#7 Missing You

346 68 22
                                    

Sometimes I want to give up. But every time I remember about you, I lose. I can't.




Rena



Di kamar, gue punya satu kotak khusus yang berisi kenangan gue dan Kak Raka di masa lalu. Gue simpan rapi di dalam laci, tepat di bawah tempat tidur dan gue kunci. Sebenarnya, kunci lacinya gue simpan di tempat aman. Tempat yang malas gue jangkau dan pada akhirnya gue akan mengabaikan untuk mengenang. Tapi, nggak tau kenapa, setelah sekian lamanya gue pengin banget kembali membuka kotak itu. Mungkin setelah Rakel bertanya tadi sore. Atau mungkin karena gue beneran kangen banget sama dia ya?

Foto.


Satu benda yang paling membekas di hati dan ingatan gue. Sejak dulu, gue terbiasa mencetak foto kita berdua sekali pun itu foto-foto selca yang kata anak muda, alay. Tapi nggak tau, gue seneng aja ngeliatnya. Apalagi waktu Kak Raka mau dengan suka rela ngikutin gaya apa pun yang gue minta. Ngewink lah, julurin lidah lah, gembungin pipi lah, dan gaya-gaya aneh lainnya. Kak Raka nggak pernah protes. Karena katanya, tiap kali kita habis foto, ada harga yang terbayar. Dia bisa liat senyum dan ketawa gue.

Kalau dipikir-pikir lagi, gue dulu beruntung banget ya?



Ada ratusan foto yang gue simpan rapi di dalam box. Dari mulai foto-foto Polaroid, foto box, sampai foto-foto hp yang gue cetak dengan beragam ukuran.

Tanpa sadar, air mata gue menetes gitu aja. Ingatan gue melayang ke masa-masa di dalam foto, yang tiap momennya masih gue ingat jelas. Beberapanya ada yang sengaja gue tulis di belakang foto, detail momen, tanggal, lengkap dengan emoticon dan tanda tangan gue. Lucu ya? Segitu berharganya Kak Raka buat hidup gue di masa lalu.

Mungkin itu yang bikin gue tadi sore marah sama Rakel. Alih-alih menjawab, gue malah bentak dia. Gue nuduh dia ngintip-ngintip hp gue dan langsung pergi gitu aja. Maaf, Kel. Nobody can replace him in my heart, no matter how hard you try. Because I've tried my best during a few years but it always be same. Am I pathetic, right?

Hp gue tiba-tiba berdering, memunculkan nama Rakel di layar. Meski enggan, gue tetap angkat teleponnya.

"Kena—"

"Binder lo ketinggalan. Udah gue titip lewat ojek online ya. Jangan tidur malem-malem lo. Besok mata panda tau rasa."

"Oke. Ma—"

"Ya udah, see you tomorrow."

Udah, selesai. Segitu aja obrolan kita. Entah gue yang emang lagi sensitif atau memang Rakel yang berusaha jaga jarak dari gue malam ini. Yang jelas, selesai Rakel tutup teleponnya, gue tiba-tiba ngerasa hampa. Kosong. Kesepian dan sendirian. Saat gue coba untuk telepon lagi, jawabannya malah tidak aktif.

Kel, maafin gue ya...

Selama kenal Rakel hampir beberapa bulan ini, kita berdua nggak pernah ngerasain yang namanya bertengkar. Even kata orang namanya sahabatan atau pacaran tuh pasti ada aja bertengkarnya, tapi nggak dengan kita. Rakel orangnya terlalu baik ke gue. Baik banget sampai dia selalu ngalah tiap kita punya hal yang perlu diperdebatkan. Kadang, gue pengin gitu sekali aja berantem sama Rakel tapi selalu berujung Rakel yang ngalah dan ngikutin gue.

Kebiasaan itu malah berlanjut sampai detik ini. Rakel lagi-lagi ngalah, padahal dari nada suaranya barusan gue hapal banget dia lagi nahan emosi. Tapi, dia bahkan bersikap seolah semua biasa aja. Dia ngomong ke gue seolah kita nggak pernah ada masalah sebelumnya. Ah tapi terserah Rakel aja deh. Gue beneran masih kesel semenjak dia mulai bahas-bahas Kak Raka lagi.

Renata & Rakel [OSH]Where stories live. Discover now