اللهم صل على النبي محمد
•
°
°
•
•
°
°^^📒HAPPY READING📒^^
-
-
-
-🔓Open's Story🔓
Beberapa bulan telah berlalu, semenjak Dzakir meng-khitbah Zarra. Jujur Zarra saat mendengar kabar Dzakir yang masuk ke rumah sakit Zarra merasa kaget, sekaligus merasa iba.
Setelah lewatnya beberapa bulan, Zarra perlahan mulai bisa membedakan antara Dzaka dan Dzakir, jika dipikir-pikir lagi, menurut Zarra mereka memiliki banyak perbedaan. Meskipun saat pertama kali melihat pasti akan merasa melihat dua orang yang sama. Namun, lama kelamaan Zarra yakin, semua orang pasti akan bisa membedakan dua anak kembar itu.
Kini sedang libur sekolah, jadi seperti biasa Zarra sedang melakukan pekerjaan rumahnya. Zarra tengah menyapu di halaman rumahnya sambil mendengarkan musik lewat earphone miliknya.
Di tengah-tengah dirinya sedang asyik menyapu, tiba-tiba saja ada sebuah mobil parkir di depan pagar rumahnya itu. Jujur Zarra seketika panik saat itu, tanpa mempedulikan halaman yang belum rapi, Zarra langsung berlari memasuki rumah.
Di dalam rumah, tepatnya di ruang keluarga. Zarra panik sendiri, dirinya mondar-mandir kesana-kemari. Aila yang sedari tadi memerhatikan Zarra hanya menatapnya heran. Tatapan Aila benar-benar menyiratkan keinginan untuk mengetahui apa yang tengah dipikirkan Zarra. Sampai pada akhirnya Aila membuka mulutnya untuk bertanya.
"Dek, ada apa? Kok, mondar-mandir kayak gitu?" tanya Aila sembari menghampiri Zarra.
"Eeh, itu, Kak. Di depan ada mobil orang, kayaknya mau ke sini deh," ujar Zarra agak bergetar.
"Ooh, ada yang dateng ke sini, ya? Yaudah teteh ngecek ke depan dulu, ya," ucap Aila. Zarra hanya mengangguk canggung. Ah, ia benar-benar seperti orang yang tak tahu arah.
Aila seketika pergi dari hadapan Zarra. Jujur Zarra sedikit lega karena hal itu. Setelah kepergian sang kakak, bukannya Zarra memilih duduk, ia malah tetap melanjutkan aksi mondar-mandirnya. Jangan ditanya, Zarra saja bingung kenapa ia melakukan hal seperti itu, rasanya ia ingin saja.
Setelah beberapa menit Aila pergi dari hadapan Zarra. Tiba-tiba saja Aila kembali dengan senyum agak sumringah kepada Zarra. Zarra mengernyitkan alisnya heran. Mana mungkin dirinya tidak heran, kakaknya itu tiba-tiba datang dengan senyuman bahagia? Ah, Zarra menduga ada yang tidak beres dengan ini.
"Ada apa, Teh?" tanya Zarra basa-basi, lebih tepatnya karena itu Zarra penasaran.
"Emm, engga ada apa-apa, sih. Mending kamu ganti baju dulu, pake baju yang bagus, plus sopan gitu." Aila berujar.
"Emang kenapa harus ganti baju? Baju yang Ara pake udah sopan dan tertutup." Zarra heran dengan tingkah Aila yang tak henti-hentinya tersenyum. Memangnya ada apa sebenarnya?
"Nurut aja sama kakak, gak bakal nyesel kok!" ucap Aila.
"Yaudah, Ara ke kamar dulu. Nanti kalau butuh sesuatu panggil Ara aja, ya!" seru Zarra. Akhirnya Zarra pergi ke kamar sesuai perintah dari Aila.
Aila kembali pergi ke ruang tamu untuk menyapa dan bercengkrama dengan keluarga pemilik pondok tempat Zarra dulu menimba ilmu. Ternyata untungnya sudah ada Zaydil yang menemani tamu selama dirinya berbincang dengan Zarra.
Tak ada yang menyangka, Zarra seberuntung itu dalam urusan jodoh. Setelah beberapa bulan yang lalu Dzakir dengan keluarganya datang melamar Zarra. Perasaannya mengatakan Dzaka memiliki niat yang sama datang untuk melamar Zarra?
"Jadi, ada apa kiyai dan keluarga kembali mengunjungi rumah kami? Apakah selama Zarra di pondok masalah yang belum sempat kami selesaikan?" tanya Aila dengan lembut. Sebenarnya ia tahu, urusan Zarra di pondok sudah benar-benar selesai. Aila hanya basa-basi agar tidak terlalu terasa lama untuk menunggu kedatangan Zarra.
"Tidak ada masalah apapun, semuanya sudah selesai. Bahkan, Zarra adalah murid teladan kami, dia sangat jarang melanggar peraturan yang ada," jelas Umma Fatimah.
"Alhamdulillah kalau begitu, maaf jika perpindahan Zarra terkesan mendadak. Karena kondisi kami yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk menjadikan alasan Zarra bertahan."
"Tidak, Nak, ini bukan salahmu ataupun kalian. Memang takdir Zarra sudah tertulis, sudah sepantasnya kita menerima."
Di tengah perbincangan, Zarra datang dengan gamis dan pashmina yang melekat di kepalanya dengan warna navy yang senada itu sangat terlihat indah. Tak ada yang menyadari, Dzaka menatap Zarra tanpa kedip selama beberapa detik.
"MasyaAllah, cantik banget calon menantu umma," puji Fatimah. Dzaka seketika menyenggol pelan tangan Fatimah pelan.
"Belum juga tau gimana jawabannya, Umma!" bisik Dzaka yang terdengar oleh Aila. Aila semakin tersenyum tak karuan. Tebakannya benar, walau Zarra belum lama telah mendapat pinangan dari adik Dzaka, ia yakin. Kejadian yang menimpa Dzakir seperti petunjuk bahwa Dzaka lah yang lebih pantas untuk menyandang status sebagai suami Zarra kelak.
"Jadi, tujuan kedatangan kami kemari akan disampaikan oleh Dzaka,"
"Bismillahirrahmanirrahim. Jadi, kedatangan saya kemari adalah untuk melamar adik perempuan kalian. Zarra Alenna untuk menjadi istri saya, sekaligus pelengkap ibadah seumur hidup saya. Saya tidak memaksa untuk menjawabnya sekarang juga, yang terpenting jawaban dari Zarra dan keluarga adalah jawaban yang sudah dipertimbangkan." Dzaka menyampaikannya dengan tenang tanpa terlihat gugup sedikitpun. Berbeda dengan keadaan hatinya sekarang yang jelas sudah kacau tak karuan.
Zarra disuguhi kembali acara lamaran, kagetnya bukan main. Ia belum sempat memberi keputusan dari lamaran Dzakir. Kini, ia harus dihadapi hal yang sama kembali.
Namun, sepertinya ia sanggup menjawab lamaran Dzaka sekarang juga. Masalah lamaran Dzakir, mau ia menolak atau menerima itu adalah haknya. Tidak bisa jika dirinya memilih salah satu di antara mereka hanya karena rasa kasihan.
"Kami serahkan pada Zarra sebagai sasaran dari lamaran ini. Bagaimana, Ara? Apakah sudah ada keputusan?" tanya Zaydil mewakili.
"Bismillahirrahmanirrahim, atas ridho A'a dan teteh juga tak lupa ridho Allah, Zarra menerima lamaran untuk menjadi pendamping hidup Gus Dzaka."
Dzaka tak percaya, awalnya dirinya sudah frustasi tidak akan dijawab sekarang juga. Awalnya, ia berfikir akan di tolak atau semacam meminta waktu atas lamaran dengan jarak waktu dekat.
Dzaka berharap, ia bisa melanjutkannya sampai ke pernikahan tanpa kendala. Lalu setelah itu ia menjalani kehidupan setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya. Zarra Alenna, siswi kelas XII MIPA 1 salah satu murid bimbingannya yang akan menjadi teman hidupnya.
•
•
°°
°°
•
•
°°
°°
•
•↩️TO BE CONTINUE↪️
-
-
-
-
-
-🔒STORY CLOSED🔒
#pensi
#eventpensi
#pensivol13
#teorikatapublishing
KAMU SEDANG MEMBACA
DZAKARA : Love without family support [TERBIT]
Teen Fiction[TERBIT] [Budayakan Follow Sebelum Membaca❗] Harta yang melimpah, teman yang banyak, lalu kepintaran yang Zarra miliki nyatanya tak membuat kebahagiaan yang sempurna di hidupnya. Zarra Alenna, ia merupakan salah satu santriwati teladan di Pondok Pe...