Pagi menjelang dengan cahaya lembut yang menyelinap di antara pepohonan, menandai akhir dari malam panjang yang penuh ketegangan. Gubuk yang mereka tinggali tampak sunyi, tapi di dalam, suasana tegang masih terasa. Mereka tahu bahwa tidak ada waktu untuk berleha-leha. Setiap detik berharga, dan setiap langkah harus diambil dengan hati-hati.
Damar duduk di sudut ruangan, matanya tajam memperhatikan peta digital di layar tablet di depannya. Di sebelahnya, Arini sedang menyiapkan peralatan yang mereka bawa, memastikan semuanya siap jika mereka harus segera bergerak. Adrian dan Bayu berdiskusi pelan di luar, memastikan rencana pelarian mereka matang.
"Kita punya dua pilihan," kata Adrian setelah masuk kembali ke dalam. "Kita bisa mengikuti kontak yang sudah disiapkan, atau kita coba mencari rute lain. Aku sudah mendapatkan informasi bahwa jalur ke arah barat relatif lebih aman, tapi jika kita mengikuti rencana awal, kita harus melewati jalan yang lebih berisiko."
"Kita sudah terlalu lama berada di satu tempat," tambah Bayu. "Jika kita menunggu lebih lama, mereka pasti akan menemukan kita."
Arini berdiri dan mendekati meja tempat mereka merencanakan langkah selanjutnya. "Jadi apa yang terbaik? Jalan yang lebih aman tapi memakan waktu, atau jalan berbahaya tapi lebih cepat?"
Damar menghela napas, menyadari bahwa ini bukan pilihan yang mudah. "Jika kita terlalu lama di sini, ancaman akan semakin besar. Tapi jika kita terburu-buru dan mengambil jalur berbahaya, kita bisa terjebak."
Keputusan besar ini terasa menekan semua orang di ruangan itu. Meskipun mereka sudah beberapa kali berada dalam situasi genting, kali ini terasa berbeda. Musuh mereka semakin dekat, dan mereka tahu bahwa setiap langkah yang salah bisa menjadi akhir dari segalanya.
"Aku setuju dengan Bayu," kata Arini setelah merenung sejenak. "Kita tidak bisa terus-menerus lari. Kita harus bergerak, secepat mungkin. Risiko selalu ada, tapi kita tidak bisa hanya diam."
Adrian menatapnya, lalu mengangguk. "Baik. Jika ini yang kita pilih, kita harus siap. Aku akan memastikan kontak kita tahu bahwa kita sedang dalam perjalanan."
Mereka mulai mengemas barang-barang dengan cepat, memastikan bahwa mereka tidak meninggalkan jejak di belakang. Semua informasi penting sudah dienkripsi dan disimpan di perangkat cadangan. Setiap langkah diperhitungkan, bahkan hingga cara mereka meninggalkan gubuk itu tanpa mencurigakan.
**
Setelah beberapa jam di jalan, mereka tiba di wilayah yang lebih terbuka, sebuah padang yang luas dengan pepohonan jarang. Damar memperlambat mobilnya, memastikan mereka tidak terlihat mencolok di tengah area yang terbuka. Perasaan tegang kembali menyelimuti mereka, karena mereka tahu bahwa di tempat terbuka seperti ini, mereka lebih mudah terdeteksi.
"Bagaimana dengan sinyal?" tanya Arini. "Apakah mereka bisa melacak kita di sini?"
Adrian memeriksa perangkatnya. "Sejauh ini tidak ada tanda-tanda pelacakan. Tapi kita harus tetap waspada."
Bayu yang duduk di kursi belakang memandang ke kejauhan, seolah mencari ancaman yang mungkin datang. "Tempat ini terlalu terbuka. Jika mereka tahu kita di sini, kita tidak akan punya tempat untuk berlindung."
Damar mengangguk. "Kita harus bergerak cepat. Jangan terlalu lama di tempat ini."
**
Tiba-tiba, suara bising terdengar dari langit. Sebuah helikopter terbang rendah, membuat jantung semua orang di dalam mobil berdetak lebih cepat. "Mereka menemukan kita!" teriak Bayu.
Damar mempercepat laju mobil, mencoba mencari jalan keluar dari pandangan helikopter itu. Tapi di tengah padang yang luas, tidak ada banyak tempat untuk bersembunyi.
"Kita harus ke hutan!" seru Arini, menunjuk ke arah pepohonan di kejauhan.
Damar membelokkan mobil ke arah hutan yang tampak seperti satu-satunya tempat perlindungan mereka. Suara helikopter semakin keras, dan tak lama kemudian suara tembakan terdengar. Tembakan itu mengenai tanah di sekitar mobil, membuat debu berterbangan.
"Cepat!" desak Adrian. "Mereka tidak akan berhenti!"
Dengan kecepatan tinggi, Damar memasuki kawasan hutan. Pohon-pohon yang tinggi memberikan sedikit rasa aman, meskipun helikopter masih mengikuti mereka dari atas. Namun, hutan yang lebat memberikan keuntungan, karena helikopter tidak bisa terlalu rendah.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, mereka akhirnya keluar dari pandangan helikopter. Damar memperlambat mobil, menarik napas dalam-dalam.
"Kita berhasil lolos... untuk saat ini," kata Adrian, masih memandang ke langit dengan waspada.
Arini menghela napas lega, meskipun di dalam hatinya masih ada ketegangan yang belum hilang. "Ini terlalu dekat. Mereka tidak akan berhenti sampai kita tertangkap."
"Kita harus terus bergerak," kata Damar sambil memeriksa peta di tangannya. "Tempat perlindungan berikutnya tidak jauh dari sini. Tapi kita harus berhati-hati."
**
Beberapa jam kemudian, mereka tiba di sebuah rumah tersembunyi di tengah hutan. Rumah itu tampak seperti tidak terurus, tapi Adrian memastikan bahwa tempat itu aman. "Ini salah satu tempat persembunyian yang disiapkan kontak kita. Kita bisa bertahan di sini untuk sementara waktu."
Mereka segera memasuki rumah, menutup pintu di belakang mereka dengan hati-hati. Di dalam rumah yang gelap dan sepi itu, mereka merasa sedikit lega. Namun, ketenangan itu terasa rapuh, karena mereka tahu bahwa musuh mereka semakin dekat.
"Kita tidak bisa selamanya lari," kata Arini pelan, memecah kesunyian.
Damar menatapnya, mengangguk setuju. "Kita harus menemukan cara untuk melawan. Sebelum mereka menangkap kita."
"Ini bukan hanya tentang bertahan hidup," kata Adrian, duduk di dekat jendela. "Kita punya informasi yang bisa mengubah segalanya. Kita harus membuat langkah berikutnya dengan hati-hati."
Bayu menambahkan, "Jika kita bergerak terlalu cepat, kita bisa salah langkah. Tapi jika kita menunggu terlalu lama, kita bisa kehilangan segalanya."
Arini menatap semua orang di ruangan itu. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dan meskipun rasa takut masih ada, mereka juga memiliki harapan. "Kita akan menemukan cara. Kita sudah sampai sejauh ini, dan kita tidak akan berhenti sekarang."
Dengan tekad yang diperbarui, mereka bersiap untuk langkah berikutnya, meskipun jalan di depan tampak gelap dan penuh bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
RomanceSetelah bertahun-tahun berpisah, Damar dan Arini tak sengaja bertemu kembali di tempat yang penuh kenangan-sebuah danau yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka yang dulu. Di tengah keheningan senja, mereka dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah...