#16 Secretly in Love

311 38 36
                                    

"I think we're just going to have
to be secretly in love with each other
and leave it at that."
–Rakel

-Pinterest



Rere



Menurut perhitungan gue, awal kali gue kenal dengan Rakel mungkin sekitar 7 bulan lalu. Harusnya, sejak pertemuan itu, pertemuan pertama kami di Starbucks Dipati Ukur, gue memutuskan untuk nggak lagi melanjutkan komunikasi dengan dia. Harusnya, sejak pertemuan yang enggak sengaja di warung kopi itu, gue nggak menerima tawaran dia untuk diantar pulang. Harusnya, gue nggak mengiyakan ajakan dia yang kedua kalinya setelah pertemuan itu, juga nggak seharusnya gue membiarkan dia pada akhirnya meminta nomor ponsel gue agar kami bisa chatting lebih dekat.

Gue pikir, setelah kepergian Kak Raka, gue nggak akan pernah bisa jatuh cinta lagi. Gue pikir, hanya Kak Raka yang bisa membuat gue nyaman ada di dekatnya, yang bisa membuat gue terbuka dan jujur pada diri sendiri, yang bisa membuat gue menemukan dunia gue yang sesungguhnya. Makanya ketika waktu itu Rakel minta nomor HP gue, dan dia kembali mengajak kami bertemu untuk kesekian kalinya, bahkan sampai akhirnya gue tau kalau kita penuh perbedaan, gue tetap menerima itu. Karena gue pikir, gue nggak akan pernah bisa jatuh cinta lagi.

Nyatanya, Rakel melakukannya jauh lebih baik dari Kak Raka. Termasuk membuat gue mencintai dia lebih dalam dari Kak Raka. Lucu, ya. Dari pertemuan yang menurut orang-orang nggak akan mungkin untuk berlanjut, nyatanya malah berlanjut terlalu jauh.


Gue juga nggak ngerti kenapa Rakel sampai detik ini masih belum selesai ngurusin skripsi dia. Setiap kali gue tanya apa ada masalah dengan skripsinya, dia selalu jawab semuanya baik-baik aja. Sampai akhirnya gue menyadari kalau mungkin, dia memang menunda-nunda agar bisa terus memperhatikan Ica?

Haduh, benci kan gue kalau udah overthinking begini. Ya habis gimana, 7 bulan kenal dia, gue tau banget mata dia selalu bersinar setiap kali ngeliat Ica. Meskipun dia berusaha menyembunyikan itu, tapi, tatapannya nggak bisa bohong. Apalagi setelah kejadian kemarin yang dia begitu panik untuk menghampiri Ica di Golden Monkey, gue semakin yakin kalau cewek itu masih memiliki tempat spesial di hati Rakel.


Hehe, Kak Raka, aku bandel, ya? Udah janji untuk nggak mau jatuh cinta lagi karena takut jatuh lagi. Tapi, nyatanya aku sendiri yang melanggar itu dan akhirnya aku jatuh lagi.


Setelah menaruh buket baby breath di dekat nisan Kak Raka, gue gegas berdiri dan berjalan ke luar area pemakaman. Tangis gue masih belum reda meski kini gue udah siap kembali masuk ke mobil. Hari ini, setelah sekian purnama gue enggan untuk datang, gue akhirnya memberanikan diri untuk bisa sampai ada di depan makam Kak Raka. Gue nggak tau kenapa gue seberat itu untuk pergi ke sini mungkin karena gue tau, gue belum bisa sepenuhnya merelakan kepergian dia yang begitu aja. Gue belum bisa untuk menerima kalau sekarang, cowok yang seharusnya ada untuk menemani gue—mungkin—hingga seumur hidup, malah pergi lebih dulu meninggalkan gue. Nyatanya, ketakutan gue memang berdasar. Setelah tiba di depan makam, gue menangis sampai sesenggukkan. Gue nggak mampu mengucapkan kalimat yang sejak seminggu lalu udah gue susun rapi agar gue bisa cerita dengan jelas ke Kak Raka. Nyatanya gue malah menghabiskan waktu setengah jam dengan menangis. Entah karena gue benar-benar rindu Kak Raka, atau ada alasan lain yang membuat pikiran gue cukup rumit sekarang.

Gue menutup pintu pengemudi dan memandangi handphone gue di atas spidometer, menemukan belasan chat dari orang yang selalu meramaikan Line gue seperti biasa.

Renata & Rakel [OSH]Where stories live. Discover now