Nineteen | XIX |

5.4K 432 25
                                    

Athena POV

Ratu? Siapa, aku? Menjadi Ratu? Ah, tidak bisa kubayangkan semenderita apa rakyat ku jika aku yang menjadi Ratu mereka. Bukan tanpa alasan aku bilang begitu, asal kalian tau, aku sama sekali tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Memutuskan makan mie apa saja aku bingung, apalagi jika harus memutuskan hal yang akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Mungkin aku akan melambaikan tangan ke kamera.

Lagipun, kenapa nenek itu memanggil ku Ratu? Atau aku saja yang ke-geeran, ya?

Jika pun memang benar, raja mana yang bersedia menikahi ku? Oke, aku cantik aku akui itu, tapi bukankah raja perlu memiliki seorang Ratu yang bijaksana? Jelas, aku tidak bijaksana. Aduh, kenapa aku malah merendahkan diri begini.

"Kenapa makanannya tidak di makan nona?"

Bangsat! Eh, tuh kan! Untung aku bilangnya didalam hati, mau ditaruh dimana muka ku kalau ketauan bicara kasar didepan lelaki tampan ini?

"Dero, kau ini memang hobi sekali mengejutkan ku ya? Beruntung aku tak punya penyakit jantung, kalau tidak aku pastikan kau akan segera menghadiri acara pemakaman ku."

"Jangan mengatakan omong kosong nona, anda tak akan meninggal, tidak sebelum saya yang pergi lebih dulu."

"Kok jadi bahas kematian sih?" ucapku heran.

"Maka anda juga harus memperhatikan ucapan anda, nona."

Aku memutar bola mata malas, Dero ini tidak asik diajak bercanda. Bawaannya serius mulu, aku jadi kasihan sama istrinya dikemudian hari.

"Dimakan nona, setelah ini kita akan segera melanjutkan perjalanan."

Dengan gerakan malas, aku mulai menyendokkan soup daging yang tadi Dero pesankan.

"Kita harus sampai esok hari, jadi siapkan tenaga anda nona." lanjut lelaki itu.

"Iya iyaaa, bawel kau."

Aku menghiraukan Dero yang terus menatapku. Aku tahu aku cantik nan menggemaskan, tak heran dia melihat ku sedemikian rupa. Aku memang narsis kawan, jangan heran.

Entah memang aku sadar atau tidak, cara makan ku yang seperti anak kecil itu membuat kekehan Dero terdengar. Malu aku kawan, bahkan tangan besarnya sampai mengusap sudut bibir ku yang terkena kuah soup.

Aku yakin sekali saat ini pipi ku tengah memerah.

Namun sedetik kemudian, Aku terbelalak ketika Dero menjilat tangan yang sempat mengusap sudut bibirku, garis bawahi menjilat!!

"Eum, manis." what? M-manis katanya?

"Kamu nggak jijik?" tanyaku dengan raut wajah heran. Serius, baru pertama kali aku diginiin loh.

"Jijik? Kenapa harus?"

"I-itu bekas ku, Dero, mungkin ada air liur juga yang menempel. Serius kamu nggak jijik?" jelas ku.

Ku lihat Dero yang menatapku dengan seringai dibibirnya. Oh ayolah Athena jangan salah fokus dulu, TAPI DIA GANTENG BANGET TOLONG!

"Nggak, itu bukan masalah besar." lelaki itu mendekatkan diri, lalu berbisik. "Bibir anda lembut, nona, apa saya bisa merasakannya?"

WHAT?!

*****

Normal POV

Chazell meringis tertahan begitu cambukan dengan ujung berduri itu mengenai punggungnya yang tidak terlindungi apapun. Tangannya mengepal, menahan rasa sakit dan amarah yang memuncak sungguh membuat Chazell tersiksa.

Tiga hari, selama itu ia dikurung oleh duke Dheren yang sialnya merupakan ayah kandungnya. Chazell tak bisa untuk tidak memberi tatapan benci pada laki-laki paruh baya di belakangnya, lelaki yang tengah asik menciptakan luka ditubuhnya.

Sedangkan, diujung ruangan, terlihat Davey yang meringkuk sembari memegangi perutnya. Keadaannya tak beda jauh dengan Chazell, namun jika dibandingkan, Davey masih lebih baik daripada Chazell. Mungkin, karena Davey adalah penerus keluarga Celeste, maka lelaki itu tak dilukai terlalu parah.

Davey dicambuk saat pertama kali mereka dikurung saja, selanjutnya lelaki itu dibiarkan kelaparan.

Tidak adil memang.

Dampaknya, duke Dheren jadi melampiaskan nya pada Chazell. Lelaki muda itu tidak bisa kabur, tangan dan kakinya dirantai.

Duke Dheren benar-benar memberi pelajaran untuk kedua anaknya, sesuai dengan perkataannya tempo hari.

"A-aku menyesal terlahir sebagai anakmu ... Shhhh,"

Ia menghentikan cambukannya, menatap remeh anak keduanya. "Maka, saya pun menyesal mempunyai anak bodoh sepertimu."

Chazell menggeram marah. Ia ingin berteriak dihadapan duke Dheren, memaki pria itu.

"Anak bodoh sepertimu, tak pantas menjadi anak seorang duke. Enyah kau!"

"AKHHHHHH!" erangan penuh kesakitan akhirnya keluar dari bilah bibir Chazell ketika Duke Dheren mencambuknya dengan kekuatan penuh.

Davey diujung ruangan hanya bisa menutup telinga, mencoba menghiraukan teriakan adik lelakinya.

Pengecut.

"DAVE!"

"Saya tuan. Ada apa?"

"Bawa Davey, lekas obati dia, lusa akan ada rapat kerajaan dan dia harus ikut."

"Baik Tuan." Dave membopong tubuh lemah Davey, membawanya keluar ruangan.

"K-kakak..." Chazell bersuara lirih. Kenapa Davey tak membantunya? Kenapa selama ini dia hanya diam disaat adiknya disakiti? Apa benar dia seorang kakak?

"Ck, menyusahkan, mengapa Grizelle harus melahirkan anak seperti mu?" duke Dheren menendang perut Chazell sebelum pergi.

Dengan susah payah Chazell bangkit dan mencoba menyandarkan diri di dinding. Ia terpejam, meresapi rasa sakit yang menyelimuti tubuhnya, lantas ia tersenyum tipis.

"Setidaknya, Clovera tidak merasakan rasa sakit ini."








Tbc...

Ruthless Prince | On Going |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang