Watches

42 4 0
                                    

One week later....

Sesaat Ditra menoleh ke cermin yang tergeletak di mejanya. Tampak wajah yang sungguh mengerikan di cermin itu. Pucat seperti mayat hidup yang baru saja bangkit dari kuburnya. Benar-benar menyedihkan kondisinya saat ini. Ditambah dia sedang home alone. Saat ini Ditra merasakan begitu mual pada perutnya. Seusai dia makan siang, gadis itu benar-benar merasa ingin muntah. Entah ada apa dengan perutnya. Ia pun berbaring di tempat tidurnya. 1 jam kemudian, dia sudah tidak tahan dengan rasa mualnya. Dan akhirnya—

HUWWWEEEEKKKKK...... dia memuntahkan semua makanan yang dia makan sejak pagi tadi. Muntahan yang ia keluarkan dari mulut dan hidungnya cukup banyak.

Beberapa menit kemudian....

Entah sudah kali keberapa ia muntah. Lagi-lagi banyak sekali yang dikeluarkannya. Sakit sekali, dia benar-benar sudah lelah seperti ini. Akhirnya dia hanya bisa duduk lemas di ruang tamunya dan menghubungi papahnya agar cepat pulang.

Akhirnya menjelang magrib, orangtuanya telah tiba di rumah. Dan kondisinya saat itu semakin lemah, yang lebih parah ketika ia mulai muntah lagi dan kali ini hanya air yang keluar dari mulutnya karena perutnya telah kosong dari makanan. Mamanya sangat cemas, dan seusai magrib dia diputuskan untuk dibawa ke rumah sakit oleh kedua orangtuanya.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Ditra hanya diam dalam seribu logat. Dia tidak berbincang seperti biasa dengan papahnya. Dalam diamnya itu ternyata Ditra sedang memikirkan seseorang.

Ghavin... Dia menyebut nama itu dalam hatinya.

Ternyata gadis itu memikirkan apakah dia bisa membelikan hadiah untuk Ghavin? Dia meniatkan bahwa esok hari, tepatnya Minggu, 27 Desember, ia ingin membeli hadiah untuk Ghavin sekaligus melaksanakan reuni SD dengan beberapa sahabat karibnya. Sementara melihat kondisi kesehatannya saat ini sangat buruk. Hari-hari memang masih ada yang lain sebelum waktu ulang tahunnya tiba. Tapi dia ingin membeli hadiah untuk Ghavin bersama sahabat-sahabat karibnya yang mungkin bisa memilihkan benda yang terbaik untuk diberikan pada laki-laki yang sedang ia kagumi saat ini.

Ghavin... lagi-lagi nama itu disebutkan olehnya.

Ghavin. Sudah seminggu aku tidak melihatmu. Dan dalam kondisi seperti ini aku mengingatmu. Tapi apakah kamu mengingatku? Entahlah.... I miss you...

Sesekali Ditra menghembuskan nafas. Dan papahnya pun mencoba membangun suasana dari keheningan sedari tadi. Setelah berbincang singkat dengan papahnya Ditra kembali termangu dalam heningnya.

@@@

Pagi pun sudah datang. Sinar mentari telah menyapa bumi. Kondisi Ditra sudah kian membaik dari semalam. Ternyata dia mengalami maag yang sudah parah hingga mengalami muntah-muntah. Dengan kondisinya yang saat ini, Ditra sudah meniatkan benar-benar bahwa dia akan datang saat reuni SD sekitar pukul 10 nanti dan dilanjutkan pada rencananya untuk membeli hadiah untuk Ghavin.

Di Rumah Nadia Nur Anggraini (Sebut saja Nadia), di rumah itulah Ditra dan kawan-kawan SDnya berkumpul. Setelah 2,5 jam berbincang-bincang melepas rasa kangen yang telah digenggam mereka dalam waktu yang tak singkat, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi jalan-jalan. Salah seorang teman Ditra bernama Wulan, dia ingin membeli sesuatu untuk temannya di pesantrennya.

"Hmm, Ra. Aku mau beli sesuatu buat teman di pesantrenku."

"Lalu?"

"Besok aku mau tukeran kado sama dia pas udah masuk sekolah. Tapi... tapi—aku nggak punya teman buat ke toko itu. Kamu mau nggak temani aku? Kalo kamu emang mau pulang cepat, ya udah, nggak apa-apa."

"Hah? kamu mau beli kado? Wah, kebetulan aku juga emang mau beli hadiah sepulang reuni ini. Eh, tapi ngomong-ngomong tokonya yang di mana ya?" Ditra baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu menahu di mana toko yang akan ia kunjungi.

"Apaan nih? Mau beli kado buat Nadia, ya?" Cerocos Nadia diantara perbincangan Ditra dan Wulan.

"Jeh, pengen banget?"

"Ya ampon Diterrrrr, 1 Januarikan aku bakal ulang tahun. Tinggal hitung jari. Dan sekarang tanggal berapa? 27 kan? Nah 5 hari lagi tuh. Bisalah kadonya... ahahaha"

"Heh, Nad! Wulan mau beli kado buat temannya di pesantren, dia mau tukeran kado. Nah, aku? Aku mau beli kado buat—"

Sejenak Ditra berhenti untuk berfikir.

Untuk siapa? Ghavin? Lho, siapa dia? Bahkan dia bukan siapa-siapa yang punya hubungan khusus denganku. Hanya saja aku dan dia sering komunikasi, berbagi cerita, menemaniku disaat aku kesepian. Kalo dia sahabat, lho, banyak yang jadi sahabatku, kenapa aku hanya membelikan dia? Dia siapa aku?, ujarnya dalam hati.

Kemudian dia menjawab pertanyaan Nadia, "Laki-laki yang satu tanggal lahir sama aku. Arrghh... nggak penting buat kamu. Aku sebut juga kamu nggak tau."

"Acie... Diter......" Nadia menyenggol lengan Ditra.

Dan akhirnya Ditra dan Wulan ditemani Nadia ke toko itu. Nadia saat ini berlaku menjadi penunjuk peta lokasi. Toko itu berjarak memang lumayan jauh dari situ, dan lebih parahnya mereka menempunya dengan jalan kaki bersama. Tetapi niat yang tertanam dalam hati Ditra tak menggoyahkan keinginannya ini.

Matahari mulai menyengat. Sudah sekitar 30 menit mereka berjalan menuju sebuah toko. Dan akhirnya beberapa menit kemudian mereka sampai. Wulan langsung memilih barang, sementara Ditra masih terlihat linglung seperti orang bodoh tak tahu tujuan. Ditra sama sekali tidak mengetahui benda-benda yang disukai . Sangat canggung untuk bertanya pada orangnya langsung.

Selama itu Nadia hanya menggeleng atau mengangguk memberi pendapat setiap saat ditanya oleh Ditra mengenai sebuah benda, sahabatnya yang labil itu sungguh sangat menyusahkan menurut Nadia. Dan pada kenyataannya, benar-benar bukan hal yang mudah untuk Ditra memilih benda untuk laki-laki.

Sudah bermenit-menit masih saja gadis itu belum menemukan benda yang menurutnya pantas untuk Ghavin meski Nadia sudah memberikan beberapa anggukan tanda setuju pada benda yang menurutnya pantas dibeli Ditra.

Setelah sekitar 15 menit, Wulan telah mendapatkan barang yang cocok ia berikan untuk temannya. Sementara Ditra? Dia masih tetap pada kenyataan tangan kosong. Hingga akhirnya mereka pindah ke toko di sebelah dan berharap agar Ditra menemukan benda yang pas.

Sudah sekitar 35 menit mereka berada di toko ke dua. Ditra tak kunjung menemui benda yang cocok. Dan sedari tadi Nadia telah menyarankan pada Ditra untuk membeli jam tangan. Namun Ditra sedikit enggan membelinya, karena dia menurutnya jam tangan adalah benda yang sudah biasa. Tapi karena sudah kelelahan dan kehabisan akal, Ditra pun menuruti Nadia untuk membeli sebuah jam tangan berwarna hitam dengan model untuk laki-laki. Dan itu juga adalah model pilihan Nadia. Ditra percayakan pada Nadia, karena dia adalah sahabat yang paling... dia terbaik selama SD. Yang selalu menemaninya dalam suka dan duka, sangat mengerti kepribadian Ditra, dan mereka sudah sangat akrab. Akhirnya mereka keluar dari toko itu, dan diperkirakan mereka telah berada didua toko yang berbeda dengan total durasi 50 menit. Bayangkan! Ini karena Ditra!

Kini sudah pukul 12:45. Mereka bertiga sedang dalam perjalanan pulang. Untuk Ditra, mengingat bahwa baru saja ia sembuh dari penyakit maagnya, seharusnya saat ini ia telah usai dari makan siang dan hendak meminum obat.

Tiba-tiba saja panas terik matahari mulai menghilang. Langit tampak berawan. Lambat laun awan hitam semakin banyak, menandakan cuaca mendung dan hujan hendak turun. Mereka bertiga mempercepat langkah. Sementara Ditra, diam-diam ia merintih kesakitan. Perut di bagian kirinya tiba-tiba saja terasa sakit. Tapi dia coba untuk menahan dan hanya sedikit meringis pelan di belakang kedua sahabatnya itu. Dan sesaat kemudian gerimis turun.. Bayangkan saja, dalam waktu kurang lebih 30 menit, Ditra harus menempuhnya di bawah gerimis-gerimis yang semakin lama semakin banyak. Dan ditambah rasa sakit di perutnya. Ia relakan ini terjadi hanya untuk memberi sebuah hadiah untuk Ghavin hingga gadis ini harus memperrjuangkan raganya yang baru saja sehat. Hanya Ghavin yang bisa membuat Ditra senekat ini.

@@@

TRAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang