Part 31

491 68 6
                                    

Peluh sebesar biji jagung membasahi seluruh tubuhnya, ia menyeka keringat sambil mengatur napas yang hampir putus karena terlalu menggebu-gebu.

Debaran jantung hampir copot dari sarangnya, sakit di kakinya tidak lagi dia hiraukan, dinginnya angin malam menusuk kulit tak lagi terasa.

Dengan tangan terkepal, isi kepala yang menerka-nerka, dan juga amarah yang menggebu-gebu dalam dada. Gadis itu masih belari, walau tidak sekuat awal dan berusaha cepat sampai pada tujuan.

Entah kerasukan darimana malam ini Chika nekat datang ke sebuah restoran mahal yang Marsha sebut sebagai tempat double date demi rasa penasaran siapa pemilik kotak cokelat tersebut.

Satu titik juga dia menyadari jika semua bukan semata-mata karena siapa pemilik kotak, tapi dada yang menyimpan api amarah bernama cemburu. Ya, Chika sadar dia cemburu tidak pada tempatnya, tapi dia tak bisa menahan semuanya.

Masih dengan napas tersenggal, kemiskinan Chika menjerit saat melihat gedung mewah di depannya. Dari luar sudah kelihatan interior bewarna putih yang menegaskan kesan mewah, dan mahal. Emas, dan kristal menjadi interior di dalamnya.

Gadis itu berdiri sebentar memperhatikan restoran mewah di depannya. Chandelier penuh kristal menghiasi seluruh langit-langit restoran.

Chika akhirnya mendongakkan kepala ke atas langit, berharap dia juga terlahir dengan sendok emas di mulutnya agar bisa melawan orang-orang kaya yang menganggap harga dirinya hanya sebatas keset kaki.

Masih dengan tubuh berpeluh membasuh keringat, tangan terkepal menarik napas panjang mengucap banyak doa dalam hatinya Chika akhirnya memberanikan diri untuk masuk ke dalamnya.

Entah berapa lama dia berlarian sendiri di malam dingin, saat hendak mendorong pintu kaca orang-orang yang dimaksud juga sudah keluar.

Chika berdiri mengatur napasnya, matanya langsung tertuju pada kotak cokelat yang sudah dipeluk Zean.

Selama beberapa detik kelima golongan muda itu ngeleg sebentar, tak menyangka jika Chika akan muncul di hadapan mereka pun Chika yang masih tak habis pikir bisa nekat datang ke tempat seperti ini.

Tangan Chika masih terkepal napas ngos-ngosan hampir putus. Matanya tak lepas memandang pada kotak tersebut, mulut Marsha terbuka dengan cepat memeluk lengan kekasihnya sedangkan Indira terdiam menatap Chika penuh permusuhan, seolah dia sudah menegaskan siapa dirinya. Adel hanya miliknya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Adel bergerak cepat berdiri di sampingnya memeluk pinggangnya erat.

Belum juga sadar tubuh Chika belum siap dengan gerakan tiba-tiba Adel. Mata Chika mencari terlebih dahulu mata Indira yang shock berkali-kali. Sedikit banyak dia merasa menang, karena Adel akan tetap memilih dirinya dibanding dengan Indira yang mengklaim secara sepihak.

"Pulang dulu! Pacar gue datang!" pamit Adel menarik tubuh Chika. Gadis itu masih berbalik menatap kotak cokelat yang dipeluk Zean.

Ah iya, dia melupakan tujuan awalnya.

"Lo lari ya keringatan gitu?" tanya Adel berhenti menyeka keringat di pelipis Chika. Tadinya api cemburu menguasai dirinya, tapi sekarang sentuhan kecil penuh perhatian itu membuatnya luruh. Tubuh Chika sudah lembek seperti nutrijel.

"Adel kencan sama Indira?" Gadis itu akhirnya berani bertanya bersandar di dada ternyaman tersebut, tanpa disadari atau tidak dia merasa sudah terhubung secara alami dengan cowok tampan ini.

"Nggak! Sebenarnya gue sengaja datang ada misi," jelas Adel.

Chika menatap tak percaya pada cowok tampan ini. Apa artinya Adel pasang badan melindungi dirinya dari virus-virus berbahaya trio lintah darat?

BADBOYYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang