11 - Jalan-jalan🌜

79 8 0
                                    

14-09-24

『••✎••』

Kelelahan pasca perjalanan panjang, membuat Amil lebih cepat tidur siang ini. Dikarenakan keluarga Arthama sampai di kediaman keluarga Anggara saat pagi hari. Jadi, Amil dan Amel memutuskan untuk beberes pakaian mereka terlebih dahulu.

Saat hampir siang tadi, mereka tak ikut acara masak-memasak bersama Mama Adhisti dan Bunda Meghan. Mereka terduduk di kamar karena lelah menata semua barang bawaan mereka. Saat semuanya telah selesai dimasak barulah mereka turun untuk ikut makan bersama.

Namun, setelahnya Amil langsung pamit menuju kamar karena sedikit merasa tak enak badan. Mungkin disana Amil yang paling lelah. Lelah secara fisik maupun secara pikiran. Beban pikiran Amil begitu berat rupanya. Sehingga ia bisa tidur lebih cepat sekarang.

Wajah ayu Amil terlihat begitu lelah. Kantung matanya sedikit menghitam. Bahkan bibirnya kian pucat. Se-lelah itu kah mil?

Tiba-tiba saja, Amil bergerak gelisah. Keningnya mengerut, bahkan pelipisnya sedikit demi sedikit basah karena keringat. Deru napas Amil tak beraturan. Bibirnya yang pucat berkali-kali ingin mengucapkan sebuah kalimat. Namun, lidahnya terasa keluh.

Selang beberapa detik kemudian Amil terbangun. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Memastikan dahulu nyawanya telah terkumpul. Amil berkali-kali mengucapkan kalimat istighfar.

"Kak Arya sekali muncul di mimpi gue, malah muncul terus!" Monolognya sendiri.

Yup, Amil bermimpi lagi tentang Arya. Kali ini mimpinya hampir serupa. Namun, ia dikejutkan oleh seseorang laki-laki lain yang berusaha menarik tangannya menjauh dari Arya. Dari siluet laki-laki itu, Amil merasa tak mengenalinya. Tapi entah mengapa, Amil merasa laki-laki itu masih ada hubungannya dengan Arya.

"Siapa ya tuh cowok? Kaya mirip Kak Arya tapi bedanya lebih tinggi doang," gumam Amil.

"Tau ah, pusing kepala gue. Yaallah, berat banget rasanya. Mending ke kamar mandi dulu deh."

Pada akhirnya Amil memilih mencuci wajahnya terlebih dahulu. Ia hampir saja lupa jika waktu telah menunjukkan waktu shalat dhuhur. Jadilah sekalian ia mengambil air wudhu.

Amil keluar dari kamar mandi dalam kondisi wajah, tangan dan kakinya basah karena air wudhu. Rautnya memang terlihat lelah tapi itu jauh lebih segar daripada saat sebelum ke kamar mandi.

Gadis cantik itu melihat mukenanya telah tersedia diatas nakas. Mungkin, Amel yang telah mengeluarkannya dari lemari. Amil segera mengambil lalu memakainya.

Tak lupa ia menggelar sajadah merah yang memang sudah tersedia bersama dengan mukena tadi.

"Allahuakbar..."

Desiran angin lembut dari jendela membuat mukena Amil berkali-kali terbang. Namun, hal itu sama sekali tak mengganggu Amil. Justru gadis itu tampak sangat khusyuk menjalankan ibadahnya.

Apalagi ketika waktunya sujud, Amil tampak beberapa kali menutup matanya agar lebih fokus. Tentu saja momen ketika sujud terakhir, Amil tak pernah melewatkan untuk melantunkan doa-doa khusus.

Selesai dengan itu, Amil pun bangkit kembali untuk tahiyyat akhir. Shalat empat rakaat itu pun diakhiri dengan salam oleh Amil. Gadis itu mengusap kedua telapak tangannya pada wajahnya.

Amil tak langsung bangkit melainkan menatap kosong pada sajadah merah yang ia gunakan sebagai alas shalat. Amil menengadahkan kedua tangannya.

"Yaallah, hamba tahu Kak Arya meninggal karena memang sudah waktunya ia pergi. Hamba memohon satu permintaan saja, tolong tempatkan Kak Arya di sisi-Mu yang paling mulia. Ia adalah laki-laki yang baik menurut hamba... Hamba mohon," pinta Amil.

Love Hate Relationship (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang