Tertangkap dalam Jebakan

2 1 0
                                    

Suara derap kaki semakin mendekat, membuat Arini dan Damar semakin waspada. Mereka tahu ini bukan serangan biasa; ini adalah upaya untuk membungkam mereka sebelum lebih banyak informasi terungkap. Sambil bersembunyi di balik meja di ruang kontrol, Arini berbisik kepada Damar, "Kita harus bertahan. Setiap detik yang kita habiskan di sini bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati."

Damar mengangguk, matanya terfokus pada pintu yang tertutup rapat. "Kita harus mempersiapkan diri. Jika mereka berhasil masuk, kita mungkin tidak akan bisa keluar dari sini."

Arini mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan cepat kepada Adrian: "Kita dalam bahaya. Mereka sudah di sini."

Tak lama setelah itu, lampu di tempat perlindungan tiba-tiba menyala kembali, tapi suasananya justru semakin mencekam. Monitor di depan mereka menampilkan beberapa titik merah bergerak mendekat. Itu adalah sensor yang menunjukkan pergerakan orang-orang yang berusaha masuk ke dalam gedung.

"Kita tidak punya banyak waktu," kata Damar sambil mengetik cepat di laptopnya. Dia mencoba mengakses sistem keamanan dan mengunci pintu-pintu di sekitar tempat perlindungan mereka. "Kita harus memperlambat mereka."

Arini berdiri dan berjalan menuju laci di sudut ruangan. Dia mengeluarkan sebuah flashdisk yang berisi salinan semua data penting yang mereka kumpulkan. "Jika mereka berhasil masuk, kita harus pastikan data ini tidak jatuh ke tangan mereka."

Damar menatap flashdisk itu sejenak, lalu mengangguk. "Aku setuju. Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan ini."

Mereka merencanakan untuk menyembunyikan flashdisk di lokasi rahasia yang telah mereka siapkan sebelumnya. Namun, sebelum mereka bisa bergerak, suara keras dari pintu utama terdengar, membuat mereka terhenti. Pintu itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi.

"Kita harus pergi sekarang!" kata Arini dengan nada panik. Mereka bergegas keluar dari ruang kontrol, menyusuri lorong-lorong gelap yang hanya diterangi oleh cahaya darurat. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah mereka sedang dikejar oleh bayangan yang tak terlihat.

Mereka tiba di sebuah ruangan kecil di ujung lorong, tempat di mana mereka bisa mengakses saluran ventilasi yang telah mereka siapkan sebagai jalur pelarian. Damar membuka pintu kecil di lantai dan membantu Arini masuk ke dalamnya.

"Kamu harus pergi dulu," kata Damar. "Aku akan memastikan bahwa kita tidak diikuti."

Arini ragu sejenak, tapi dia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain. "Hati-hati, Dam," bisiknya sebelum menghilang ke dalam kegelapan saluran ventilasi.

Damar menutup pintu ventilasi dengan hati-hati dan mulai menyiapkan jebakan kecil untuk memperlambat para penyerang. Dia memasang beberapa alat peledak improvisasi yang akan memicu ledakan kecil jika ada yang mencoba mengikuti mereka.

Sementara itu, Arini merangkak melalui saluran ventilasi, mencoba tetap tenang meskipun rasa takut terus menghantui pikirannya. Setiap suara kecil di sekitar membuatnya tegang, tetapi dia tahu bahwa dia harus terus bergerak.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, dia akhirnya keluar di ujung lain dari saluran itu. Dia berada di sebuah ruangan tersembunyi yang terhubung ke terowongan bawah tanah. Di sini, mereka telah menyimpan beberapa peralatan darurat dan kendaraan untuk melarikan diri.

Arini segera mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Adrian, tetapi tidak ada sinyal. "Sial," gumamnya, mencoba mencari cara lain untuk menghubungi Damar dan memastikan dia baik-baik saja.

Tak lama kemudian, pintu ventilasi di belakangnya terbuka, dan Damar muncul, wajahnya penuh dengan keringat. "Kita harus cepat," katanya sambil mengunci pintu ventilasi dari dalam. "Mereka mungkin sudah mengetahui jalur kita."

Mereka bergegas menuju kendaraan darurat, sebuah jeep kecil yang sudah disiapkan untuk keadaan darurat seperti ini. Tanpa banyak bicara, mereka naik ke dalamnya dan mulai melaju melalui terowongan bawah tanah yang gelap dan sempit.

Arini merasa jantungnya berdebar kencang sepanjang perjalanan. Dia terus melihat ke belakang, khawatir jika ada yang mengikuti mereka. Namun, sejauh ini, terowongan itu tampak sepi dan tidak ada tanda-tanda pengejaran.

"Kita akan ke mana sekarang?" tanya Arini setelah beberapa saat, suaranya hampir tenggelam oleh deru mesin.

Damar menatapnya sejenak sebelum menjawab. "Kita perlu mencari tempat yang lebih aman untuk menyembunyikan data ini. Setelah itu, kita harus bertemu Adrian dan merencanakan langkah selanjutnya."

Arini mengangguk setuju, meskipun hatinya masih dipenuhi kekhawatiran. Dia tahu bahwa mereka sedang dikejar oleh kekuatan yang lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. Namun, dia juga tahu bahwa mereka tidak bisa mundur sekarang. Mereka sudah terlalu jauh terlibat, dan satu-satunya jalan adalah terus maju.

Setelah beberapa waktu, mereka akhirnya keluar dari terowongan dan memasuki hutan lebat yang tersembunyi di luar kota. Mereka memarkir jeep di bawah naungan pohon besar dan mulai berjalan menuju sebuah gua yang terletak di tengah hutan. Di situlah mereka akan menyembunyikan flashdisk, jauh dari jangkauan musuh.

Saat mereka mencapai gua, Arini merasakan udara di sekitarnya menjadi semakin dingin. Dia menyelipkan flashdisk ke dalam celah di dinding batu, memastikan bahwa itu tersembunyi dengan baik. Setelah selesai, mereka menutupi jejak mereka dan bergegas keluar dari gua.

Namun, sebelum mereka bisa mencapai jeep kembali, suara langkah kaki terdengar dari arah hutan. Arini dan Damar saling berpandangan, menyadari bahwa mereka mungkin telah ditemukan.

"Kita harus pergi sekarang!" bisik Damar dengan tegas. Mereka berlari secepat mungkin menuju jeep, tetapi sebelum mereka bisa masuk ke dalamnya, sekelompok orang muncul dari balik pepohonan.

"Berhenti!" teriak salah satu dari mereka, mengarahkan senjata ke arah Arini dan Damar.

Mereka tidak punya pilihan selain berhenti dan mengangkat tangan mereka. Hati Arini berdebar kencang, tahu bahwa mereka telah terjebak. Namun, di balik ketakutannya, dia juga merasakan api kecil perlawanan yang masih membara.

Ini belum berakhir. Meskipun mereka tertangkap, Arini tahu bahwa mereka masih punya kesempatan. Dan dia tidak akan menyerah begitu saja.

Di bawah bayangan hutan yang lebat, Arini dan Damar berdiri diam, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Perjuangan mereka untuk kebenaran baru saja memasuki babak baru, dan meskipun situasinya tampak suram, mereka tahu bahwa mereka masih punya satu sama lain.

Dan selama itu, harapan akan tetap hidup.

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang