Phoenix, yang baru saja bergabung dengan mereka, tersenyum melihat interaksi itu, "Vince, tenang saja, nanti giliranmu," kata Phoenix sambil tertawa kecil. Phoenix adalah pria yang tegas, namun di balik sikapnya yang serius, ia selalu tahu bagaimana membuat suasana menjadi lebih santai.
Vincent tersenyum malu, tapi merasa semakin nyaman. Meskipun ini pertemuan pertama dengan Phoenix, ia merasa diterima dengan hangat, "Terima kasih, Mr. Hawthorne," jawab Vincent dengan sopan, matanya menatap Phoenix dengan rasa hormat.
"Panggil Papa saja, Vince."
Esme, yang memperhatikan interaksi mereka, merasa bahagia melihat bagaimana semua orang berkumpul dengan penuh kehangatan, "Ayo, semuanya ke ruang makan. Aku sudah menyiapkan makan malam. Phoenix, kamu pasti lapar setelah perjalanan panjang," katanya sambil menggandeng lengan suaminya.
"Aku selalu lapar untuk masakanmu, Sayang," jawab Phoenix dengan senyum penuh arti, membuat Esme tertawa kecil.
Mereka semua berjalan menuju ruang makan yang sudah ditata dengan rapi. Meja makan dipenuhi dengan hidangan rumahan yang menggugah selera, aromanya memenuhi ruangan. Cahaya lampu yang hangat memantulkan kilauan di atas meja makan yang elegan namun intim, menciptakan suasana yang nyaman dan penuh cinta.
Makan malam pun dimulai, diiringi dengan percakapan ringan yang penuh tawa. Phoenix berbagi cerita tentang perjalanan bisnisnya, sementara Esme mengajukan beberapa pertanyaan kepada Vincent, ingin tahu lebih banyak tentang dirinya. Max dan Valentine sesekali saling berpandangan dengan penuh cinta, dan Vincent mulai merasa lebih nyaman di tengah-tengah keluarga hangat ini. Makan malam itu menjadi momen yang spesial, tidak hanya sebagai pertemuan pertama Vincent dengan keluarga Max, tetapi juga sebagai malam yang penuh kebersamaan, cinta, dan kebahagiaan.
💐🍪💐🍪💐🍪
tunggu chapter depan kita berHOT HOT ria guys!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Val
FanficAwalnya Max tidak ingin memiliki pacar dalam waktu dekat, namun karena pertemuan tidak disengajanya dengan Valerie membuat hatinya bergejolak. ©2024, written by neverraven.