Hello!

57 7 1
                                    

(One week later)

July 10th 2014

Liburan sekolah belum selesai, hanya tersisa 5 hari lagi. Kini Ditra sedang melakukan pendaftaran ulang untuk kelas 8, tetapi ia masih belum masuk sekolah. Sebuah fakta bahwa untuk kelas 8 ini, seluruh murid se-angkatan Ditra terdapat 2 kelas unggulan, yaitu kelas yang berisi anak-anak yang berpestasi. Yaitu kelas 8.2 dan 8.6. Ditra sempat merasa ngeri dan getir jika dia akan sekelas dengan Ghavin. Menurutnya, jika Ghavin satu kelas dengannya, Ghavin akan menjadi saingan yang berat. Alhasil, ketika dia mencari namanya ditiap daftar kelas, dia menemukan namanya tertera di kelas 8.2. Lalu ia meneliti dengan saksama, apakah nama Ghavin ada pada kelas 8.2 juga? Dan ternyata nihil. Nama Ghavin tidak ada disana. Berarti Ghavin di kelas 8.6. Dan benar, nama Ghavin tertera di kelas 8.6. Perasaan Ditra saat itu berbenturan antara senang dan sedih, tapi setidaknya rasa senangnya lebih banyak ketimbang sedihnya, karena dia tidak akan bersaing dengan Ghavin dalam satu kelas.

Pendaftaran ulang sedang berlangsung, dan Ditra bersama teman-temannya sekelasnya menunggu giliran sembari duduk-duduk. Ketika itu dia sedang berbincang melepas kerinduan selama liburan dengan teman-teman. Dan tiba-tiba Ditra teringat beberapa perkataan Ghavin melalui chat semalam.

Selamat! Anda sudah mulai akrab dengan saya! Tapi saya tidak tahu anda...

Besok saat pendaftaran ulang di sekolah, kita kenalan dulu. Okeh?

Foto-foto lu di kronologi itu benar foto lu? Hadeuuh. Sumpah, bagi gw muka lu itu asing banget. Mungkin kalo gw karena karismatik ya, jadi mudah diingat. #eaa

Mbak, ntar pas pendaftaran ulang, lihatin muka mbak ya. Harus jujur lo ya. Jangan pakai photoshop apalagi kamera 360.

Semua perkataan Ghavin itu terlintas begitu saja dipikiran Ditra. Dan tanpa sadar, Ditra terkekeh geli mengingat semua perkataan itu.

Tiba-tiba, Vhera—

"Hey! Woy! Hey! Hello, Ditra? Kok senyum-senyum sendiri? Ngelihatin siapa sih? Hadeuh nih bocah-_-" Tampang Vhera yang tidak ada woles-wolesnya, kian mengumpat-,-.

Akhirnya pemikiran Ditra tentang perkataan Ghavin hancur menghilang karena Vhera.

"Ih, apaan sih! Orang lagi mikir." Ketus Ditra.

"So, mikirin siapa hayo? Mikir kok kayak orang gila-_-segala senyam-senyum tanpa sebab. Horror sumpah horror nih Ditra."

"Hehe, gak apa-apa. Lagi ada sesorang yang—" Ditra berhenti bicara ketika matanya melihat sosok laki-laki yang sedang membuatnya entah merasakan perasaan apa. Ghavin... Ghavin sedang berdiri berbicara dengan ke 2 teman perempuannya di area sekeliling lapangan sekolah.

Ghavin... Ditra menyebut nama itu dalam batinnya. Lalu ia bangkit dari duduknya. Sementara Vhera terus menggumam meminta lanjutan dari pembicaraan Ditra tadi.

"Yang apa, Ra? Hey!! Wah bener-bener nih anak. Ditanya malah dikacangin, sekarang malah tahu-tahu mau pergi-_-. Setan mana yang nyasar ke tubuh Ditra? Jadi begini dia."

Vhera menggumam sementara Ditra terus berjalan mendekati Ghavin tanpa menghiraukan gumaman Vhera itu.

Tiba-tiba Ditra terhenti di tengah lapangan. Ia memandangi 3 sosok yang sedang berbincang itu.

"1 laki-laki dan 2 perempuan. 2 perempuan itu pasti temannya Ghavin. Mereka terlihat sangat akrab. Ghavin pun sampai tertawa-tawa dan tersenyum-senyum dengan mereka", ujar Ditra dalam sembari meremas roknya bagian samping.

Sebenarnya disaat seperti ini Ditra bisa saja menghancurkan pembicaraan mereka dengan memanggil nama Ghavin yang paling tidak berukuran 6 oktaf. Oh tidak! 4 oktaf saja udah lebih dari cukup untuk teriakan seorang Ditra agar anak laki-laki itu menoleh ke arahnya. Hanya cukup mengatakan "Hi, Ghavin. Ini gua Ditra." Hanya itu saja. Tapi Ditra berpegang teguh pada caranya untuk bersopan santun. Dia tidak ingin mengganggu mereka, dan dia lebih memilih untuk bersabar hingga Ghavin selesai dari perbincangannya bersama kedua temannya itu. Akhirnya Ditra menuju koridor sekolah sembari duduk menunggu Ghavin.

