four days later...
(Awal masuk kelas 8)
Akhirnya waktu masuk sekolah tahun ajaran 2014/2015 pun tiba. Hari pertama Ditra dan kawan-kawan masuk sekolah. Sebenarnya dia tidak begitu suka masuk pagi. Alasannya, karena kalau masuk pagi, masuknya pukul 7. Pasti dia datang paling tidak 15 menit sebelum bel masuk. Dia tidak punya waktu banyak untuk berbincang dengan teman-temannya sebelum masuk. Atau jalan-jalan ke kelas lain. Dan kalau dia datang lebih awal, sekitar pukul 06.30, dia berani taruhan kalau disaat pukul segitu hanya ada bang Udin. Seorang Office boy di sekolahnya. Selain itu kalau ada PR yang belum terselesaikan karena sulit, dia suka saling konfirmasi dengan temannya, untuk bersama-sama memecahkan soal rumit itu. Tapi kalau hanya memiliki waktu singkat sebelum masuk, mana bisa melakukan itu? Dan belum lagi keramaian dan kemacetan yang harus ia lalu di pagi hari. Maka itu Ditra tidak senang jika masuk pagi. Berbeda dengan Ghavin. Mereka berdua bertolak belakang untuk masalah ini. Ghavin ingin masuk pagi. Dan ternyata dia masuk siang. Dan Ditra? Dia ingin siang, tetapi ternyata pagi.
Hari pertama ini, Ditra hanya memilih tempat duduk, teman semeja, mengetahui letak kelasnya, berkenalan dengan wali kelasnya, dan yang pastinya berkenalan dengan teman-teman satu kelasnya. Saat hari pertama itu, Ditra selalu berdua dengan Afi. Afi adalah salah satu teman yang satu kelas dengannya sewaktu kelas 7. Di kelas ini tidak hanya Afi teman sekelasnya di kelas 7. Tetapi juga ada Imam, Fauzan, Ester, dan Nabilah. Imam duduk dengan Fauzan, Ester dengan Nabilah. Dan Ditra dengan Afi. Dia memilih duduk dengan Afi karena dia tidak mau pusing-pusing memilih yang lain. Banyak sekali teman-teman baru di kelasnya ini. Belum banyak yang ia kenal. So, menurutnya kalau mau duduk sama teman baru, harus berkenalan, bertampang baik-baik, ah ribet menurutnya. Jadi, dia ambil yang simple saja, yang penting punya temsn semeja.
Menit-menit berlalu. Namun wali kelasnya tak kunjung datang. Dan akhirnya ketika pukul 8, barulah sang wali kelas datang. Wali kelasnya ialah guru perempuan. Cantik, badannya gemuk, tampangnya keibuan, terlihat bijak dari cara berbicaranya, dan dia seorang guru study bidang IPS. Namanya Bu Suprapti.
Setelah berkenalan dengan wali kelasnya, dilanjutkan berkenalan dengan teman-teman satu kelasnya. Hari ini juga langsung ditentukan pengurus kelas. Ketua kelas, sekretaris 1 dan 2, bendahara 1 dan 2, dan berberapa seksi. Beberapa saat hasil vooting pemilihan pengurus kelas pun selesai. Ditra menjadi anggota seksi kerohanian. Dia sudah malas menjadi pengurus inti. Karena sejak SD dia sudah selalu menjadi pengurus inti. Mulai dari wakil ketua kelas, sekretaris, bendahara. Tapi sayang, jabatan ketua kelas belum pernah ia dapatkan. Dan satu tahun lalu ketika kelas 7, Ditra kembali terpilih menjadi sekretaris karena menggantikan sekretaris kelasnya yang kurang beres dalam bekerjanya. Tapi dia sudah cukup sengsara menjadi sekretaris satu tahun itu. Menulis di papan tulis, belum lagi menyalin ke buku tulisnya. Hampir setiap hari dia meminjam dan membawa pulang buku tulis temannya. Dan yang parahnya, hampir setiap buku yang ia pinjam, ia tanda tangani di bagian belakang. Jahil, benar-benar jahil, Ditra!
Akhirnya waktu istirahat tiba. Waktu belajar memang belum full, tetapi tetap ada istirahat. Saat ini bulan Ramadhan masih berlangsung. Jadi, ketika istirahat, yang bisa dilakukannya hanya melihat suasana hari pertama masuk sekolah, berbincang-bincang dengan teman baru, main ponsel, selfie, atau hanya berdiam diri seperti orang bisu tak punya kawan. Tapi Ditra memilih yang ke 2, berbincang-bincang.
Ketika ia sesekali mengeluarkan canda tawa dengan beberapa teman yang baru ia kenal. Saat itu juga hampir teman satu kelasnya menoleh ke arahnya dengan ekspresi bermacam-macam. Ada yang heran, ada yang tak segan-segan ikut tertawa, ada yang hanya tersenyum, ada yang menampakkan wajah sinis tak suka. Mereka memusatkan pandangan pada Ditra.
Dan tiba-tiba Afi berbisik pada Ditra.
"Ra, pelankan suaramu. Turunkan oktafnya. Mereka belum terbiasa dengan toakmu. Kasihan mereka. Butuh waktu untuk beradaptasi dengan ciri khas suaramu ini. Apa lagi ini masih suasana pagi. Bisa-bisa mereka jantungan mendengar suaramu. Kalau aku sih, udah kebal sama kamu. Begitu juga Imam, Fauzan, Ester dan Nabilah. Kita udah kebal satu tahun sama kamu, Ra. Lha, tapi mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAIN
NonfiksiPernah terfikir betapa tertantangnya cinta yang hadir di tengah-tengah persaingan sekolah? Awalnya sama sekali tidak saling kenal, tidak saling tahu. Untuk sekedar mengenal wajah satu sama lain saja benar-benar hal asing. Berawal dari pertemuan dise...