Sick (1)

230 18 1
                                    

Masih di tempat yang sama. Tubuh Haechan dibuat mematung setelah ucapan terakhir Johnny, sebelum sang Daddy membawa Jeno dalam gendongannya.

"Jen, jangan memperlihatkan tubuh sexy. Daddy gua lebih sange dari gua."

"Daddy lu gak bakal doyan sama cowok muda kayak gua, Hyuck. Santai aja."

Haechan bangkit dari duduknya setelah lamunan panjang. Ia melangkahkan kakinya menuju lantai 2 berniat menyadarkan Daddy-nya atas tindakan terlarang yang akan pria itu perbuat.

"ARGHHHHH!!! ARGHHHHH!!!"

Tepat di anak tangga terakhir lantai 2, kakinya seketika lemas, ia jatuh tertunduk setelah mendengar teriakan Jeno yang terdengar memilukan.

"Jeno, bertahanlah. Aku mohon. Maaf, maafkan aku Jeno. Seharusnya, aku tidak mengenalkanmu pada Daddy."

Haechan menyesali perbuatannya yang satu ini. Seharusnya, Jeno dan Daddy-nya tidak pernah mengenal satu sama lain.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

| | |

"Ughhh ... Ahhh ...."

Suara keluhan yang pertama kali keluar dari mulutnya ketika ia baru membuka matanya. Seluruh tubuhnya sakit bukan main. Bahkan Jeno merasa lumpuh menyerang dirinya. Hanya kedua tangannya yang bisa ia gerakkan.

Ingatannya yang samar membuat air bening menetes di matanya. Rasa sakitnya tidak sebanding dengan rasa jijik yang ia rasakan saat ini. Tubuhnya sudah kotor, sangat kotor.

"Sudah bangun?"

Suara rendah Johnny membuat bulu kuduk Jeno meremang seketika. Tangannya meremas seprai menahan tangis. Posisi Jeno sekarang sedang tengkurap, itu sebabnya ia tidak melihat sosok yang di matanya sekarang sangat menyeramkan.

"Ahh ... stop, please." Jeno mengeluh kala ia merasakan sebuah jari meraba lubang belakangnya.

"Tubuhmu sangat enak. Saya ketagihan, ayo main lagi setelah itu kamu bisa makan siang."

Jeno menggelengkan kepalanya cepat-cepat dengan susah payah. Air matanya jatuh semakin deras.

"Gak ... Om, please. Lubangku masih sangat sakit. Aku mohon, jangan sekarang." racunnya.

"Baiklah, aku akan membantumu mandi sekarang."

Setelah kalimat terakhir yang diucapkannya itu. Johnny membawa tubuh Jeno dengan menggendong ala bridal style menuju kamar mandi. Selama di gendong, Jeno menyembunyikan wajahnya di dada laki-laki yang lebih tua darinya itu.

"Sepertinya, main di bath up ide yang bagus."

| | |

"I hate you, Daddy."

Kalimat pertama yang keluar dari bibir Haechan, ketika berhasil masuk ke kamar Johnny yang sudah tidak terkunci. Waktu menunjukkan pukul 14.15 KST, dan ia menemukan Jeno terbaring lemah dengan hanya menggunakan celana dalamnya. Di tubuh itu juga terlalu banyak ruam. Bahkan ia bisa melihat ada ruam yang baru saja dibuat oleh Johnny.

"Boy, laki-laki harus menepati janji. Kau akan merestui Daddy, siapapun sosok yang Daddy pilih untuk menjadi Mommy baru kamu bukan?" Johnny menyeringai.

"Ya, tapi kalau orang itu tidak dipaksa menerimamu, Daddy. Jeno juga terlalu muda untuk bersanding denganmu."

"Apa masalahnya dengan umur? Oh ya, tahun depan, di usia kalian yang ke-18. Kamu akan memiliki adik baru, anak Daddy dengan Jeno. Seo Donghyuck, Daddy tidak akan berhenti sampai bisa membuat Jeno hamil."

Haechan menatap Johnny kecewa. Darimana Daddy-nya tahu kalau Jeno memiliki fisik yang sama seperti dirinya? Laki-laki yang memiliki rahim, sama seperti Mommy mereka.

"Aku akan melaporkan perbuatanmu pada Daddy dan Mommy Jeno, Daddy!" seru Haechan menahan amarahnya.

Johnny tertawa kecil, "Jaehyun dan Taeyong tidak akan bisa membawa Jeno pergi dari Daddy, Donghyuck."

"Ha-Haechan ...."

Suara Jeno yang terbata-bata memanggil Haechan dengan susah payah. Haechan dengan cepat melangkahkan kakinya untuk mendekat mengabaikan Johnny yang memilih diam dari jauh menatap keduanya.

"Jeno, lu butuh sesuatu? Mau apa? Makan, minum, atau apa?" tanya Haechan cepat.

Jeno tersenyum tipis, "Gua mau pulang. Tolong bujuk Daddy lu untuk mengizinkan gua pulang. Katakan padanya untuk menunda niatnya, setidaknya sampai rasa sakitnya hilang. Chan, saking sakitnya, gua bahkan gak mampu menggerakkan tubuh gua sendiri."

"Jeno ... Kenapa bicara seperti itu? Lu mengizinkan Daddy gua hamilin lu gitu? Jeno, kenapa?" Haechan menatap penuh tanya sahabatnya itu.

"Gua gak bisa menolaknya, Haechan."

Jeno menatap Haechan penuh sesal. Ia yakin, sahabatnya sama terlukanya dengan dirinya. Sebenarnya, Jeno tidak ingin menuruti keinginan Johnny. Ia masih mau sekolah, sampai lulus kuliah. Pacaran sama Renjun, sampai menikah dengannya. Bahkan, sekarang Jeno merasa tidak pantas untuk Renjun.

"Saya merekam semua kegiatan sex kita. Kalau kamu tidak menuruti keinginan saya, videonya akan saya sebarluaskan sampai membuat kedua orangtuamu tidak lagi bisa memperlihatkan wajahnya di tempat umum."

Ancaman dari Johnny menghantui pikirannya saat ini. Terlebih laki-laki paruhbaya itu memiliki kuasa begitu tinggi dalam dunia hukum. Jadi, sekalipun ia melaporkannya, dia bisa bebas dengan mudah.

"Gua mau pulang, Chan. Tolong, gua mau istirahat sebentar aja." pinta Jeno berkali-kali.

"Saya akan mengantar mu pulang sore ini, Jeno. Tapi, setelah bermain satu ronde lagi." ucap Johnny membuat Haechan langsung menatapnya penuh kebencian.

"Daddy!!" seru Haechan dengan amarah yang ia tahan susah payah.

Jeno memejamkan matanya untuk sesaat, menahan air matanya agar tidak jatuh dengan deras. Tubuhnya sakit semua, ia lelah bukan main. Stamina laki-laki paruhbaya itu begitu bagus.  Entah sudah berapa kali Johnny menyetubuhinya. Bahkan ia merasa perutnya penuh dengan sperma. Sebenarnya, Johnny tidak perlu menunggu terlalu lama untuk membuatnya hamil, mengingat Minggu ini adalah masa suburnya. Tapi, laki-laki itu sepertinya kurang puas sebelum bisa mendengarnya hamil anaknya.

"Haechan, pergilah."

Young HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang