#15 Leave

221 37 31
                                    

Why am I so afraid to lose you?
When you're not even mine.

-Pinterest




Rakel



Rasanya udah lama banget gue nggak ngerasain panik yang berlebihan kayak sekarang. Terakhir kali gue panik gini disebabkan karena orang yang sama, entah beberapa bulan lalu. Atau mungkin tahun? Alasannya sederhana, karena waktu itu dia pulang kampus cepat, mau coba pulang pakai angkutan umum sementara gue masih di kosan. Keluarganya nggak pernah mengizinkan dia naik angkutan umum karena memang se-over protective itu. Gue naik mobil udah kayak orang sinting. Untung waktu itu Tuhan masih sayang gue, ngasih gue kesempatan untuk hidup lebih panjang. Tapi sekarang gue mengulangi kebodohan—entah kesalahan kali—yang sama, pada orang yang sama pula. Padahal, gue tau banget dia bukan lagi tanggung jawab gue. Padahal gue tau banget ada orang yang harusnya lebih memedulikan dia ketimbang gue. Tapi gimana ya, saat dia bilang kalau Juna nggak di sana, saat dia bilang kalau dia di sana sendiri, mau mabuk, ya jelas gue panik lah.

Sampai akhirnya gue tiba di Golden Monkey, masuk ke dalam agak bar-bar, dan menemukan cewek itu lagi duduk sendirian di kursi bar. Waktu gue menyadari kalau gue cuma menghabiskan waktu 10 menit ke sini dan nggak menemukan botol beralkohol apa pun di sekitar dia, seketika gue merasa lega. Meski enggan, tapi gue tetap memaksakan untuk menghampirinya.

"Ca, lo oke?" tanya gue pelan sambil memilih duduk di sampingnya.

Dia noleh perlahan. Meski matanya sedikit sembab, tapi gue nggak memungkiri kalau dia masih tetap cantik. Belum sempat dia ngomong, Ica malah langsung memeluk gue tanpa sebab. Nggak butuh waktu lama untuk dia akhirnya menangis di bahu gue, bahkan sampai mengundang beberapa tatapan orang sekitar.

"Hey, Ca, lo kenapa? Juna nggak jahatin lo, kan?" gue ada di posisi yang serba salah. Mau lepasin pelukan dia, tapi nangisnya malah makin kenceng. Mau gue biarin juga, ya dia kan bukan punya gue lagi. Jahat banget gue sama Juna. Tapi pada akhirnya gue biarkan dia nangis beberapa menit dan melepaskan pelukannya sendiri.

"Gue anter pulang?"


***


Rere



"Baik, sekian mata kuliah hari ini. Jangan lupa untuk kirimkan tugasnya ke email saya, paling lambat hari Jumat."

"Iya Pak."

Begitu dosen keluar, gue langsung bergegas ke luar kelas, jalan tergesa-gesa menuruni anak tangga karena antrian lift cukup lama dan penuh. Sesampainya gue di lorong C, gue langsung berjalan ke arah gazebo di dekat gedung rektorat.

"Hei sendirian aja lo."

Sumpah jantung gue mau copot.

"Bian? Ceye?"

"Ngapa dah lo kayak lagi mau pup, buru-buru amat." celetuk Bian santai, sementara Ceye langsung ketawa nggak jelas. Gue hanya nyengir bego.

"Eh, enggak sih. Gue mau balik."

"Tadi kayaknya Rakel nyariin lo deh Re." ucapan Ceye berhasil membuat gue sedikit mendongak untuk natap dia, terus nggak lama gue membalas.

"Oh bilangin aja gue dijemput temen ya. Nanti gue kabarin dia deh. Bye." Dari depan gedung Pertamina gue langsung berlari dan meninggalkan mereka ke tempat gue memarkirkan mobil. Sesekali gue balik belakang takut aja mereka liat gue bohong. Tapi bersyukur deh saat akhirnya gue masuk ke pintu pengemudi, mereka udah nggak ada di sana dan bahkan, posisi mobil gue sebenarnya cukup aman untuk nggak terlihat dari depan gedung Pertamina.

Renata & Rakel [OSH]Where stories live. Discover now