3rd. Plot Twist

201 28 6
                                    

Sama seperti Jule, Caca juga sundanese. Dia lahir dan dibesarkan di Bandung. Namun, ketika SMA dia bersekolah di Tasikmalaya karena ikut neneknya. Lalu setelah sang nenek meninggal dia diterima di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan berkuliah di sana selama empat tahun lebih sedikit. Selama di Jogja, Caca sering explore tempat-tempat di sana karena memiliki kendaraan pribadi.

Biasanya dia pergi bersama teman-teman kuliahnya gitu waktu akhir pekan atau pas libur kuliah. Makanya dia paham betul sudut-sudut kota Yogyakarta. Sayang sekali, meski dia sudah cinta dengan Yogyakarta dan kenangan bersama teman-temannya di sana, Caca tidak bisa menetap lebih lama. Selain karena bukan asli orang sana, Caca juga tidak suka dengan UMR daerah yang kata orang setiap sudutnya istimewa itu.

Akhirnya selepas kuliah dia kembali pulang ke Bandung lalu bergabung dengan TSL enam bulan setelah dirinya lulus kuliah.

Caca ini nggak pernah menyangka akan diterima di TSL karena dia merasa kurang pengalaman. Seminggu setelah wawancara dia kaget saat mengetahui namanya masuk di dalam daftar karyawan baru yang diterima. Cewek itu sampai terharu membaca tulisan "Selamat Bagi Para Peserta yang dinyatakan Lolos Tahapan Akhir Seleksi. Kami Tunggu Kontribusi Kalian di The Sustain Leaf."

Meskipun perusahaan start-up, bagi orang yang nggak mau kelamaan nganggur, Caca jelas bersyukur banget diterima di TSL sekalipun dia fresh graduate. Kalau nggak salah, mamanya waktu itu sampai bikin syukuran dan dibagi-bagikan ke tetangganya. Papanya yang lagi dinas di luar pulau Jawa itupun ikutan bangga ketika mendengar anaknya nangis bahagia karena diterima kerja.

By the way, mama Caca adalah dokter gigi sementara ayahnya TNI. Caca memiliki adik laki-laki yang berusia tiga tahun di bawahnya. Conrad, adik Caca, kini sedang berkuliah di Universitas Jenderal Soedirman. Kalau nggak ndablek, harusnya semester depan sudah mulai memikirkan judul skripsi, sih. Tapi nggak tahu, soalnya tiap kali Caca bertanya, Conrad tidak mau menjawab. Bahkan pernah menjawab ketus banget.

"Emang Teteh mau bantuin mikir judulnya? Kalau kagak mending nggak usah tanya."

Adiknya itu memang bikin Caca sering mengumpat. Namun, ketika Caca lelah dan butuh tempat curhat, meski sambil ham hem doang, Conrad selalu meladeni teleponnya sekalipun malam-malam. Sejak kecil mereka sudah dididik untuk saling peduli. Makanya ketika Caca gajian pun dia selalu memberi Conrad sedikit dari buah kerja kerasnya itu. Meski orang tuanya melarang Caca karena itu adalah kewajiban mereka, Caca tetap memberi Conrad secara diam-diam. Walaupun ketus begitu, Conrad selalu mengucapkan makasih dan berharap Caca baik-baik saat berada di kota orang.

Waktu mengobrol di kantor, orang-orang setimnya kaget luar biasa saat mengetahui bahwa Caca memilik adik laki-laki yang ganteng.

"Gue kira lo anak terakhir, Ca," kata Jule. Dia kaget banget karena baru tahu padahal sudah berteman dengan Caca cukup lama.

Caca terkekeh. "Kelihatan bocah banget ya sampai lo mikir begitu?"

Jule mengangguk. "Eh, tapi adek lo ganteng woy, Ca," katanya kemudian. Caca langsung nyengir mendengarnya.

"Kebiasaan salfok lo, Ju," kata Caca sambil menonyor muka Jule dengan gemas.

"Hehe, abisnya mata gue kalau lihat yang bening dikit langsung melek banget," kekeh Jule.

"Kalau lo mau gue kasih nomernya," jawab Caca dengan enteng.

Jule otomatis bersorak kegirangan, tapi kemudian sadar diri lalu menggeleng. "Dia bocil njir."

"Dua puluh dua tahun ya bukan bocah atuh, Neng. Apalagi dia tinggi gitu. Berdiri sama lo palingan elo yang disangka adeknya," jawab Candra nimbrung. Cowok itu sudah selesai mengedit video dan kini tengah menyeruput es kopi susunya.

Coloring the Shadow | YJ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang