Canggung.

64 46 7
                                    

"Jangan jadi pelangi, buat orang yang buat warna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan jadi pelangi, buat orang
yang buat warna."

‎⊹𓈒ʿʿ🏠୭𝅄᮫    

"Oh iya, kamu anak baru di Pondok Pesantren sini", sapa bibik kantin sembari melambaikan tangannya.

Sendu menunduk berjalan menuju bibik kantin, membalik'kan badan yang tadinya ia hendak duduk di depan kelas nya makan bakso bersama Lula.

"Neng, kemarin bibik lupa sampai kan ke kamu perihal makanan dan minuman yang kamu pesan saat ngantri. Tapi, tiba-tiba ada yang ngasih pesanan kamu itu. Lewat santri putri."

Lula mengangguk paham
"Iya, aku ingat bik."

"Itu si Bumi tiba-tiba masuk ke dalam kantin bisik-bisik ke bibik, untuk ngasih pesanan kamu duluan."

"Namun, waktu itu bibik kan lupa kamu pesan apa, kurang terdengar. Saking banyaknya yang ngatri, Tapi ternyata...
Di catat dengan dia, apa yang ingin kamu pesan itu."

Lula menatap heran ke arah bibik kantin. "Bik, lagi gak bercanda kan."

Perempuan setengah paruh baya itu, tertawa tipis dan mengusap puncak kepala Sendu

"Serius sayang, ngapain juga atuh bibik teh bohong."

"Bumi tuh jarang neng perhatian gitu, dia mah terkenal cuek banget disini sedari dulu."

"Bibik aja kaget sewaktu itu dia tiba-tiba care  ke kamu." Ia terkekeh pelan. "Malah sewaku bibik nanya, kenapa tumben care ke perempuan? dia jawab, gak mau kalau kamu kewalahan ngantri."

"Padahal kan, dari dulu kantin selau ramai dan ngantri. Santri putri pun banyak,  tapi dia gak pernah kayak gitu neng."

"Aneh ya bik dia, aku binggung kok bisa care ke aku secara tiba-tiba. Padahal juga kan posisi nya yang ngantri banyak banget, bahkan ada temannya dia. Kenapa gak bantuin temen nya dia? untuk pesenin pesanan nya, kenapa aku yang baru dia kenal?", tanya Sendu heran.

"Berarti kamu, punya ruang khusus di dalam hati dia neng", jawab bibik.

"Gak mungkin bik. Dia tuh famous di Pondok Pesantren ini, masa suka sama cewek biasa kayak aku sih."

Sendu terdiam sejenak.

"Terus juga aku sebagai santri baru."

"Namanya rasa suka neng, terkadang gak bisa di kendalikan."

Sendu, benar-benar tidak paham apa yang di maksud perempuan setengah paruh baya itu.
Setelah cukup lama berbicara dengan sang bibik kantin, ia langsung menuju ke depan kelasnya menyusul Lula. Karena kasihan sudah menunggu lama...

Namun saat dirinya bangun dari tepat duduk kantin yang duduki bersama bibik kantin, Sendu melihat ada Bumi di depan tangga bersama teman-teman pria nya.

Di lihat dari kejauhan mereka sedang berbincang-bincang.

"Astaghfirullah, kenapa harus ngumpul disitu sih. gua mau naik ke atas malu tau gak!
Mana kelas gua ada di atas", batin Sendu.

Mau tidak mau gadis itu harus menerbos berjalan di hadapan banyaknya pria, lagi. Kalau tidak ada Lula di atas, mungkin ia tidak akan melakukan hal itu. Lebih baik menunggu di bawah hingga bel berbunyi.
Tapi, karena ada Lula dirinya kasihan.

Sendu berjalan pelan-pelan tanpa ada suara sepatu sedikitpun. Sesampainya di depan tangga, para pria itu dengan kompak memberi jalan untuk Sendu yang ingin menaiki tangga.

"Eh, bentar saya mau nanya sesuatu ke kamu. Buru-buru amat sih. Kita nih bukan mau culik kamu", coloteh Bumi yang menghentikan jalan gadis itu begitu saja.

"Boleh nanya aja kak", jawab nya menunduk tanpa melihat wajah para pria yang ada di hadapannya. dengan wajah tampak ketakutan.

Ia menundukkan kepala di samaratakan dengan tubuh Sendu, "Itu kamu yang ngirim giftnya kan untuk saya melalui Lula?"

"Iya kak."

"Makasih banyak sebelumnya, seharusnya kamu gak perlu repot-repot.
Aku tulus kok bantu kami tanpa ingin imbalan apapun", rintih Bumi.

"Minyak wanginya udah saya pakai, cantik banget harumnya. Sama seperti kamu."

Sendu terkekeh pelan, "haha ada-ada aja."

"Aku duluan kak, gak enak di liat banyak orang ngobrol sama kakak", pamit Sendu.

Bumi mempersilahkan tangan kanannya untuk Sendu menuju ke atas.

‎‎‎⊹𓈒ʿʿ🏠୭𝅄᮫    

"Huft, ya Allah gusti akhirnya", lirih Sendu saat tiba berada di depan kelasnya dengan nada bicara ngos-ngos'san.

"Widih dari mana aja kanjeng ratu", canda Lula.

"Abis deeptalk sama bibik kantin."

Lula mendengar hal itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

"Ada-ada aja astaghfirullah, pasti deeptalk cowok itu."

Sendu mengajungkan jempol, "bedul itu."

"Inul kali ah."

Kabut Dan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang