𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏

452 56 5
                                    

_______

"Kau memang jahat!"

Perempuan berambut pirang panjang itu berdiri setengah mengebrak meja, menatap ke arah Mingyu yang hanya bersedekap tenang dan dingin. Maka perempuan itu berkaca-kaca, hampir menangis. Sementara itu Mingyu malahan melirik tak peduli.

"Aku memang jahat." lelaki itu tersenyum manis, wajahnya tampan tetapi sekarang terlihat penuh kebencian, "Kalau kau sudah puas melampiaskan kemarahanmu, kau boleh pergi."

Sebuah tamparan dari jemari lentik berkuku merah berkilauan itu pun melayang, mengenai pipi Mingyu dengan kerasnya, luapan emosinya akibat perlakuan kejam Mingyu kepadanya. Mingyu menerimanya dengan tenang, dia sudah terbiasa. Perempuan yang emosional biasanya akan berusaha menyakiti lawannya ketika dia disakiti, Itu memberikan kepuasan, rasa yang sepadan bagi mereka.

Mata Mingyu berkilat, dan tersenyum kepada perempuan di hadapannya.

"Sudah puas?"

Perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi, air matanya berlelehan di pipinya, tak tertahankan. Kemudian dengan tangis terisak-isak, perempuan itu pergi setengah berlari meninggalkan Mingyu.

Mingyu mengusap pipinya yang terasa panas, menyadari beberapa mata terarah kepadanya di cafe itu. Yah, orang-orang itu pasti tertarik dengan kejadian dramatis seperti syuting drama di depan mata mereka. Mingyu tahu, Rose pasti marah ketika dia memutuskannya dengan kejam, tetapi Mingyu tidak pernah mengira Rose akan bersikap sedramatis itu. Kalau saja Mingyu tahu, dia pasti akan memilih tempat yang lebih pribadi untuk melakukannya.

Dengan tenang, Mingyu menjentikkan jemarinya, memberi isyarat kepada pelayan yang langsung tergopoh-gopoh mendatanginya.

"Kopi hitam, jangan pakai gula. Satu." gumamnya tenang lalu duduk menunggu. Seperti kebiasaannya setelah mematahkan hati perempuan, Mingyu akan meminum satu cangkir kopi hitam untuk menghormati momennya.

Lama-kelamaan ini menjadi kebiasaan. Mingyu mengernyit. Sepertinya Mingyu tidak akan pernah bisa menjalin hubungan dengan perempuan, tanpa dia tergoda untuk menyakiti perempuan itu. Dan pada akhirnya, itulah yang selalu dilakukannya.

Oh, Jangan ditanya, Mingyu adalah kekasih yang baik hati dan mempesona. Dia akan memperlakukan semua kekasihnya seperti ratu, mereka akan dimanjakan dengan penuh kasih sayang, diberikan prioritas waktunya dan pasti akan merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia... hingga akhirnya Mingyu menghempaskannya ketika dirasa waktunya sudah tiba.

Kopi hitamnya datang. Mingyu menyesapnya dan mengernyit merasakan kepahitan dan asam khas kopi yang kental. Dia lalu merenung. Semua perempuan itu seperti tidak pernah jera, mereka selalu datang dan datang lagi, mengharapkan cintanya. Padahal reputasi Mingyu sebagai ladykiller sudah begitu terkenal, mereka malahan menganggap Mingyu sebagai hadiah yang harus dimenangkan, merasa bisa menaklukkan Mingyu pada akhirnya.

Senyum sinis mengembang di bibir Mingyu. Huh! mereka semua bermimpi.

Jemari Mingyu mencengkeram gelasnya dengan erat, terbawa perasaannya. Kebenciannya kepada ibunya telah menyeruak, jauh begitu dalam ke dasar jiwanya yang kelam. Apa yang dilakukan ibunya kepadanya, kepada ayah dan adiknya, memisahkan mereka begitu saja, itu adalah dosa yang tak termaafkan, Mingyu tidak akan pernah memaafkan ibunya untuk hal yang satu itu. Tidak akan pernah! karena kalau ibunya tidak merenggutnya lalu meninggalkannya begitu saja, Mingyu seharusnya masih mempunyai kesempatan untuk melewatkan hari-harinya bersama ayahnya. Ayah yang kemudian tidak pernah bisa ditemui lagi bahkan sampai hari terakhir ayahnya hidup di dunia.

Setidaknya, pada akhirnya Mingyu dipertemukan kembali dengan adik kandungnya, Yeri setelah bertahun-tahun terpisahkan tanpa jejak. Entah itu takdir Tuhan, atau memang Tuhan selalu mendengarkan doa Mingyu setiap malamnya, adiknya itu yang sekarang sudah dewasa dan cantik  secara kebetulan menjadi anak asuh dari mama sahabatnya, mereka dipertemukan tanpa sengaja, tetapi dari pandangan pertama, Mingyu langsung tahu. Meskipun Yeri tidak bisa mengingatnya karena ketika mereka terpisah usia Yeri masih sangat kecil, Mingyu langsung mengenali adiknya itu. Siapa pula  yang bisa melupakan wajah lucu yang menatapnya dengan tatapan mata memuja, menguntitnya kemana-mana dan selalu meneriakkan namanya dengan bahagia di kala mereka kecil itu?

Embrace The Chord (GyuCheol) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang