Chapter 8

578 87 22
                                    

.

"Halo, kita ketemu lagi Shim Jaeyoon anak bungsu kepada Shim Minwoo."

Sekujur tubuh Jaeyoon memaku begitu langkahnya terhenti di balik tembok dan melihat ke samping di mana seorang pria tinggi berdiri menjulang.

Dirinya baru saja tiba di lantai rooftop ini setelah susah payah mengelabui mata polisi yang mengawasinya agar tak tertangkap ke mana dia akan pergi.

Begitu sampai membuka pintu, siulan yang tak begitu nyaring menyapa gendang telinga membawa kaki Jaeyoon melangkah ke asal bunyi itu berada hingga kini berakhir di balik tembok.

Tampilan pria itu tak jauh beda seperti mana dirinya ditikam kemarin malam, masih berhoodie hitam lengkap sama tudung hoodie menutupi begitu juga topi serta mask hitam dengan kaca mata juga hitam, serba hitam semua.

Di teriknya matahari ini namun tak menyentuh mereka karena berada di balik tembok yang menutupi dari bahang panas siang hari bolong.

"Kau masih bisa mengingatku, bukan?"

Suara itu mengalun lagi, suara bernada ejekan seolah bermain-main. Disusul satu tangan naik membuka mask yang menutupi hampir separuh muka.

Dan di situ nafas Jaeyoon tercekat, tubuhnya menegang kaku meski masih ada kaca mata menutupi tapi cukup baginya untuk mengenal jelas wajah itu.

"Iya, ini aku." Seringai tampak di bibir. "Orang yang coba membunuhmu lima belas tahun lalu di bandara."

Semakin menegang tak bisa bergeming Jaeyoon, bola matanya bergerak resah.

"Anak kecil berusia dua belas tahun yang bisa lolos dari rencana aku buat." Terkikik kecil pria itu. "Seharusnya kubuat kau mati lebih ekstrem saja dulu, tak perlu melakukannya seperti kematianmu itu sebuah kecelakaan."

Gidikan bahu masih dengan seringai terapik di ujung bibir. "Tapi anak sekecilmu bisa tahu kalau itu bahaya dan otak kecilmu lebih pintar dari yang aku duga." Terkekeh lagi, kekehan remeh.

Mengingat belasan tahun lalu, di bandara yang ramai dengan orang-orang di mana hari terakhir Jaeyoon berada di tanah kelahirannya.

Di hari itu Jaeyoon kecil akan dibawa oleh ibu saudara dari pihak ibunya berpindah tetap ke Belanda, hari itu seharusnya hari kematian Jaeyoon.

Sesuai kesepakatan dilakukan dengan ayah anak kecil itu bahwa habisi saja nyawa anaknya sebelum berlepas, daripada menghilang di depan mata bukankah lebih baik dibuat mati saja sekalian seolah eksistensi anak bungsunya itu tak pernah wujud.

Seperti itu kemauan Shim Minwoo.

Namun rencana dibuat yang akan membawa Jaeyoon menjemput ajal dilakukan seakan itu adalah kecelakaan mengundang maut tapi malah bisa dihindari oleh anak awal belasan tahun itu dengan begitu pintar bahkan diam-diam menatap pelaku seolah tahu jika itu adalah buah perbuatannya.

"Egoku sedikit terguris dengan bocah pintar sepertimu." Berkata lanjut, serta kaki maju mendekati sosok lengkap berpakaian pasien yang tak bergeming. "Otak kecilmu waktu itu bisa juga diguna pakai dan mengelak dari mati."

Sosok pria tersebut berjalan mengitari Jaeyoon yang sesekali kekehan lolos. "Kenapa kau tak duduk diam saja di Belanda, aku maupun ayahmu menganggap jika kau itu sudah mati di sana tak perlu lagi mengurusimu untuk membuatmu mati lagi dan lagi."

Berhenti memutari tubuh Jaeyoon tepat di hadapan, bersemuka. "Tapi, tiba-tiba setahun lalu ayahmu meneleponku bertanyakan apa model yang sedang naik daun itu benar Jaeyoon kecil dulu mengingat namanya juga sama."

Satu tangan naik menyentuh surai Jaeyoon di mana si empu diri masih tak bisa bergerak, total membeku. "Kau mau tahu? Betapa bencinya ayahmu melihat kau masih berkeliaran di sini?" Bertanya dengan seringai kecil. "Ingin sekali ayahmu melenyapkanmu detik itu juga." Desisnya, mencengkam.

HAUNTING || sungjake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang