Hari-hari berlalu dengan tenang setelah pertemuan di taman kota. Hubungan antara Damar dan Arini perlahan-lahan mulai menemukan ritmenya sendiri. Mereka tidak terburu-buru, melainkan menikmati setiap momen yang mereka habiskan bersama. Namun, di balik semua itu, ada satu tempat lagi yang terus membayangi pikiran Damar—tempat yang penuh dengan kenangan mereka berdua, tempat di mana melodi-melodi masa lalu masih bergema.
Pada suatu sore yang cerah, Damar menghubungi Arini. "Apa kamu ada waktu besok? Aku ingin mengajakmu ke tempat yang mungkin kamu sudah lama tidak kunjungi."
"Tempat apa?" tanya Arini penasaran.
"Kamu akan tahu nanti. Tapi aku bisa memberi sedikit petunjuk—tempat ini punya banyak kenangan kita," jawab Damar sambil tersenyum, meski Arini tidak bisa melihatnya.
Arini tertawa kecil. "Baiklah, aku percaya padamu. Sampai besok, ya."
Keesokan harinya, mereka bertemu di depan sebuah gedung tua yang penuh dengan sejarah. Arini terkejut saat melihatnya. "Ini... studio musik yang dulu sering kita datangi," katanya, suaranya penuh dengan nostalgia.
Damar mengangguk. "Aku tahu ini tempat yang spesial untuk kita. Dulu, kita sering datang ke sini hanya untuk bermain musik dan berbagi lagu-lagu yang kita ciptakan bersama."
Mereka masuk ke dalam studio, dan bau khas kayu tua serta peralatan musik yang usang langsung menyambut mereka. Tempat itu tidak banyak berubah; keyboard tua masih ada di sudut ruangan, gitar akustik yang pernah dimainkan Damar masih tergantung di dinding, dan piano yang sering dipakai Arini masih berdiri di sudut lain, meski kini terlihat lebih berdebu.
Damar berjalan ke arah piano dan mengusap tutsnya yang berdebu. "Aku ingat, kamu sering memainkan lagu favoritmu di sini. Rasanya seperti baru kemarin."
Arini tersenyum lembut, mengenang saat-saat itu. "Ya, aku ingat. Kita sering menghabiskan waktu berjam-jam di sini, mencoba menciptakan melodi yang sempurna. Musik selalu menjadi cara kita untuk saling mengungkapkan perasaan."
Damar duduk di kursi piano, memandang Arini dengan mata yang penuh harapan. "Bagaimana kalau kita coba lagi? Mari kita mainkan salah satu lagu lama kita."
Arini ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian ia mengangguk dan duduk di sebelah Damar. "Lagu apa yang kamu pikirkan?"
Damar mengingat kembali melodi yang dulu sering mereka mainkan bersama. Dia mulai menekan beberapa tuts, mencoba mencari nada yang tepat. Setelah beberapa saat, jari-jarinya menemukan melodi yang akrab—lagu yang mereka ciptakan bersama di masa lalu, sebuah lagu tentang harapan dan cinta yang tak lekang oleh waktu.
Arini mulai mengikuti dengan suaranya, menyanyikan lirik yang pernah mereka tulis bersama. Suaranya masih seindah dulu, dan saat mereka bermain dan bernyanyi bersama, seolah-olah waktu berhenti dan mereka kembali ke masa-masa indah itu, ketika dunia hanya milik mereka berdua.
Setelah lagu berakhir, Arini terdiam, matanya berkaca-kaca. "Damar, ini membawa begitu banyak kenangan. Aku tidak pernah berpikir kita akan kembali ke sini, apalagi bermain musik bersama lagi."
Damar mengangguk, menyadari betapa berartinya momen ini bagi mereka berdua. "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku pikir, ini adalah bagian dari perjalanan kita. Musik adalah bagian dari kita, dan aku ingin kita bisa menemukan kembali apa yang dulu membuat kita begitu dekat."
Arini menatap Damar dengan penuh kasih. "Kamu tahu, Damar, meskipun kita sudah lama berpisah, musik selalu menjadi pengingat bagiku tentang apa yang pernah kita miliki. Setiap kali aku mendengar lagu yang pernah kita mainkan, aku selalu teringat padamu."
Damar merasakan kehangatan di hatinya. "Aku juga begitu, Arini. Musik menghubungkan kita dengan cara yang sulit dijelaskan. Itu sebabnya aku ingin kita bermain musik lagi, bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk membangun sesuatu yang baru bersama."
Arini tersenyum dan mengangguk setuju. "Aku suka ide itu. Mungkin kita bisa mulai menulis lagu baru—lagu yang mencerminkan siapa kita sekarang, bukan hanya siapa kita dulu."
Mereka kembali ke piano, dan mulai bermain lagi. Kali ini, mereka mencoba menciptakan melodi baru, tanpa beban masa lalu, hanya dengan perasaan dan emosi yang mereka rasakan saat ini. Damar memainkan nada-nada yang lembut, sementara Arini menyumbangkan lirik-lirik yang muncul dari hatinya.
Suasana di dalam studio musik itu penuh dengan kreativitas dan cinta, seolah-olah mereka menemukan kembali bagian dari diri mereka yang hilang. Setiap nada dan lirik yang mereka ciptakan mencerminkan perjalanan mereka yang panjang—penuh dengan liku-liku, tetapi juga penuh dengan harapan dan keindahan.
Setelah beberapa saat, mereka berhenti dan mendengarkan hasil karya mereka. Itu bukanlah lagu yang sempurna, tetapi itu adalah lagu mereka—lagu yang diciptakan dari hati mereka, lagu yang menceritakan kisah mereka.
"Ini indah," kata Arini, matanya berbinar dengan kepuasan. "Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang baru bagi kita."
Damar menatap Arini dengan penuh kasih sayang. "Ya, aku juga merasakannya. Mungkin kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik—dengan musik, dengan cinta, dengan segala hal yang kita miliki sekarang."
Mereka duduk di sana dalam keheningan, merasakan kedekatan yang perlahan-lahan kembali tumbuh di antara mereka. Studio musik tua itu, yang dulu menjadi saksi bisu dari cinta mereka, kini menjadi tempat di mana mereka mulai menulis babak baru dalam cerita mereka.
Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Damar dan Arini merasa bahwa mereka bisa menghadapi apa pun yang akan datang, karena mereka tahu bahwa mereka tidak lagi berjalan sendiri. Mereka memiliki satu sama lain, dan mereka memiliki musik yang akan selalu menghubungkan mereka, tidak peduli apa yang terjadi di masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
RomanceSetelah bertahun-tahun berpisah, Damar dan Arini tak sengaja bertemu kembali di tempat yang penuh kenangan-sebuah danau yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka yang dulu. Di tengah keheningan senja, mereka dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah...