17: Belenang-lenang

1K 150 169
                                    

Terkadang Hariz sering berpikir, kenapa di dunia ini manusia harus bekerja? Kenapa sekalipun sudah memiliki Perusahaan sendiri dia masih tetap harus mencari pundi-pundi rupiah? Namun semakin dia memikirkan hal tersebut tidak pernah ada jawaban yang memuaskan atas pertanyaannya itu. Hari ini sampai beberapa hari ke depan dia akan di sibukan dengan banyak pekerjaan yang harus segera di selesaikan. Selain dirinya, Julian, Yose, Jovan, Javin, Afif dan Dylan pun mendadak di sibukan dengan beberapa kegiatan. Julian tentu harus bekerja di rumah sakit, Yose akhir-akhir ini sering lembur, Jovan kadang tidak pulang entah kemana karena sedang mengurus skripsinya, Javin dan Afif sibuk dengan kegiatan organisasi di kampus sedangkan Dylan harus pergi menginap karena akan ada serah terima jabatan OSIS di sekolahnya.

Dulu mungkin itu bukan masalah yang besar. Mereka bisa melakukan kesibukan masing-masing dan bebas pulang pergi ke rumah tanpa rasa khawatir. Namun karena sekarang mereka memiliki anak kecil yang baru akan berusia 6 tahun dirumah, tentu anak itu tidak bisa ditinggal sendirian, sedangkan membawanya bersama mereka pun bukan solusi yang tepat. Hariz yang biasanya rutin membawanya ke Perusahaan sekarang dia tidak bisa melakukannya. Sedang ada project besar dan orang-orang yang dia percaya tentu tidak bisa membantu menjaga sang Adik.

Sebenarnya ada 2 orang manusia yang tidak sibuk sama sekali. Dan keduanya sekarang sedang berdiri di hadapan Hariz dengan senyum aneh yang sejujurnya terlihat menyebalkan. Hariz harus segera berangkat dan Hikaru hari ini tidak pergi ke sekolah karena sedang libur begitu juga ke-dua manusia yang masih berdiri di depan Hariz. Jika dua orang ini bukan Joe dan James, Hariz tidak akan khawatir, tapi masalahnya yang sekarang berdiri di depannya adalah dua bocah yang sering merusuh dirumah. Hariz sangat amat ragu harus menitipkan Hikaru pada 2 Kakaknya itu tanpa di dampingi yang lain.

"Kenapa sih Bang? Kita juga bisa kok di titipin Dede." Ucap Joe.

"Kalo sama kalian, yang ada kamu sama James Abang titipin ke Dede!" Hariz mendengus, "Di jagain Adeknya ya? Bisa kan di jagain?"

"Bisa Bang yaelah, gitu doang mah kecil." James menepuk dadanya, "Gue bisa di andelin."

"Di andelin buat bikin Dede nangis sih bisa." Hariz mendelik, "Sehari aja jangan di bikin nangis ya? Abang mohon."

"Iya Bang, tenang aja. Nanti begitu anaknya bangun gue sayang-sayang." Jawab Joe.

Meskipun hatinya masih berat meninggalkan Adik bungsunya bersama Joe dan James, tapi Hariz tetap harus berangkat ke kantor. Semua cctv sudah Hariz nyalakan dan akan selalu dia pantau bersama yang lain. Sebenarnya Joe dan James tentu bisa menjaga Hikaru, namun cara mereka yang agak lain daripada yang lain membuat Hariz was-was. Di awasi oleh Julian saja mereka masih berani membuat Hikaru menangis dengan cara menjahilinya, bagaimana jika keduanya tidak di awasi siapa-siapa? Hariz takut Adiknya akan menangis setiap detik. Hiperbola memang, tapi Hariz benar-benar khawatir ke-tiganya justru akan membuat kekacauan nantinya.

Jam sudah menunjukan pukul 8 pagi, Hikaru masih belum bangun. Joe dan James juga tidak berniat membangunkan Adiknya karena Kakak tertuanya tadi berpesan, selama tidak lebih dari jam 10 pagi maka Hikaru tidak usah dibangunkan. Namun jika sampai jam 10 nanti Adiknya belum bangun baru keduanya akan membangunkan sang Adik. Hariz juga berpesan agar tidak menjahili Hikaru saat Adiknya baru saja bangun. Konon katanya, mood anak-anak itu di tentukan sejak dia bangun pagi, jika mereka bangun dengan rasa kesal, saat menjalani hari perasaan kesalnya akan lebih mendominasi. Sebaliknya, jika mereka bangun dengan perasaan baik, maka sepanjang hari mereka bisa menjalani harinya dengan perasaan yang baik juga. Joe dan James menurut, keduanya tidak akan menganggu Hikaru nanti.

"Ehhh biduan kita udah bangun." Joe turun dari sofa lalu menghampiri Hikaru yang baru saja keluar dari kamar Yose, "Nyenyak bobonya?"

Hikaru tidak menjawab. Tangannya terulur agar Joe menggendongnya. Joe dengan senang hati tentu langsung menggendong Hikaru dan membawanya ke sofa. Tangannya juga langsung merapihkan rambut Hikaru yang mencuat kemana-mana.

HIKARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang