اللهم صل على النبي محمد
•
°
°
•
•
°
°^^📒HAPPY READING📒^^
-
-
-
-🔓Open's Story🔓
Suara adzan ashar telah berkumandang. Zarra yang mendengar kumandangan adzan tersebut segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.Selesainya berwudhu, Zarra keluar kamar mandi dengan hijab denimnya yang tetap setia dirinya pakai. Baru saja ia melangkahkan satu langkah kakinya keluar, tangannya sudah digenggam oleh sosok lelaki di hadapannya saat ini.
Astaghfirullah, Ya Allah. Aku baru aja wudhu udah dipegang cowok yang bukan mahram, batin Zarra tertekan. Ia hanya dapat menghela napas berat, kemudian menatap wajah lelaki yang lebih tinggi darinya itu.
"Ada apa, Gus? Ngapain megang-megang saya?" tanya Zarra.
Jujur ia sudah agak frustasi dengan Dzakir yang seenaknya ini. Apa Dzakir tidak melihat wajah ataupun tangannya yang basah karena bekas wudhu? Zarra kini sudah menyumpah serapahi Dzakir. Ayolah, Zarra benar-benar malas untuk mengambil air wudhu lagi.
"Ra, pertanyaan aku di rumah sakit kemarin belum kamu jawab. Bisa di jawab sekarang?" tanya Dzakir. Kesannya agak memaksa. Namun, ia benar-benar ingin membuktikan perkataan dari Dzaka itu.
"Duh, pertanyaan yang mana, Gus? Saya lupa," sahut gadis berhijab denim itu. Bukannya lupa. Akan tetapi, Zarra hanya sedang berusaha menghindar dari topik tersebut.
"Kamu nikah sama bang Aka karena terpaksa, kan?" tanya lelaki berambut hitam legam itu.
Zarra menggeleng singkat kemudian melepaskan genggaman tangan Dzakir secara perlahan. "Maaf, Gus. Tapi, saya nikah sama Kak Dzaka itu tanpa paksaan sedikitpun. Pada dasarnya saya ini mencintai Kak Dzaka. Maaf bila mengecewakan, saya tahu perasaan gus kayak gimana. Tapi, mau bagaimanapun cinta gak bisa dipaksa, Gus. Meski begitu, lagipula di Lauhul Mahfudz kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh," jelas gadis bernetra cokelat pekat itu.
Perlahan Zarra mulai melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Dzakir yang tengah mematung. Zarra meninggalkan Dzakir dengan tatapan yang agak dingin. Andai kata jika hari ini suaminya tidak mengimami shalat di masjid pondok, mungkin ia sudah mengadu tentang hal ini.
Beneran gak ada kesempatan buat aku, Ra? batin Dzakir merasa kecewa. Hatinya kali ini teriris untuk kesekian kalinya. Sakit, sakit sekali rasanya bagaikan ditikam pisau beberapa kali. Tidak mau berlarut terlalu lama dalam kesedihannya, Dzakir akhirnya memutuskan untuk pergi ke masjid pondok untuk melaksanakan shalat ashar berjamaah.
''°• 🐾🐾 •°''
Di kamar milik Zarra dan Dzaka. Kini, Zarra sibuk menggerutu kesal karena kejadian yang baru saja terjadi padanya. Ia rasanya ingin mengomel kepada sang suami untuk segera bermaaf-maafan dengan saudara kembarnya.
"Lagian, kok, bisa jadi kayak gini, sih? Heran banget, perkara cewek doang loh," gerutu Zarra tidak sadar diri. Padahal, andai kata bila Zarra tidak menikah dengan Dzaka, mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi di hidupnya.
"Ugh, harus ke bawah lagi buat ambil air wudhu. Ailah, Ara! Kamu kenapa, sih? Lagian tadi ngapain sok-sokan pergi ke atas coba? Pokoknya ini salah Gus Dzakir, ah! Siapa suruh dia tiba-tiba megang tangan Ara!" kesal gadis berkulit putih pucat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DZAKARA : Love without family support [TERBIT]
Roman pour Adolescents[TERBIT] [Budayakan Follow Sebelum Membaca❗] Harta yang melimpah, teman yang banyak, lalu kepintaran yang Zarra miliki nyatanya tak membuat kebahagiaan yang sempurna di hidupnya. Zarra Alenna, ia merupakan salah satu santriwati teladan di Pondok Pe...