𝐏𝐫𝐨𝐥𝐨𝐠

642 67 6
                                    

_______

Perempuan itu racun. Perempuan itu jahat. Mungkin mereka tampak cantik dan lembut di luar, tetapi siapa yang tahu betapa kejinya jiwa yang tertanam di sana.

Itulah yang tertanam di benaknya, di hari itu, hari yang dingin dan berkabut, ketika ibunya membangunkannya dini hari. Waktu dia masih menghabiskan malam-malamnya dengan menangis, menangis karena sudah hampir dua minggu dia dipisahkan dari adik kesayangannya, dari ayahnya yang lembut dan baik hati.

Sekarang dia terpaksa tinggal bersama ibunya, yang membawanya pergi begitu saja dari rumah dan kemudian tinggal di rumah teman laki-lakinya.

Meskipun dia masih kecil, tetapi dia bisa membaca kalau pria itu bukan hanya sekedar teman bagi ibunya. Ibunya memeluk pria kaya itu dengan mesra, membiarkannya mencium pipinya di depan umum. Dan ibunya tidur di kamar pria itu sementara dia ditempatkan di sebuah kamar yang dingin dan sepi, sendirian.

Dia masih kecil. Tapi dia sudah tahu pasti kalau ibunya tidak mencintainya. Perempuan itu merenggutnya dan membawanya bukan karena menginginkannya tetapi lebih karena ingin menyakiti ayahnya. Dengan tega ibunya mengisahkan dia dari orang-orang yang disayanginya. Dia benci ibunya, benci sekali!

Masih dini hari ketika ibunya membangunkannya, jemarinya yang cantik dengan pewarna kuku merah menyala, menyentuh pundak kecilnya, mengguncang-guncang tubuhnya.

"Bangun, bangun, kau harus segera bangun, Ibu akan mengantarmu."

Dia terbangun, mengucap matanya bingung.

"Kita mau kemana ibu?" suaranya yang mungil dan lemah masih serak, matanya susah dibuka karena sembab, menangis semalaman.

"Ibu akan mengantarmu. Kau tahu, ibu ada pekerjaan di luar negeri dan tidak bisa membawamu, jadi ibu akan menitipkan sementara di rumah teman ibu."

Dia langsung duduk, masih kebingungan, dan hanya menurut ketika ibunya mengantarkannya ke kamar mandi, menyuruhnya mencuci muka. Ketika dia keluar dari kamar mandi, ibunya sudah mengatur pakaiannya ke tas ransel kecilnya yang selalu dibawanya kemana-mana.

"Bawa biolamu sendiri, ayo kita berangkat." Ibunya membawa tas ranselnya keluar, sementara dia terburu-buru mengikuti, sambil meraih tas berisi biola berat dan besar berwarna merah gelap. Biola ini milik ayahnya, seorang pemain biola yang terkenal yang karena suatu hal, tidak bisa bermain biola lagi. Itulah yang menjadi sebab perpisahan ayah dan ibunya, yang menyebabkan ibunya meninggalkan ayahnya dan keluarga mereka tercerai berai.

Tetapi bagaimanapun juga, biola itu adalah hartanya yang paling berharga. Milik ayahnya, ayahnya yang baik dengan jemarinya yang besar yang selalu mengusap kepala kecilnya, ayahnya yang dengan senyum lembutnya selalu memeluknya dengan sayang, menaikkan dirinya ke pangkuannya setelah sesi-sesi berlatih biola bersama yang menyenangkan. Seandainya dia bisa memilih, dia ingin bersama ayahnya. Dia tahu ayahnya punya cinta yang tulus, dia tahu ayahnya benar-benar menginginkannya.

Sayangnya, dia hanya anak kecil yang harus tunduk dengan keputusan orang-orang yang lebih tua, karena dia masih tidak punya daya apa-apa.

Dia memeluk biola itu erat-erat dan kemudian mengikuti ibunya yang sudah keluar rumah, di sana sebuah mobil sudah menunggu, dan dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti ibunya masuk ke dalam mobil.

Mobil itu pun melaju membelah jalan, dan mereka melewatkannya dalam keheningan. Ibunya terdiam menatap lurus ke depan, sementara dia duduk di ujung terjauh di kursi, menatap kosong ke arah jendela, dan bertanya-tanya dimanakah ayah dan adiknya sekarang? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah dia bisa menemui mereka lagi?

╞═════𖠁𐂃𖠁═════╡

Mobil itu memasuki pintu gerbang putih di sebuah rumah yang sangat indah. Ibunya turun lebih dahulu dan membiarkan dia mengikutinya. Pintu rumah terbuka, dan sepasang suami istri setengah baya membuka pintu. Sepertinya mereka adalah salah satu teman ibunya, karena mereka langsung tersenyum ketika melihat ibunya.

Embrace The Chord (GyuCheol) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang