Lost Direction

136 14 7
                                    

Wendy awalnya bersemangat untuk mengunjungi toko roti nenek Seulgi yang baru saja membuka cabang. Namun, rencananya hancur begitu saja ketika Dipta muncul setelah jam sekolah. Dengan wajah arogan dan tatapan tajam, Dipta menarik paksa lengan Wendy, memaksanya mengikuti ke dalam mobil tanpa memberikan penjelasan. Wendy, terkejut dan marah, hanya bisa berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman Dipta terlalu kuat.

"Lepasin, anjing! Lo kenapa sih?!" seru Wendy dengan marah, berusaha melepaskan diri saat Dipta berhasil menariknya masuk ke dalam mobil.

Suaranya penuh amarah dan ketakutan, tetapi Dipta hanya membalas dengan tatapan dingin, seolah tidak peduli dengan protes Wendy. Tangan Wendy gemetar, tapi dengan sikap cuek, Dipta melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuat Wendy semakin ketakutan.

"Dip..." panggil Wendy dengan suara lemah dan bergetar, namun Dipta tetap saja tidak memperdulikannya, matanya tetap fokus ke jalan.

"Taehyung!" serunya tiba-tiba, panik, saat sebuah truk besar melintas tepat di depan mereka.

Wendy memejamkan matanya dengan kuat, merasakan detak jantungnya semakin kencang. Dipta terpaksa mengerem mendadak, suara ban yang berdecit keras memenuhi udara. Mobil berhenti dengan tiba-tiba, hanya beberapa meter dari truk itu.

"Dasar gila!! Lo kalo mau mati gak usah ajak-ajak gue, monyet!!" makinya terhadap Dipta yang hanya menatap kosong kearah depan.

"Lo barusan panggil gue apa?" tanya Dipta dingin, mengingat itu seketika Wendy terdiam, ia takut jika ia salah berbicara tadi. 

Dipta tersenyum kecil, senyuman yang membuatnya tampak berantakan dan kacau. "Lo tau, cuma mama yang manggil gue dengan nama itu..." ungkap nya kini menundukkan kepalanya. 

Wendy terdiam, bingung dengan keadaan yang baru saja terjadi. Untuk pertama kalinya, dia melihat sisi lemah dari Dipta, yang selama ini selalu terlihat cuek dan arogan. Perasaan kasihan muncul di hatinya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan terhadap Dipta sebelumnya. 

"Sebagai anak papa, lo juga harus tau apa yang papa lakuin, Wen" ucap Dipta dengan nada serius, sebelum kembali melajukan mobilnya. 

Kali ini meski masih tegang, mobil bergerak dengan lebih tenang, menunjukkan bahwa Dipta sedikit demi sedikit mulai menguasai emosinya. Wendy hanya bisa terdiam, mencerna kata-kata Dipta yang membuat pikirannya semakin berkecamuk.

Mereka berhenti di sebuah mal terbesar di Jakarta. Wendy, dengan pikiran yang bercabang, mengikuti Dipta yang berjalan lebih dulu. Kebingungannya semakin bertambah ketika mereka tiba di area wahana permainan anak-anak.

Wendy melirik Dipta, yang ternyata sedang menatapnya juga. Tatapannya sulit ditebak, membuat Wendy semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Dipta membawanya ke tempat seperti ini? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, sementara rasa penasaran dan kebingungan terus bertambah.

"Apapun yang terjadi didalam setelah lo tau semuanya, gue mohon jangan keluar dari rumah" ungkap Dipta dengan wajah yang benar-benar serius, Wendy pun mengangguk petanda bahwa dia setuju.

Akhirnya, mereka memasuki area wahana tersebut. Wendy terus mengikuti Dipta dari belakang, matanya mengamati sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Inner child-nya mulai muncul, membuatnya tersenyum kecil saat melihat berbagai permainan di sekitarnya.

Brukk

Wendy tak sengaja menabrak tubuh Dipta yang tiba-tiba berhenti, untung saja ia tak terjatuh. 

"Kalo mau berhenti jangan mendadak lah" protes Wendy sembari mengusap keningnya yang sakit. 

"Lo tau selama ini papa kemana, Wen?" tanya Dipta tak menghiraukan protesan Wendy. 

Darkness UnveiledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang