Chapter 19

571 84 31
                                    

.

Langit masih belum sepenuhnya cerah, terlihat redup awan yang sebentar lagi akan menerangi lalu disusul matahari.

Hari ini bisa terbilang awal Jaeyoon bangun bahkan langit saja masih gelap tapi gorden kamar telah dibuka penuh.

Masih dalam balutan piyama wajah segar sehabis mencuci muka dan gosok gigi kini dipadankan dengan kaca mata bening berbentuk bulat, menyerlahkan lagi muka baru bangun yang masih sembap.

Di kasur sembari menunggu langit berubah warna Jaeyoon sempatkan membaca buku terlebih dahulu yang sesekali mata melirik ke arah kaca tebal bening yang menyajikan malam gelap pagi yang perlahan-lahan mula terang.

Disela itu mendongak kepala Jaeyoon ke langit kamarnya di mana saat ini dirinya tengah duduk bersandar di kepala ranjang, saat lagi-lagi pikirannya mula teralihkan sekian kali.

Buku di tangan dibiarkan begitu saja, memilih pejam mata coba tenangkan hati yang merasa sesak setiap kali kata-kata Sunghoon muncul diingatan.

Tutur kata dikeluarkan waktu itu masih sering bermain di pikiran walau sudah coba tak terlalu mengingat tapi tetap saja tak jarang akan dibuat teringat.

Setiap kalimat Sunghoon ucapkan sebelum pergi itu masih membekas, bahwa ternyata pria itu juga memiliki perasaan yang sama sepertinya.

Hanya saja lebih pilih impian yang diidamkan daripada keinginan hati.

Dan itu juga bermaksud kalau dirinya tidak bertepuk sebelah tangan karena Sunghoon juga punya rasa yang sama.

Tapi lagi-lagi setiap orang punya prioritas dalam setiap hidup diimpikan.

Menghela nafas berat Jaeyoon, membuka mata dan alihkan pandangan ke arah jendela kaca bening melihat awan mulai perlahan menerangi dunia.

Entah mengapa hatinya semakin merasa sesak, jika sebelum ini memilih move on dan lupakan karena sadar Sunghoon pasti tak memiliki perasaan dengannya.

Namun kini mendengar sendiri dari mulut Sunghoon walau tak diucapkan secara terangan tapi jelas bahwa Sunghoon juga merasakan apa yang dirasakannya karena itu terus memilih untuk menikah daripada semakin tenggelam dengan perasaan sendiri.

"Sudahlah, tak usah dipikirkan." Bisiknya pada diri sendiri.

Sebelum tawa tipis lolos di bibirnya, menertawakan dirinya sekian kali.

Karena seberusaha apapun dirinya mensugesti untuk tidak perlu dipikirkan lagi namun hatinya berkata lain.

Merasa sesak dan sakit.

Mengetahui perasaannya itu bukan merasa sendirian tapi bersambut hanya saja tak bisa diperjuangkan karena masing-masing punya pilihan hidup.

Mengingat hal tersebut selalu saja membuat hati Jaeyoon sesak dan perih.

Apalagi posisi di sini Sunghoon juga akan menikah tak lama lagi makin membuatnya merasa berat hati.

"Tak mengapa, nanti juga akan hilang perasaan yang aku punya ini." Bisiknya lagi, memberi kata semangat. "Tak mengapa, hanya perlu waktu saja."

Ucapnya sekian kali, coba menyemangati diri bahwa rasa sesak di hatinya takkan lama. Pasti ada waktu di mana dirinya akan merasa biasa saja atas apapun berkaitan Sunghoon nanti.

"Sabar, hanya butuh waktu untuk rasa sakit ini berlalu." Bisiknya dengan satu tangan naik mengusap dadanya. "Tolong, cepat hilang, ya? Aku tak mau ada perasaan ini untuk Sunghoon lagi."

Katanya dengan helaan nafas yang sangat memberat sebelum kedua tangannya naik mengusap wajahnya.

Lagi-lagi dialihkan pikirannya untuk tak lagi memikirkan hal tersebut, coba dialihkan dengan agenda kegiatan hari ini tepatnya sore nanti ingin berjalan-jalan dengan Riki di satu tempat pameran karena kemarin dirinya sempat merasa bosan dan ingin berpergian lalu Riki menyarankan untuk berkunjung ke pameran salah satu pelukis terkenal.

HAUNTING || sungjake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang