Nine-Girl Togetherness

132 20 2
                                    

Pagi ini, Jakarta dilanda gerimis cukup deras, membuat sembilan gadis yang tinggal di satu apartemen enggan untuk keluar, meskipun mereka berencana berbelanja bersama hari ini.

Dengan mata yang masih mengantuk, Yeri meregangkan tubuhnya sambil berjalan menghampiri Jennie, yang sedang duduk di sofa asyik menonton TV bersama Wendy.

"Kak..." panggil Yeri dengan suara serak khas bangun tidur. Jennie yang merasa dipanggil pun menoleh dan tersenyum hangat. Ia tahu adiknya itu selalu menginginkan pelukan setelah bangun tidur. Dengan lembut, ia mendekap tubuh Yeri dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.

"Ih anjrit! Iri banget gue, iri!" seru Wendy melihat kedekatan antara adik kakak itu.

"Minta dong sama Mama lo, Kak" saran Yeri, yang langsung mendapat cubitan kecil di tangannya dari Jennie, membuatnya meringis dan kebingungan.

Wendy hanya tersenyum tipis mendengar itu. "Gak semua orang keluarganya lengkap, Yer" mendengar itu Yeri pun paham alasan Jennie mencubit nya tadi. 

"Maaf ya kak." ucap Yeri beralih memeluk Wendy hangat. 

"Eh? Gapapa anjir santai aja" kaget Wendy, karna Yeri yang tiba-tiba memeluknya. 

"Gue bisa kok jadi adek lo, jadi siapa pun gue bisa" ucap Yeri dengan nada manja, membuat Wendy tersenyum mendengarnya.

"GUE JUGA!" teriak dua orang yang baru saja bangun secara bersamaan itu adalah Rose dan Lisa.

Mendengar itu, Wendy, Jennie, dan Yeri seketika menoleh bersamaan. "Aduh, kalau kalian nggak dulu deh" ujar Wendy sambil melirik ke arah Rose dan Lisa.

"Yang ada, gue malah ke psikolog tiap hari." lanjutnya, setengah bercanda.

"Kurang ajar lo, badak bercula!" kesal Rose, sambil melemparkan bantal yang ia bawa dari kamar. Dan setelah itu terjadi lah keributan dengan saling melempar bantal.

Irene dan Joy baru saja keluar dari kamar mereka, mata mereka masih setengah terpejam. Namun, langkah mereka terhenti ketika melihat keributan yang terjadi di ruang tamu pagi ini. 

"Orang gila ya kalian semua!!" teriak Irene dengan emosi saat melihat apartemennya berantakan seperti kapal pecah. Kelima orang yang menjadi dalang kekacauan itu langsung terpaku, memandang Irene dengan wajah tanpa rasa bersalah.

Joy yang baru pertama kali melihat Irene emosi seperti itu hanya bisa terdiam kaget, mulutnya menganga tanpa kata.

"Kenapa, woy?!" tanya Jisoo setengah sadar, saat ia dan Seulgi berlari keluar dari kamar, terbangun karena teriakan keras Irene.

"Ada kebakaran?!" tanya Seulgi dengan wajah panik dan bingung.

Irene melirik tajam ke arah lima orang yang kini berdiri berjejer dengan kepala tertunduk. "Beresin sekarang juga!" serunya kesal, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Lisa dan Yeri menghela napas panjang, lega karena Irene tidak langsung menghukum mereka dengan cara yang lebih brutal. "Kan, apa gue bilang" umpat Wendy sambil segera memunguti bantal yang terlempar di mana-mana.

"Udah, ayo beresin. Ntar kalian nggak dikasih makan lho" ujar Jennie kepada tiga anak yang lebih muda darinya.

Seulgi dan Jisoo, yang masih panik dan bingung, mencari kejelasan tentang apa yang baru saja terjadi. "Ada apa sih?" tanya Jisoo kepada Joy, yang menatap mereka dengan wajah jengkel.

"Rapihin rambut lo sekarang, Kak! Merinding banget gue liatnya." ujar Joy sambil pergi meninggalkan kedua orang yang masih setengah sadar itu.

"Brengsek! Gue masih ngantuk banget, anjir. Ayok, lanjut tidur aja" ajak Seulgi, merangkul leher Jisoo untuk membawanya kembali ke kamar.

Darkness UnveiledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang