Awal Badai itu Datang

191 34 5
                                    

Manusia terombang-ambing dalam pasang surut kehidupan. Menerima cinta dan kasih sayang bersama luka mengikut serta.

Tak ada yang benar-benar damai menjalani kehidupan, karena sejatinya manusia sedang menyusuri lautan permasalahan.

Baik buruk yang dijalani, menjadi pertanda, hidup ini bukan untuk menikmati guyonan dunia, melainkan mencari celah untuk bisa bertahan hingga mendapatkan jawaban tujuan hidup ini.

Dan pada akhirnya, semua keputusan Tuhan tergantung dari takdir yang dipilih manusia.

Radit benar-benar menepati janjinya, ia bersama Welly membawa si kembar ke Mall untuk menghabiskan waktu bersama keluarga kecil mereka.

Di dalam perjalanan si kembar begitu tampak riang, terutama Bagaskara tidak hentinya berbicara, apa-apa saja yang akan mereka lakukan disana nanti.

Sementara Candra hanya mengiyakan saja, karena baginya untuk pertama kalinya ia pergi kesana. Sebagian besar waktunya ia habiskan untuk belajar, dan selebihnya memilih pergi ke tempat sepi sendirian.

Welly dan Radit hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ocehan si sulung yang terlampau semangat. Belum lagi ketika Bagaskara dengan hebohnya memeluk Candra yang mengiyakan perkataannya.

"Kok, iya-iya terus, Dek? Bilang juga dong Adek mau ngapain aja nanti," ucap Bagaskara mulai lelah berbicara.

Candra mengangkat kedua bahunya. "Ya, terus aku harus bilang apa? Kan aku baru pertama kali ke sana. Aku mana tau, apa-apa aja yang ada disana."

Perkataan Candra membuat Bagaskara bungkam, lain halnya dengan Radit dan Welly tertegun mendengarnya. Mereka baru ingat, Candra selama ini tidak pernah ke tempat ramai bersama mereka, apa lagi sendirian.

Bagaskara Berdehem memecah keheningan. "Nanti Kakak ajak kamu ke semua tempat yang seru!"

Candra semakin semangat mendengarnya, ia jadi tidak sabar sampai di sana.

Welly dan Radit menjadi sendu melihat wajah polos Candra yang tampak bahagia untuk sekedar jalan-jalan ke Mall saja.

Mereka merasa banyak melewatkan moment penting untuk Candra. Padahal jika dikaji, Candra tidak pernah protes ketika mereka tak membawanya liburan bersama mereka, dan meninggalkannya di rumah sendirian.

Sesampainya mereka di tempat tujuan, Radit lebih dulu keluar mengeluarkan kursi roda yang sengaja ia bawa. Lalu membawanya pada pintu penumpang yang sudah dibuka anak bungsunya itu.

Candra memperhatikan papanya membawa kursi roda tepat di sampingnya, sedikit heran. "Pa, aku bisa jalan sendiri."

Radit menggeleng, diikuti Bagaskara dan Welly di sebelahnya yang tampak tidak setuju.

"Nanti kaki kamu sakit dibawa jalan."

Candra meremas pahanya, menunduk, merasa tak percaya diri. "Tapi aku akan buat kalian malu ... aku bisa kok jalan jauh."

Mereka menghembus napas lelah, mereka tak menyangka membuat Candra beranggapan seperti itu.

Welly tak tahan lagi melihat Candra yang masih saja enggan menerima ukuran tangan suaminya. Ia dengan cepat memegang bahu kecil Sang anak. "Malu atau tidaknya kami, kamu harus duduk di kursi roda ini."

Candra tersentak dengan tarikan tangan mamanya untuk berpindah tempat. Beruntung ada papanya yang ikut membantunya duduk dengan nyaman.

"Nak, kami membawa kursi roda ini, supaya memudahkan kamu. Perjalanan kita hari ini cukup panjang, dan pastinya, ini tentu tidak baik jika dipaksakan berjalan."

Candra mengangguk lesu, mau tak mau ia menyetujuinya, membiarkan Bagaskara mendorongnya ke dalam gedung besar itu.

Hal ini tentu mengundang tatapan orang yang berlalu lalang, Candra semakin tidak nyaman dibuatnya, berbeda dengan keluarganya acuh tak acuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang