Di ruang kelas 7.2
Seminggu sudah Ulangan Tengah Semester 1 berlalu. Saat ini para peserta class meeting untuk lomba akademik telah mempersiapkan dirinya agar bisa mengharumkan kelasnya masing-masing. Lomba ini adalah perlombaan yang kali pertama diikuti oleh angkatan Ditra, setelah mengalami peralihan masa SD ke SMP dan menemukan banyak teman dari sekolah lain yang kepintarannya tidaklah bisa diremehkan. Wajar jika Ditra sedikit merasa takut karena dia akan bertanding dengan teman-teman barunya.
Di jam pelajaran terakhir sekolah, seusai menyelesaikan tugas dari gurunya, Ditra menghampiri sebuah tempat duduk milik seorang temannya dengan bergumam tidak jelas di samping tempat duduk itu.
"Heuh.... Untuk kali pertama gua ikut lomba melawan para manusia peraih NEM yang lebih tinggi dari gua.", gumam Ditra di samping pemilik tempat duduk itu.
Sebuah kebiasan tersendiri dari Ditra bahwa jika ia bicara dengan laki-laki, ia merasa lebih cocok dengan panggilan "Gua" "Lu" karena menurutnya tidak ada laki-laki yang harus ia panggil secara lembut dan halus dengan kata "Aku "Kamu" "saya", terkecualian untuk berbicara dengan papahnya dan guru laki-lakinya.
Nama pemilik tempat duduk itu adalah Naga Notora (Sebut saja Aga). Anak laki-laki jangkung itu pun menoleh kearah gadis itu yang datang secara tiba-tiba dan menggumam-gumam.
Aga mengernyitkan dahi, "Ditra? Lu nggak usah cemas gitu. NEM bagus/tinggi nggak menjamin 100% kepintarannya. Ayolah, lu ini bagaimana? Belum mencoba sudah ngeluh? Percaya sama gua, lu pasti bisa!!", ujar Aga yang mencoba membangun potekan-potekan semangat Ditra.
"Yaa, lu ngomong kayak gitu karena lu nggak ada di posisi gua, NAGA NOTORAAAAA!!"
"Ih, lu!! Dasar cewek keras kepala!! Gua nasehatin seharusnya lu—Arghh sudahlah, percuma saja debat sama lu! Nyusahkan hidup saja!." Aga berusaha merendam emosinya.
Setelah Ditra berdebat dengan Aga, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua merapikan alat-alat sekolah dan bersiap-siap untuk pulang. Ditra memakai sepeda untuk pergi dan pulang sekolah. Jarak rumahnya ke sekolah sekitar 4 km. Ya, jarak itu tidak dibilang dekat apalagi dengan menggunakan sepeda. Waktu yang dibutuhkan Ditra untuk melakukan perjalanan itu sekitar 15 menit. Meskipun begitu dia tidak pernah mengeluh untuk menjalaninya.
@@@
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Akhirnya perlombaan itu pun segera dilaksanakan sekitar 1 jam lagi. Tepat pada hari sabtu.
Pagi itu Ditra datang ke sekolah lebih awal sekitar pukul 06.30. dengan mengenakan seragam batik sekolahnya dengan menaiki sepeda kesayangannya yang memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang berbeda jauh dari yang lain.
Sesampainya di sekolah, ternyata pagar sekolahnya belum terbuka. Maka anak-anak tertampung di luar dan semakin lama semakin penuh. Kemudian sekitar pukul 07.15 gerbang pun dibuka. Semua anak-anak lari masuk ke sekolah. Mereka sudah tidak sabar untuk melakukan persaingan antar kelas yang baru pertama kali dilaksanakan ini.
"Selamat pagi, Ditra, semangat ya! Semangat!" seru Rafifah Fasya Hamidah, (sebut saja Afi). Sembari menepuk punggung Ditra yang bermaksud memberi vitamin semangat.
"Ah... Iya... makasih Fi. Do'akan yang terbaik ya."
Pengumuman mengenai ruangan masing-masing bidang study mulai disiarakan. Setelah mengetahui lokasi ruangannya, Ditra pun bergegas memasuki ruang testnya yang berada di lantai 2. Sialnya, tali sepatunya lepas ketika ia menaiki tangga. Syukurnya ia tidak menginjak tali sepatunya lalu akan dinasibkan tragis karena terjatuh terguling-guling di tengah krumunan orang yang sedang menaiki tangga. Menyedihkan.
Ketika dia telah sampai di ruangannya, dia pun memilih tempat duduk di bagian paling depan di baris ke 3. Nafasnya semakin tidak beraturan, detak jantungnya pun semakin acak-acakan tidak menentu, keringat dinginnya sudah bercucuran, dan ke dua kakinya pun digerakkan olehnya dengan sembarangan. Dan beberapa menit lagi soal akan dibagikan. Ini adalah kali pertamanya, sekali lagi kali pertamanya Ditra melakukan test ini dengan saingan satu angkatan dan angkatan lebih tua 1 tahun di atasnya. Tetapi ia berusaha memulihkan kegugupannya itu, berusaha santai dan rileks. Satu persatu anak-anak berdatangan dan memilih tempat duduk. Ditra melihat-lihat tampang anak-anak itu dan ia sedikit canggung, karena semua wajah yang dia lihat sama sekali tidak ia kenal. Akhirnya soal dibagiakan dan test pun dimulai.
Dua jam kemudian, test itu berakhir. Dan perasaan Ditra tidak menentu, antara sudah tenang melewati test itu, juga bingung memikirkan beberapa soal yang tadi—sempat menimbulkan kebocoran otaknya. Lebih tepatnya otaknya hampir saja mengalami peledakan. Saat itu dia sangat tidak bisa membaca perasaanya sendiri.
Tiba-tiba Ditra mendecak kesal ketika ia menunduk dan melihat bahwa tali sepatunya mulai lepas. Dan yang menyedihkan saat itu juga Haekal yang selalu mengejeknya, lewat tepat di depannya.
"Ahaha... tuhkan, tali sepatunya lepas lagi. Nggak bisa ngikat ya? Wah kasihan... minta ikatin sama mama dong. Ahaha" Haekal tertawa lepas dan dengan cepat ia berlari menjauhi Ditra agar tidak terkena teriakan toaknya.
"Aish, sial!" gumam Ditra.
Ditra memang merupakan gadis yang pintar. Di samping itu ada sebuah keburukan sepele dari seorang Ditra. Gadis ini tidak bisa mengikat tali sepatunya dengan baik. So, setiap kurang dari 5 menit, tali sepatunya akan lepas. Lepas, perbaiki, lepas, perbaiki. Selalu seperti itu jika ia mengenakan sepatu tali. Karena itu, beberapa temannya selalu mengejeknya.
@@@
Mungkin pikiran kalian cerita ini ada hubungannya sama kereta. Karena dari judulnya TRAIN. Mungkin menurut kalian ini kisah cinta di kereta, atau gimana-gimana. Tapi nggak, ini nggak ada hubungannya sama kereta. hhh
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAIN
Non-FictionPernah terfikir betapa tertantangnya cinta yang hadir di tengah-tengah persaingan sekolah? Awalnya sama sekali tidak saling kenal, tidak saling tahu. Untuk sekedar mengenal wajah satu sama lain saja benar-benar hal asing. Berawal dari pertemuan dise...