Bab 25 : Berubah

10 5 7
                                    

2 Minggu Kemudian....

Setelah melewati masa-masa terberat di rumah sakit, tak terasa sekarang pemuda itu sudah bisa bersekolah seperti sedia kala. Meskipun kali ini ada hal yang berbeda dari biasanya, lebih tepatnya teman sekelas Sagara menjauhi dan terus mencibir.

Namun, hal itu bukan menjadi masalah untuk Sagara. Toh, memang apa bergunanya mereka bagi hidupnya? Apakah mereka memberi Sagara sesuap nasi? Tidak, kan. Mereka hanya menggonggong layaknya seekor anjing.

Biarkan saja para anjing rabies itu menggonggong hingga mati berbusa karena gonggongan mereka sendiri, pikir Sagara.

Tapi ada satu hal yang sangat mengganggu pikirannya. Shaga tiba-tiba berubah dan berperilaku layaknya orang lain, bukan seperti Shaga yang dulu.

Padahal Savalas udah mulai bisa terbuka sedikit demi sedikit ke gue, ini kenapa malah si Shaga berubah?

Ada hal yang janggal, dan Sagara harus segera mencari tahu apa yang menyebabkan adiknya yang lucu itu berubah menjadi orang lain. Tak pernah sekali pun Sagara melihat Shaga mengubah kepribadiannya, oleh sebab itu ia merasa terganggu dan tidak terima jika Shaga berubah.

Padahal, saat Sagara pulang dari rumah sakit, ekspresi Shaga masih sama. Lugu dan suka memeluknya, sama seperti yang sejak dulu pernah Shaga lakukan.

"Hhh, selesai satu masalah, nambah lagi masalah baru," guman Sagara dengan suara yang amat sangat pelan.

Pemuda itu termenung. Pikirannya berkelana ke pelabuhan masa lalu, mengingat setiap momen masa kecilnya bersama Shaga dan Savalas. Ia sedang mencocokkan sifat Shaga yang masih kecil, dan Shaga yang sekarang mengubah kepribadiannya.

Sama sekali berbeda jauh dari Shaga yang Sagara kenali. Ada satu pertanyaan yang mengganggu. Kenapa Shaga mengubah kepribadiannya menjadi kepribadian yang lain? Sagara tidak mengenali dia, ia hanya mengenal Shaga si penengah yang bijak.

Hal itu terus mengganggu pikirannya sejak beberapa hari yang lalu, hingga ia mengabaikan sekitar seolah terjebak di dalamnya.

"Baa!!!"

Tiba-tiba saja, seseorang memegang pundak Sagara dengan suara yang mengagetkan. Sontak Sagara menoleh tajam, menahan rasa kesal saat melihat wajah seseorang yang mengejutkannya.

"Apa sih, anjir. Ngagetin orang," ketus Sagara memutarkan kedua bola matanya. Sejenak ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut, lantaran kehadiran Kevan benar-benar tidak bisa diprediksi.

Kevan yang mendengar itu hanya terkekeh seraya memamerkan deretan giginya. Ia kemudian menaruh tas dan duduk di samping Sagara. "Lagian cemberut mulu. Kering tuh mulut lo kalau gak pernah senyum mah. Mikirin apa, sih? Serius amat. Pagi hari tuh harusnya ceria, cerah. Bukan kayak lo, mendung disertai hujan badai hahaha."

"Kepo, lo. Bukan apa-apa, lagian kenapa kepo mulu, sih?" sewot Sagara mencoba menyibukkan dirinya untuk tidak terlalu memikirkan perubahan sifat Shaga yang drastis.

Mendengar hal itu, Kevan mengerucutkan bibirnya. Ia mengambil ponsel seraya membaca sebuah cerita di aplikasi yang terpasang di ponsel, sesekali melirik ke arah Sagara yang terlihat menyedihkan.

"Lo tahu, nggak, sih? Muka lo tuh keliatan menyedihkan kayak orang yang baru diputusin doi," ucap Kevan. Ia menyunggingkan senyum jahil saat Sagara melirik tajam. "Udah, lah. Ceritain aja napa. Ubanan tahu rasa, loh."

"Ck, ribet." Sagara sejenak melirik Shaga yang tepat berada di meja di sebelahnya, lantas cepat-cepat membuka ponsel dan mengetikkan sesuatu di atas keyboard.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kepingan Memori Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang