#22 Let's Move

60 11 9
                                    

Rere


Gue mengakhiri ujian terakhir di minggu ini dengan mata kuliah Ekonomi Perkotaan di jam 3 sore. Baru aja gue keluar kelas, gue udah menemukan seorang cowok dengan postur tinggi dan cukup kurus sedang berdiri tidak terlalu jauh dari pintu kelas gue. Dia menyandarkan setengah tubuhnya ke pagar dengan sebelah kakinya diangkat dan disandarkan juga ke pagar. Saat mata kami bertatapan, tangannya langsung terangkat tinggi dan raut wajahnya mendadak berubah cerah. Tangannya dilambaikan terus-menerus meski gue udah melihatnya sejak awal. Lambaiannya baru berhenti tepat saat gue sudah berdiri di hadapannya.

"Gimana ujian terakhir minggu ini?" tanyanya sambil mengelus kepala gue pelan.

"Fine. Ya lumayan lah, meski ada satu soal nggak keisi karena waktunya gak keburu. Tapi ya udah lah." Gue mengedikkan bahu di akhir kalimat. "Eh, lo kok nungguin gue di sini? Katanya mau ke Bali sama bokap lo?"

Cowok itu nyengir. "Mau ketemu lo dulu, emang nggak boleh?"

"Apaan sih ngomongnya kok kayak mau pergi jauh aja."

Deg. Sesuatu menghentak dada gue cukup keras. Entah kenapa tiba-tiba lutut gue bergetar meski bukan bergetar hebat. Dalam hitungan detik, pendengaran gue berdengung sedikit sampai kembali tersadar saat Rakel mengusak rambut gue lagi. Satu-satunya hal yang gue harap tidak disadari cowok di depan gue ini adalah kondisi gue barusan.


"Ya udah kita makan dulu yuk."

"Lo flight jam berapa emang?" kami berdua mulai menyusuri lorong kelas di lantai 2 menuju tangga. Saat langkah kami mau menuruni anak tangga pertama, Rakel refleks menggenggam tangan gue dan pertanyaannya meluncur begitu aja.

"Re, kok tangan lo keringetan?"


***


"Makasih Bu." Ujar Rakel pada Bu Erte.

Dua porsi nasi ayam penyet sudah tersaji di meja dengan tambahan satu porsi nasi uduk untuk Rakel. Gue kadang bingung sih, Rakel termasuk cowok yang porsi makannya banyak. Tapi badan dia nggak ada tuh tambah gendut atau gimana-gimana. Mungkin dia olahraga saat lagi nggak sama gue kali ya. Gue juga nggak nanya sih, cuma penasaran sendiri aja.

"Re, dipikir-pikir kita tuh lucu ya kalau makan di sini." Cowok itu kembali memulai pembicaraan saat baru selesai mencuci tangannya di air kobokan dalam mangkok stainless kecil yang disediakan.

"Lucu apaan?" gue langsung diam sejenak untuk berdoa sebelum akhirnya menyuapkan suapan pertama nasi uduk dengan suwiran ayam penyet yang sudah dicolek ke sambal pedas manis.

"Lo selalu pesan ayam yang asin dengan sambal pedas manis. Sementara gue kebalikannya, selalu pesan ayam manis dengan sambal pedas asin."

"Ya karena lo lebih doyan asin, makanya lo suka sambalnya yang pedas asin."

Rakel terkekeh sebentar dan dia pun menyuapkan suapan pertama ke mulutnya. Nggak butuh waktu lama sampai makanan di mulutnya habis, dia kembali bertanya. "Tangan lo udah gak papa kan? Udah nggak keringetan lagi?"

Gue mengangguk yakin karena masih ada makanan di mulut gue. Saat makanan itu sudah tertelan semua, gue menyeruput air mineral gelas dan menjawab pertanyaan Rakel. "Udah kok, kayaknya tadi gue terlalu grogi pas ujian deh."

"Kenapa harus grogi sih orang gue yakin lo pasti bisa."

"Yeee, itu aja satu soal nggak kejawab? Udah yakin gue nggak akan dapet nilai A sih."

Renata & Rakel [OSH]Where stories live. Discover now