14. pernah nonton ceramah ustadz

430 95 19
                                    

Fakta bahwa mereka bertemu lagi di bioskop tidak bisa diabaikan. Ini adalah tanda- silver lining dari semesta. Belum lagi, desakan dari ketiga temannya yang mengatainya bodoh karena membuang-buang waktu.

"Zahn, kamu pernah nonton ceramah ustadz nggak?"

"Pernahlah, gini-gini aku beriman, ya." kata Zahn dengan nada tak suka.

"Apa hubungannya beriman sama nonton ceramah ustadz?" tanya Alta bingung.

"Nggak ada, sih. Semua orang bisa nonton ceramah ustadz, beriman atau nggak." jawab Risky.

"Intinya apa, Bambang?" Sigit ikut penasaran.

"Jadi, kata ustadz nikah nggak boleh ditunda kalau sudah ada jodohnya. Zahn, kamu harus nikah, Zahn."

"Aku gamprat juga kamu, Ky." Kata Zahn. "Kirain apa,"

"Kamu nunggu apa? Aku bacain hadits ke- 28 tentang sunnah dan bid'ah?"

"Wiih, menyala abangku!" seru Alta.

"Beneran hadits ke- 28 tentang itu?"

Sigit dengan inisiatif tinggi mengeluarkan ponsel dan mengetik di kolom pencarian. Dia melongo karena yang dikatakan Risky benar. Pria itu membusungkan dada dan menepuknya dua kali.

"Kalian anggap apa aku?" Risky merasa tersinggung. "Udahlah, Zahn. Coba deh mulai cari-cari vendor. Eh, tapi kan Citra kerja di EO, pasti dia tahulah semua vendor acara."

"Gaslah, Zahn. Biar kuajak ketemu Mamaku dan dibikinin syukuran ada yang nikah di antara kita." ujar Sigit.

"Kayaknya, Tante Lidya dulu deh yang bakalan bikin syukuran." sanggah Risky.

"Ya kali segampang itu,"

"Beneran nggak ada deg-deg gitu, Bang?" tanya Alta. "Sedikitpun,"

"Nggak ada," jawab Zahn. "Beneran. Biasa aja,"

"Nanti deg-degnya pas udah nikah. Zahn, aku dukung banget loh kamu cepat ambil langkah sama Citra. Nunggu apa lagi?" Risky mulai mengompori.

"Nunggu kamu duluan,"

Risky melengos. "Iya bisa sih, cuma hilalku masih jauh banget kayaknya."

"Ntar jadi doa, Ky."

"Ih, amit-amit."

Sigit menghela napas, meluruskan kakinya. "Ya udah, bikin move aja. Ajak main bareng,"

"Dih, main bareng. Main apa? Kuda-kudaan?" potong Alta.

Alta dan Risky kompak tertawa.

"Sialan!" umpat Sigit.

"Tapi, Zahn, kamu makin kepikiran, kan? Kencang juga doa Tante Lid."

Zahn mendengus, jadi ingat ibunya yang makin hari makin merongrongnya menemukan calon istri. Terakhir, dia bahkan berniat mengenalkan Zahn dengan anak temannya yang lain. Ada tidak enaknya juga punya ibu yang suka bergaul sana-sini. Punya banyak kenalan membuatnya memiliki alternative untuk kasus ini.

"Ajak makan siang aja besok," kata Sigit seraya memejamkan matanya dan mengambil napas.

"Ide bagus," timpal Alta. "Emang Sigit nggak ada lawan deh kalau masalah kepepet gini."

"Kasih bunga, Zahn," kata Risky memberi ide.

"Jangan," kata Sigit. "Jangan murahan gitu,"

"Kok murahan?" tanya Zahn.

"Citra udah suka sama kamu, nggak perlu lebay. Nanti dia eneg." ujar Sigit lagi.

"Widiih, ngeri sepuh."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our Wasted Time PretendingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang