Chapter 16

667 81 87
                                    

.

"P-Papa jangan, i-itu sa-sakit..."

Meringis ketakutan Jaeyoon saat lengannya di pegang kasar oleh ayahnya agar tak bisa melepaskan diri.

Posisi mereka berada di halaman rumah di mana tak jauh dari mereka berdiri di teras berdekatan pintu masuk ke dalam rumah yang telah terbuka lebar itu.

Di pinggir teras terdapat meja lengkap dengan kursi untuk bersantai tempat Jaeyoon sedang belajar sekarang bersama temannya yang saat ini lagi pergi ke toilet karena ingin kencing.

Dan si ayah yang baru pulang dalam keadaan marah melihat anak bungsu duduk di teras itu menggeram benci.

Lalu dihampir si anak di mana Jaeyoon telah berjengit takut melihat pias ayahnya yang tak bisa dibilang baik.

Lantas disoal marah Minwoo pada anaknya bertanya apa telah dilakukan apa yang disuruh tadi pagi dan gelengan kepala Jaeyoon makin menaikkan amarah yang terasa di ubun-ubun.

Dan tanpa berlama langsung di tarik lengan anaknya untuk berdiri dengan satu tangannya merogoh saku celana mengeluarkan lighter yang sentiasa ada mengingat dirinya adalah perokok.

"Kau memang selalu membuatku marah!" Mendesis kesal Minwoo, suasana hati yang tak baik bertambah tak baik hanya dengan melihat muka anak bungsu yang persis ibunya. "Kau harusnya beruntung tak berakhir seperti wanita sialan itu!"

Sejurusnya tanpa merasa ragu lighter di nyalakan dan satu tangan Minwoo sigap membelit leher Jaeyoon yang hendak memberontak dari pegangannya.

"Pa j-jangan----"

"Diam!"

Bergeliat ketakutan Jaeyoon saat api lighter itu dihidupkan dan di dekatkan tepat di sisi telinganya, mengenai helai rambut tebal hitam miliknya.

Rasa ngeri oleh rasa panas itu tak begitu terasa namun semakin lama saat sedikit demi sedikit helai rambut mulai terkikis oleh api dari lighter.

"Pa s-sudah..." meringis senakin jatuh air mata Jaeyoon saat rasa panas itu mula terasa di kulit kepalanya, karena api itu cuma bertahan di posisi yang sama seperti benar-benar ingin dibakar rambut dekat sisi telinganya.

Namun seringai Minwoo makin melebar, semakin di tahan tangannya merangkul leher anaknya agar tak bisa bergerak sama sekali. "Kau memang harusnya merasakan ini, anak bodoh." Desisnya, lalu makin di dekatkan api itu sampai kulit kepala tersentuh.

"Pa! Sakit!" Menjerit tertahan Jaeyoon air matanya semakin mengalir laju, kali ini rasa panas dari api lighter sangat bisa di rasakan kepalanya bahkan daun telinganya saja ikut terasa panas.

Tapi diri Minwoo tak pedulikan itu makin terasa puas hatinya saat rambut Jaeyoon mulai terkikis perlahan-lahan sampai bisa terlihat bekas bakar dari api yang terus di nyalakan membakar rambut hitam tebal diwarisi si istri.

Bahkan jeritan Jaeyoon yang mengerang kesakitan buat hatinya tergelitik senang. Suka sekali melihat mulut kecil itu memohon ampun dan minta hentikan.

Belum lagi air mata yang terus mengalir, pupil mata yang ketakutan dengan tubuh kecil itu gemetaran.

Sungguh ini kepuasan baginya.

"Pa s-sakit nhh aku mi-minta maaf." Bergemetar kesakitan Jaeyoon mula terasa perih kulit kepalanya. "He-Hentikan aku m-mohon."

Terkikik kecil Minwoo mendengar permohonan anaknya itu, malah semakin di dekatkan api itu di kulit kepala Jaeyoon di mana rambut mula telah terbakar habis, terhakis.

"Pa Sakit!" Semakin meraung Jaeyoon coba bergerak memberontak ingin lepas dari tangan ayahnya yang membelit lehernya sampai ke pundak.

Menyeringai puas Minwoo semakin mengalung leher anaknya yang terus berontak tak peduli apa akan tercekik anaknya karena dirangkul begitu kuat.

HAUNTING || sungjake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang