Bab 16 : Balas Dendam

9 5 4
                                    

Kevan duduk seorang diri, pandangan matanya kosong menatap ke arah depan kelas. Pikirannya melayang jauh, mengingat kembali saat wanita bergelar ibu itu dengan tegas menegur.

“Jangan bikin malu keluarga ini, Kevan. Hidup kamu didukung oleh kerja keras kami. Jangan sia-siakan semua itu."

Kata-kata itu terngiang jelas di kepala. Kevan mengusap kasar wajahnya, menahan rasa kesal yang tiba-tiba muncul. Dia mengepalkan tangan, menyalahkan Shaga yang berhasil memutar balikkan kata-katanya dalam perdebatan yang memanas tempo hari.

“Ini semua gara-gara si Shaga!” gumam Kevan dengan suara rendah penuh emosi. “Kalau dia nggak ngomong balik, gak mungkin gue kena tegur.”

Tak lama kemudian, Shaga dan Savalas muncul di pintu kelas, berjalan dengan langkah santai menuju bangku mereka. Kevan menatap pemuda itu dengan penuh kebencian. Hal itu membuat Shaga ikut melirik sekilas, senyum penuh makna terukir di wajahnya.

"Apa lo liat-liat?!" sewot Kevan. Entah mengapa dia tidak bisa mengendalikan emosi saat bertemu dengan replika Sagara.

"Loh? Kan aku punya mata?" tanya Shaga menunjuk dirinya sendiri.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, justru membuat percikan api di dalam dirinya semakin menjadi.

"Biasalah, anak bunda," sahut Savalas yang sejak tadi sibuk dengan sesuatu di ponselnya. "Manja, jadinya gitu. Kepedean."

Mendengar hal itu, Shaga tertawa pelan menanggapi. "Kamu jarang ngomong, tapi sekalinya ngomong langsung nyelekit. Ini baru didikan Bang Gara."

"Cih, awas kalian." Tatapan Kevan berkilat tajam. Pemuda itu melirik lama, sebelum akhirnya memainkan ponsel untuk menghubungi seseorang.

Gue harus ngejalanin rencana selanjutnya. Gak bisa ditunda-tunda lagi, dia makin nyebelin. Awas aja, Gara. Kali ini hidup lo bakal makin menderita. Dengan lo kehilangan saudara kembar, gue anggap kita udah impas.

"Eh, Savalas. Ke kantin, yuk. Aku masih laper," ajak Shaga secara tiba-tiba.

Savalas yang sedang mengetik itu langsung menoleh dan memutarkan kedua bola matanya. "Males, lo aja sendiri, Bang. Gue sibuk, nih."

"Ah, sibuk apaan. Dari tadi kamu main HP, kok. Udah, ayo anter aku. Lagian mapel pertama susah. Yah, walaupun tugasnya udah dikerjain, sih," bujuk Shaga berkata seolah di kelas itu hanya ada mereka berdua.

Mendengar hal itu, Savalas memberikan tatapan datar. "Kayak cewek aja perlu dianter. Yaudah iya, hayu ke kantin."

Shaga tersenyum lebar. Ia mengangguk dan berjalan menuju kantin, sejenak melirik Kevan yang menatapnya tanpa berkedip.

Memanfaatkan kesempatan, Kevan berjalan cepat dengan langkah penuh keyakinan. Dia sudah memperhatikan bahwa kelas mereka kosong karena kebanyakan siswa masih berada di luar, dan inilah kesempatan yang dia tunggu-tunggu.

Pemuda dengan cepat mendekati meja Shaga dan Savalas. Matanya menyapu ruangan untuk memastikan tidak ada orang yang memperhatikan gerak-geriknya. Kemudian, dia dengan cekatan mengambil buku tugas yang tersimpan di dalam tas.

"Ini dia," gumam Kevan sambil menyeringai lebar. "Tugas penting buat pelajaran pertama. Kalau mereka gak bisa ngumpulin, habis sudah."

Dengan cepat, Kevan menyembunyikan buku tugas itu di dalam tas miliknya Setelah memastikan buku itu tersembunyi dengan baik, Kevan menarik napas puas.

"Sempurna," ucapnya pelan, lalu berbalik meninggalkan kelas. Dia merasa puas dengan rencananya, yakin bahwa Shaga dan Savalas akan kebingungan saat jam pelajaran pertama dimulai.

Kepingan Memori Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang