Awal Kisah

2.5K 154 33
                                    

Suara bising yang setiap hari terdengar seolah menjadi hal biasa bagi mereka. Sembilan laki-laki berbeda usia tinggal dalam satu atap yang sama. Tentu keributan dan kebisingan menjadi hal biasa. Apalagi setiap pagi dan malam, hunian dengan 3 lantai ini benar-benar jauh dari kata damai. Jajaran tertua sibuk bersiap untuk pergi bekerja, jajaran tengah sibuk dengan setumpuk urusan kuliah, sedangkan manusia paling muda di sibukan oleh kegiatan sekolah. Begitu kegiatan mereka di setiap harinya. Keributan atau pertengkaran kecil pasti akan terjadi, entah karena hal besar atau hal sederhana. Intinya tidak ribut, tidak hidup, begitu kata mereka.

"Siapa yang hari ini harus buang sampah? Kok sampahnya masih numpuk di dapur?" Hariz, manusia paling tua disana berjalan ke arah meja makan bersama sepiring nasi goreng ditangan.

"Dylan Bang." Afif menjawab, "Belum turun tapi dia. Tadi masih siap-siap."

"Lo enggak kuliah Fif?"

"Enggak. Hari ini gak ada jadwal."

"Siapa aja yang ada di kosan hari ini?"

Afif menelan rotinya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Gue sama Kak Jovan."

Kepalanya mengangguk mengerti. Hariz tidak melanjutkan obrolan lagi. Dia harus segera memakan sarapannya agar tidak terlambat pergi ke kantor. Tidak lama setelah suasana hening, Dylan turun dari lantai 2. Dia menyapa Afif dan Hariz lalu langsung pergi ke dapur. Dylan harus buru-buru membuang sampah sebelum truck pengangkutnya lewat.

Dylan pergi, lalu turun Joe dan James. Keduanya sudah lengkap mengenakan seragam yang sama seperti Dylan tadi. Ketiganya memang bersekolah di SMA yang sama. Dylan duduk di kelas 12, Joe di kelas 11 dan James di kelas 10. Alasan mereka lebih memilih tinggal di kosan ini karena lebih dekat jaraknya dari sekolah. Mereka malas jika harus pulang pergi dengan jarak jauh setiap harinya. Jika tinggal disini mereka hanya tinggal menaiki motor atau ikut nebeng bersama Kakak tertua di kosan. Tidak perlu mengeluarkan tenaga dan ongkos lebih.

"Pagi..." Yosrey menyapa.

Akhirnya semua penghuni turun. Mereka sudah siap dengan pakaian masing-masing kecuali Afif dan Jovan. Mereka berdua tidak ada jadwal kuliah sehingga masih memakai kaus dan training. Berbeda dengan orang-orang yang sudah punya kesibukan di pagi hari. Apalagi Julian yang bekerja sebagai dokter. Dari seluruh penghuni kosan dia yang memiliki jadwal padat. Kadang sampai tidak pulang jika sedang berjaga di IGD. Berbeda dengan Hariz, si pemimpin Perusahaan yang mengeluh tidak punya teman di rumah dan memilih tinggal di kos-kosan. Dia biasanya berangkat pagi dan pulang siang atau sore jika sedang banyak pekerjaan. Namun jika sedang sibuk laki-laki itu bisa bepergian ke luar negeri atau luar kota. Pekerjaannya flexible layaknya seorang pimpinan gen Z.

Jika Yosrey yang akrab di panggil Yose dia bekerja sebagai seorang HRD. Sama seperti budak corporate pada umumnya dia akan pergi pagi, pulang sore atau malam jika lembur. Rutinitasnya selalu seperti itu. Lalu Jovan, dia baru saja menginjak semester tua alias sedang mengerjakan skripsi. Afif dan Javin seumur dan berkuliah di universitas yang sama. Javin memilih Psikolog sebagai lanjutan sekolahnya, sedangkan Afif berkuliah di jurusan Seni. Keduanya baru menginjak semester 5 tahun ini. Sedang gila-gilanya kalau kata Yose. Padahal yang lebih gila disini adalah Jovan, manusia semester akhir yang sedang bertahan hidup.

Cerita singkat kenapa mereka bisa berakhir disana adalah ketidak sengajaan. Awalnya hanya Julian yang menempati kosan ini, lalu datang Hariz, disusul Yose dan berakhir di James. Sebenarnya James adalah sepupu Jovan, kedua orang tuanya harus menetap di luar negeri karena urusan pekerjaan jadi mereka menitipkan anak tunggalnya pada Jovan. James awalnya menolak, namun karena disana banyak orang dan ada Joe Kakak beda 1 tahunnya James akhirnya mau tinggal disana.

Meninggalkan orang-orang yang sedang sibuk di meja makan, Dylan baru saja selesai membuang sampah ke dalam tong di depan kosan. Matanya menyipit saat dia melihat seorang anak laki-laki sedang berjongkok di samping gerbang. Dylan datang mendekat lalu menatapnya dari atas sampai bawah. Kepalanya celangak celinguk menatap sekitar mencari orang tua si anak. Namun Dylan tidak menemukan siapa-siapa disana. Apalagi kosannya terletak di tengah-tengah perumahan yang sepi.

HIKARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang