The next day...
"Anak-anak, silakan kalian masuk ke ruang lab komputer. Kalian akan mengerjakan test pertama disana. Silakan masuk terlebih dahulu, cari tempat duduk masing-masing. Bapak mau mengambil soal-soalnya dulu." Ujar Pak Endro. Lalu mereka bergegas memasuki lab komputer.
Pagi itu di lab komputer, seluruh peserta memasang tampang tegang. Terutama Ditra. seperti biasa, gadis itu akan mengeluarkan keringat dinginnya, detak jantungnnya ricuh, ditambah dengan suhu AC di ruangan itu. Ditra begitu tegang. Sesekali ia menoleh ke arah Ghavin yang duduk dibaris belakangnya, namun ia menghadap ke arah yang berlawanan dengan Ditra.
Ghavin... Kita bersaing, batin gadis itu.
Ditra melihat ekspresi datar dari wajah Ghavin ketika laki-laki itu menoleh ke sampingnya. Dan sebuah kenyataan bahwa tidak ada sebercak garis gelisah, tegang, ataupun rasa takut dari laki-laki itu.
Ia terlihat santai.
Ditra kembali meluruskan pandangannya dan di depannya ada Nurul. Nurul salah satu teman baiknya, mereka satu kelas di kelas 7 dan akan bertemu lagi di kelas 9. Meski begitu, Nurul merupakan saingan Ditra di kelas 7. Ya, Nurul juga merupakan siswi yang berprestasi. Tak lama kemudian, Pak Endro datang membawa soal-soal, lalu membagikannya.
2,5 jam kemudian, mereka selesai mengerjakan. Saat itu juga langsung diperiksa hasil pekerjaan mereka, dan mereka tidak ada yang sanggup mengetahui hasilnya. Karena seluruh peserta benar-benar stres dengan soal-soal yang sangat asing di otak mereka. Soal yang belum pernah mereka pelajari dan diajari. Tetapi Pak Endro bersikeras untuk tetap memeriksa hasilnya langsung saat itu juga. Pak Endro memerintahkan anak-anak untuk saling menukar lembar test untuk diperiksa.
Jawaban Ditra diperiksa oleh Nurul, begitu juga milik Nurul diperiksa oleh Ditra. Ketika pemeriksaan berlangsung, Ditra begitu gugup dan ekspresinya tak karuan. Dia selalu menatap Nurul dengan gemetar. Sementara Nurul hanya membalasnya dengan ekspresi datar. Saat ini mereka sama-sama tegang.
Pasti aku banyak yang salah. Ya Allah, bagaimana ini? Nilaiku sepertinya hancur. Aku sangat pasrah Ya Allah..., batin Ditra.
10 menit kemudian.
Nilai Nurul lumayan, matematika 6, fisika 7, biologi 5, dan b. Inggris 1. Dari 40 soal, total soal yang benar ada 20 Sementara aku?
"Nur, gimana?" tanya Ditra dengan begitu tegang.
Nurul hanya menatap nilai Ditra.
"Nur?"
"Matematika 2, fisika 4, biologi 7, d—an b. Inggris 1. Kalau aku?"
Ditra tertegun mendengar jawaban Nurul. Gadis itu begitu down mengetahui nilainya. Nilai terburuk yang pernah ia dapat. Ditra hanya menunduk lemas di kursinya. Banyak aura kecewa yang terpancar di wajah gadis itu.
"Kamu matematika 6, fisika 7, bilogi 5, dan b.Inggris kita sama."
"Makasih, Ra."
"Makasih? Makasih apanya nih? Makasih karena nilaiku udah lebih rendah darimu atau apa nih?"
"Lho, kok kamu jadi nethink gini?"
"Ahaha, canda Nur, canda. Jangan baper yaelah."
"Oh gitu, kirain serius. Haha."
Ditra memang sempat-sempatnya berlelucon, tapi sesaat kemudian dia kembali termangu.
Nilaiku lebih rendah dari Nurul. Bagaimana dengan yang lain? Dengan Helen? Muti? Dina? Dini? Belum lagi.... si.... Gha—vin. Arggh!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAIN
Non-FictionPernah terfikir betapa tertantangnya cinta yang hadir di tengah-tengah persaingan sekolah? Awalnya sama sekali tidak saling kenal, tidak saling tahu. Untuk sekedar mengenal wajah satu sama lain saja benar-benar hal asing. Berawal dari pertemuan dise...