Part 8

796 86 5
                                    

Terdiam dalam waktu yang lama, hanya ingin memeluknya tak ingin melakukan apa pun. Seolah kehabisan baterai dan sekarang sedang dicas.

Chika juga ikut senyap hanya bunyi degupan jantung yang didengar keduanya, tak mengerti kenapa pagi sekali adel sudah menyeret tubuhnya di belakang sekolah dan memeluknya lama.

Masih dengan menelan ludah susah payah, gadis itu mendongak menatap sang badboy yang terdiam memeluknya erat mengukungnya di balik tembok.

"Terima kasih telah lahir ke dunia."

Netra bulat cantik itu membola, sepasang mata bonekanya menatap tak percaya pada lawannya. Sungguh kejadian langka seorang Adel Dirgantara mengucapkan terima kasih.

"Terima kasih buat apa?" tanya chika. Sebenarnya dia bingung tangannya mau diapakan, tidak bisa membalas pelukan itu, tapi tangannya nganggur rasanya sayang tidak memeluk punggung lebar tersebut.

"Telah menyedikan susuu." Jawaban adel membuat chika terdiam, kecewa tanpa alasan. Ya, harusnya dia tau sejak awal dia hanya jadi objek untuk memuaskan nafsu dan ego laki-laki ini. Jadi, sebenarnya apa yang dia harapkan?

"Tumben kali ini wangi," puji adel tanpa sadar setelah menghirup aroma shampoo murahan dari rambut chika.

Melepaskan pelukannya tangan nakal adel tak tinggal diam, mulai menggenggam kedua payudara bulat kesukaannya. Tidak sebesar dan sebulat buah melon, tapi cukup untuk genggamannya.

Chika hanya terdiam bisa mendengar degupan jantungnya yang terus berdebar, awalnya dia merasa keberatan, malu, dan juga dilecehkan sekarang dia seolah pasrah. Bukan! Bukan karena dia senang dilecehkan tapi rasa risih itu berubah jadi sebuah kepuasan baginya.

"Gue tau lo juga menikmatinya dan ketagihan," ucap adel dengan kurang ajar. Mulut chika setengah terbuka, bibir mungil itu seolah mengundang untuk dicium, tapi dia tidak akan melakukan itu. Hanya boleh nenen, itu adalah perjanjian aneh atas consent keduanya.

"Aku tidak!" Chika membantah, senyum ejekan dari wajah tampan itu membuat chika kian malu.

Tangan adel meremas sedikit lebih keras membuat chika meringis. Tanpa malu adel menempelkan wajahnya pada payudara chika, rasa hangat yang disalurkan membuat dia merasa nyaman, merasa jadi rumah walau bukan rumah sesungguhnya.

"Ini adalah aset favorit gue." Chika hanya menggigit bibir malu dengan ucapan vulgar tersebut.

"Jaga baik-baik."

"Pagi ini gue cuman mau nyapa aja, nanti pulang sekolah baru ambil jatah."

Adel menjauhkan wajahnya dari payudara tersebut. Dia menunduk menatap wajah polos itu lama. Terlalu dini untuk menjadikan gadis bodoh ini rumah, tapi saat dia sedang merasa sial dengan nasibnya adel selalu memikirkan chika dan ingin berlari ke arah gadis itu bodoh ini.

Nyaman. Chika selalu merasa nyaman dan terlindungi berada di sekeliling adel. Semenjak masuk dalam lingkaran hidup adel dia tak terlalu merasa rendah dan kecil ketika dirinya dibully. Sekarang tak ada bullyan untuknya. Entah harus merasa sial atau beruntung berurusan dengan cowok tampan ini.

"Adel lepasin! Aku malu!" Chika berusaha berontak karena begitu malu ketika adel menyeret tubuhnya kembali ke kelas tapi tidak melepaskan pelukan di pinggangnya. Walau dia merasa senang dan terbang di saat bersamaan, siapa yang tidak mau dipeluk posesif oleh Adel Dirgantara?

"Gue tau lo suka! Udah diam aja."

Rasanya chika ingin meminjam kancut Superman untuk menutupi wajahnya karena dia begitu malu berjalan sepanjang koridor dengan banyak sorak-sorai dan gosip tentang mereka.

"Tuh kan, gue bilang juga apa. Si adel udah go public."

"Sumpah seleranya jelek banget. Cantikan gue ke mana-mana."

BADBOYYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang