Valentine berdiri di depan meja rias, menghapus make-up dengan gerakan lembut namun teratur, menikmati sensasi segar yang menyapu wajahnya. Setelah seharian penuh, rutinitas malam ini seolah menjadi momen yang menenangkan. Valentine bersyukur telah membawa pouch make-up dan skincare-nya.
Permintaan Phoenix agar mereka bermalam di rumahnya, membuat Valentine tak bisa menolak. Meski Max bisa dengan mudah mengantarkannya pulang, ia memilih mengikuti keinginan ayah Max. Lagipula, Phoenix memang punya karisma yang sulit diabaikan—tegas, tapi dengan sentuhan lembut yang menunjukkan bahwa dia peduli.
Senyum kecil muncul di wajah Valentine saat mengingat bagaimana Phoenix memaksa mereka tinggal. Valentine menyimpan pouch make-up ke dalam tas dengan hati-hati, merasa lega setelah menyelesaikan ritual malamnya.
Di kamar tamu, Vincent sudah tertidur lelap. Laki-laki itu sedikit mabuk setelah beberapa gelas anggur yang disuguhkan Phoenix. Valentine tahu Vincent akan baik-baik saja, berbeda dengan dirinya, ia tidak diberi izin oleh Max untuk minum malam ini.
Tak lama kemudian, Max masuk ke kamar. Saat pandangannya menangkap sosok Valentine yang masih berdiri di depan cermin, sejenak ia tersenyum tipis, sebuah senyuman yang hanya Valentine bisa pahami. Tanpa suara, Max mendekat, melingkarkan tangannya di pinggang Valentine dari belakang, menariknya ke dalam pelukan hangat yang akrab.
"Saya kangen kamu, Val," bisiknya lembut, suaranya dalam dan terdengar sarat dengan kerinduan yang begitu nyata.
Valentine tersenyum, merasakan getaran hangat yang memancar dari Max, "Aku juga kangen kamu, Maxie," balasnya pelan, suaranya lembut dan penuh kasih. Ia memiringkan kepalanya sedikit, memberikan Max ruang lebih untuk mengecup lembut lehernya. Ciuman kecil itu terasa intim, seperti bahasa tanpa kata yang hanya mereka berdua mengerti.
Tangan Max bergerak menyingkap dress yang dikenakan Valentine, tangannya bergerak menyentuh pantatnya yang benar-benar terbebas. Plak! Max menampar pantat Valentine, menyebabkan rona kemerahan tercetak jelas dikulit putih perempuannya.
"Akh!" pekik Valentine.
Max menggesekkan jarinya di kewanitaan Valentine yang masih tertutup celana dalam. Valentine membuka pahanya lebih lebar, memberi akses kepada Max untuk menyentuhnya lebih dalam. Rasa geli menjalar ditubuh Valentine begitu prianya menekan clitorisnya dari luar celana dalam.
"Ngh sayang!"
Max menurunkan celana dalam Valentine yang sudah sangat basah, kemudian berjongkok dihadapannya. Wajah Max langsung bertemu dengan kewanitaan Valentine yang sangat becek, "Baru dipegang dari luar udah sebasah ini kamu, Val."
Valentine tidak menjawab, ia mengigit bibir bawahnya begitu Max menenggelamkan wajahnya dibelahan kewanitaannya, "Oh my... Maxie!" pekik Valentine begitu ia rasa cairannya baru saja keluar menyembur membasahi wajah Max.
Max terkekeh pelan, menyeka wajahnya menggunakan tissue. Valentine yang masih lemas hanya bisa bertumpu dimeja rias.
"Manis, kamu manis sekali, Val."
Valentine tersipu malu, menarik pria yang masih berpakaian lengkap itu dan menciumnya. Tangan Valentine tidak tinggal diam, pelan-pelan melepas semua kancing pada kemeja yang dikenakan Max, "Kamu curang, Max."
Valentine melepas kemeja sialan itu dari tubuh kekar Max, mengelus otot perut Max yang tercetak dengan jelas. Valentine merasa sangat beruntung menjadi kekasih Max. Setelah berhasil melepas kemeja Max, Valentine beralih melepaskan celana yang melekat ditubuh prianya.
Valentine mengocok pelan penis Max yang sudah menegang, "Masukin sekarang ya?" tanya Valentine membuat Max bersemangat 45.
Max membaliknya tubuh Valentine, membuat mereka menatap tubuh keduanya didalam pantulan cermin meja rias. Max mendorong sedikit Valentine untuk membungkuk, menampar pantat Valentine pelan sebelum menggesekkan penisnya.
"As you wish, Val."
Tanpa aba-aba Max memasuki kewanitaan Valentine, membuat perempuan itu memekik kesakitan. Valentine terus mendesah keras begitu Max memaju mundurkan tubuh, mendorong keras yang menyebabkan tubuh Valentine terantuk-antuk.
"Aakh, Max! Nggh, faster please..."
"Ngh geli banget, Max."
"Aaaahh, saya mau keluar, Val," desah Max merasakan dirinya sebentar lagi akan meledak.
"Keluar di dalem aja, please..." ucap Valentine membuat semakin gencar memaju mundurkan tubuhnya.
Plok plok plok! Suara pertemuan tubuh keduanya semakin keras terdengar, Max meremas pinggul Valentine sebelum mengeluarkan cairan spermanya didalam kewanitaan Valentine. Valentine dapat merasakan perutnya menghangat.
"Thank you, babe."
Valentine mengangguk lemah, tubuhnya benar-benar habis digempur oleh Max.
💐🍪💐🍪💐🍪
aku kangen menulis...
maaf ya akhir-akhir ini aku jarang update,
aku lagi kena bom tugas (hiks...)
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Val
FanfictionAwalnya Max tidak ingin memiliki pacar dalam waktu dekat, namun karena pertemuan tidak disengajanya dengan Valerie membuat hatinya bergejolak. ©2024, written by neverraven.