Tak lama kemudian kedua teman Ghavin pergi meninggalkan Ghavin. Sementara Ghavin sendiri melangkah menuju tengah lapangan. Ketika Ditra hendak melakukan 2 langkah mendekati Ghavin, tiba-tiba ada seorang siswi yang menghampiri Ghavin. Awalnya hanya satu, kemudian dua, tiga, hingga lima.

"Apa lagi ini?! Apa Ghavin nggak punya teman selain perempuan? Kenapa nggak teman laki-lakinya yang menghampirinya? Aihh, dia yang kegenitan atau mereka yang kecentilan?! Sabar Ra, sabar... hufftt." Ditra mengelus dada dan beberapa kali menghembuskan nafas untuk memulihkan ketenangannya.

Beberapa saat kemudain, kelima perempuan itu selesai urusannya dengan Ghavin. Dan ini saatnya giliran Ditra untuk melakukan interaksi dengan ghavin. Dan tiba-tiba kali ini—

Dag dig dug. Detak jantungnya tidak biasa. Sedari tadi ia telah siap hanya saja waktunya ter-ulur untuk menunggu. Dan sekarang dia malah grogi. Tak punya waktu lama lagi. Dia harus secepatnya melakukan itu. Sebelum Ghavin didekati temannya lagi.

Ayo lakukan, lakukan, lakukan Ditra! Jangan mundur. Cemungud..

Dan akhirnya—

Ekhem ekhem... "Hai, Ghavin! Woy, ini gua Ditra." sembari melambai-lambaikan tangan.

Saat itu juga, Ghavin menoleh dan memicingkan matanya ke arah Ditra. Lantas, apa yang Ditra dapat dari wajah laki-laki itu? Sebuah senyuman? Sapaan balik? Mendekatinya? Ternyata.... bukan itu semua. Melainkan sebuah tatapan lekat disertai ekspresi bertanya-tanya. Sepertinya dia sedang memahami wajah asing Ditra hingga harus membutuhkan beberapa sekon. Dan akhirnya....

"Ahahaha... Hahaha..." spontan Ghavin terkekeh dan kemudian tertawa lepas, layaknya seorang raja yang merdeka melakukan tindakan sewenang-wenang.

Hih... Demi Tuhan, apa yang ada dalam piikiran anak itu? Disuruh memanggilnya malah ditertawakan. Dia tidak tahu aku sudah sempat gugup dibuatnya. Ih, lagian sudah satu ekskul Pramuka, sama-sama anggota OSIS, apa benar-benar dia tidak mengenaliku? Apa dia tidak pernah melihatku? Dalam besosialisasi rumit sekali orang ini. Arggh. Ditra mendecak kesal. Meski sepertu itu, Ditra ternyata ikut terkekeh akibat tawa lepas seorang Ghavin. Setelah itu Ghavin berhenti tertawa dan berlalu meninggalkan Ditra tanpa berkata apa-apa. Saat Ghavin membalikan tubuh, Ditra ingin sekali memukul punggung laki-laki itu lalu meneriakan suara 10 oktafnya di telinga Ghavin. Sangat disayangkan Ghavin sudah terlebih dulu ditarik oleh temannya.

Seusai peristiwa itu. ia kembali duduk bersama teman-temannya. Dan tak lama kemudian, ia mendapat giliran untuk pendaftaran ulang. Teringat bahwa kelasnya adalah kelas 8.2, kelas nomor terdepan dari 9 kelas. Jadi dia tidak punya waktu yang lama untuk menunggu.

@@@

One day later....

Liburan sekolah tersisa 4 hari. Setelah kejadian 1 hari yang lalu, Ditra dan Ghavin melanjutkan komunikasinya. Mereka saling menghabiskan waktu libur dengan chatting-an, karena mereka sama-sama tidak pergi jalan-jalan saat liburan. Komunikasi mereka memang sudah banyak. Ditra sering curhat mengenai hal yang mengganggu hatinya. Bertanya-tanya tentang prestasi Ghavin. Berbagi cerita apa pun itu, yang membuat obrolannya dengan Ghavin terasa seru. Begitu juga Ghavin, dia menceritakan bisnis kecil-kecilannya, game yang dia buat, teman-teman yang dia kenal.

Tawa canda mengiringi obrolan mereka. Mereka saling berbagi. Dan kini mereka benar-benar sudah akrab. Tapi kemungkinan komunikasi antara mereka akan terhambat jika sudah memasuki waktu sekolah. Mengingat bahwa mereka beda kelas, Ghavin shift siang, sedangkan Ditra shift pagi. Belum lagi tugas-tugas sekolah menggunung yang akan mereka peroleh kelak.

@@@

TRAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang